Pakar Hukum: Jika KPK Salah, Hakim Tak Boleh Membenarkan
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama ini terlihat mendapatkan dukungan penuh dari publik. Dukungan ini bisa memberikan efek positif dan negatif.
Dukungan kepada KPK dinilai tetap kuat meskipun lembaga tersebut memiliki kemungkinan salah menetapkan tersangka.
“Secara materil sebenarnya potensi salah (menetapkan tersangka-red) itu ada, cuma kemudian atmosfer politik, atmosfer hukumnya itu mendukung sehingga apa yang dilakukan oleh KPK itu dianggap benar dan itu diamini oleh pengadilan,” tutur Suparji.
Dia berharap masyarakat dan pengadilan tidak memberikan dukungan tanpa syarat kepada KPK. Apalagi pengadilan seharusnya harus fair dalam menilai perkara, khususnya fakta-fakta persidangan.
Suparji melihat saat ini pengadilan mulai terlihat berani keluar dari atmosfer tersebut dan berani membuat keputusan yang tidak sesuai keinginan KPK. Terbukti, ada beberapa kasus ketika KPK kalah dalam pengadilan.
“Tetapi kan ada pergeseran kesadaran hukum, pergeseran keberanian, pergeseran atmosfer. Akhirnya pengadilan berani mengambil keputusan yang progresif dengan mengacu fakta-fakta yang ada di dalam persidangan,” tuturnya.
Dia juga meminta KPK cermat dalam melakukan pembuktian. Tidak bisa hanya mengandalkan praduga dan dugaan seseorang telah menerima suap, namun harus ada bukti materil. Bukti harus lebih didahulukan dibandingkan dugaan. Misalnya, tidak bisa pertemuan dianggap membuktikan terjadinya suap menyuap.
“Pembuktian dalam Bahasa Jawa, tidak bisa otak atik gathuk. Misalnya seseorang datang ke sini terus kemudian ada pertemuan setelah itu dianggap terjadi kejahatan bahkan dianggap ikut membantu. Padahal itu belum tentu,” tuturnya.
Dukungan kepada KPK dinilai tetap kuat meskipun lembaga tersebut memiliki kemungkinan salah menetapkan tersangka.
“Secara materil sebenarnya potensi salah (menetapkan tersangka-red) itu ada, cuma kemudian atmosfer politik, atmosfer hukumnya itu mendukung sehingga apa yang dilakukan oleh KPK itu dianggap benar dan itu diamini oleh pengadilan,” tutur Suparji.
Dia berharap masyarakat dan pengadilan tidak memberikan dukungan tanpa syarat kepada KPK. Apalagi pengadilan seharusnya harus fair dalam menilai perkara, khususnya fakta-fakta persidangan.
Suparji melihat saat ini pengadilan mulai terlihat berani keluar dari atmosfer tersebut dan berani membuat keputusan yang tidak sesuai keinginan KPK. Terbukti, ada beberapa kasus ketika KPK kalah dalam pengadilan.
“Tetapi kan ada pergeseran kesadaran hukum, pergeseran keberanian, pergeseran atmosfer. Akhirnya pengadilan berani mengambil keputusan yang progresif dengan mengacu fakta-fakta yang ada di dalam persidangan,” tuturnya.
Dia juga meminta KPK cermat dalam melakukan pembuktian. Tidak bisa hanya mengandalkan praduga dan dugaan seseorang telah menerima suap, namun harus ada bukti materil. Bukti harus lebih didahulukan dibandingkan dugaan. Misalnya, tidak bisa pertemuan dianggap membuktikan terjadinya suap menyuap.
“Pembuktian dalam Bahasa Jawa, tidak bisa otak atik gathuk. Misalnya seseorang datang ke sini terus kemudian ada pertemuan setelah itu dianggap terjadi kejahatan bahkan dianggap ikut membantu. Padahal itu belum tentu,” tuturnya.
(dam)