Akademisi Soroti Keamanan Internasional dan Dampak Runtuhnya ISIS
A
A
A
JAKARTA - Menyikapi situasi keamanan global saat ini dan merespons efek runtuhnya ISIS, Program Studi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) menggelar diskusi publik bertajuk Current International Security Situations Beyond Asia and Impact of the Collapse of ISIS.
Diskusi yang digelar Senin 13 Januari 2020 berlangsung di gedung SKSG UI lantai 4 Kampus UI Salemba, Jakarta. Diskusi menghadirkan Prof Kunihiko Miyake (Visiting Professor, Ritsumeikan University, Japan), Yon Machmudi, PhD (Ketua Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam SKSG UI), dan Broto Wardoyo PhD (Dosen HI dan Kajian Terorisme UI).
Direktur SKSG UI, Athor Subroto mengatakan, SKSG UI berkomitmen untuk selalu konsisten berkontribusi secara keilmuan dalam menyikapi isu-isu strategis global.
“SKSG UI yang memiliki berbagai program studi dengan platform multidisiplin akan selalu siap menjadi ujung tombak dalam menyikapi isu-isu strategis global sebagai wujud kontribusi keilmuan," kata Athor dalam pengantar diskusi.
Athor menambahkan, diskusi publik yang diselenggarakan oleh Program Studi Kajian Terorisme di awal tahun 2020 ini merupakan kegiatan diskusi pembuka bagi SKSG UI dalam mengawali kegiatan serupa di bulan-bulan selanjutnya.
“Pada tahun ini SKSG UI akan lebih sering menyelenggarakan diskusi terkait isu-isu multidisiplin baik dalam lingkup nasional maupun global dengan berbagai bentuknya, dan dengan dimulainya kegiatan diskusi publik oleh Kajian Terorisme di tahun ini, saya berharap ke depan SKSG UI bisa lebih produktif lagi dalam menggelar kegiatan diskusi publik," tutur Athor.
Zacky Khoirul Umam, yang memandu diskusi mengatakan meskipun relatif lebih kecil dalam hal skala dan korban, pola aksi terorisme pada periode saat ini berbeda dari periode sebelumnya, baik dari segi target, pola pergerakan, motivasi, dan aktor yang terlibat.
“Pola rekrutmen terorisme hari ini lebih menargetkan wanita dan anak-anak," kata Zacky.
Sementara, Kunihiko Miyake memaparkan geopolitik dunia khususnya geopolitik Jepang dan Indonesia. Bagi Miyake, Jepang dan Indonesia memiliki peran yang sangat strategis di kawasan Asia Pasifik, terlebih dalam isu keamanan.
“Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki posisi sebagai kekuatan penyeimbang (balance of power) di Kawasan Asia-Pasifik," kata Miyake.
Miyake juga menyoroti kondisi terorisme global yang seringkali dihubungkan dengan isu agama. Menurut Miyake, Indonesia memiliki tugas untuk meluruskan pemahanan ini. Terutama sekali, Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia harus bisa menjelaskan kepada dunia bahwa terorisme tidak ada kaitannya sama sekali dengan agama apa pun.
"Terorisme murni berangkat dari kepentingan politik untuk menguasai wilayah tertentu," kata Miyake.
Narasumber Yon Machmudi, menilai intensitas terorisme global tidak akan pernah berkurang.
Menurut dia, berkurangnya kekuatan ISIS di Irak dan Suriah tidak serta merta mengurangi intensitas terorisme global.
"Sebaliknya, kondisi itu menimbulkan ancaman lain bagi negara-negara lain dengan kembalinya Foroign Terrorist Fighters (FTF) militan ISIS yang akan melakukan aksi di negara mereka masing-masing," kata Yon.
Yon juga mengafirmasi pernyataan Kunihiko Miyake bahwa ia menolak dengan tegas jika isu terorisme disangkutpautkan dengan isu agama.
Dia merujuk pada buku Robert A Pape yang terbit tahun 2005 dengan judul Dying to Win: The Strategic Logic of Suicide Terrorism.
Dalam buku tersebut, Pape menyusun 315 serangan teroris di seluruh dunia antara tahun 1980 sampai 2003. Data menunjukkan memang ada sedikit hubungan antara terorisme dengan fundamentalisme agama, tetapi hampir semua serangan terorisme memiliki kesamaan tujuan sekuler dan strategis tertentu, yaitu memaksa negara-negara demokrasi modern untuk menarik pasukan militer mereka dari wilayah yang dianggap sarang teroris sebagai tanah air mereka.
“Jadi terorisme sebenarnya murni karena soal perebutan wilayah," ujar Yon.
Dosen Hubungan Internasional dan Kajian Terorisme UI, Broto Wardoyo memproyeksi keamanan Asia di era pasca-Baghdadi. Broto menjelaskan ada empat isu yang menjadi tren dominan kondisi keamanan Asia pasca tewasnyanya Baghdadi.
“Munculnya terorisme tunggal-serigala (lone-wolf terrorism), bangkitnya terorisme sayap kanan di Barat, korelasi antara terorisme dan konflik internal, dan bom bunuh diri wanita adalah isu-isu strategis keamanan Asia yang perlu mendapat perhatian serius pasca tewasnya Baghdadi," kata Broto.
Diskusi yang digelar Senin 13 Januari 2020 berlangsung di gedung SKSG UI lantai 4 Kampus UI Salemba, Jakarta. Diskusi menghadirkan Prof Kunihiko Miyake (Visiting Professor, Ritsumeikan University, Japan), Yon Machmudi, PhD (Ketua Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam SKSG UI), dan Broto Wardoyo PhD (Dosen HI dan Kajian Terorisme UI).
Direktur SKSG UI, Athor Subroto mengatakan, SKSG UI berkomitmen untuk selalu konsisten berkontribusi secara keilmuan dalam menyikapi isu-isu strategis global.
“SKSG UI yang memiliki berbagai program studi dengan platform multidisiplin akan selalu siap menjadi ujung tombak dalam menyikapi isu-isu strategis global sebagai wujud kontribusi keilmuan," kata Athor dalam pengantar diskusi.
Athor menambahkan, diskusi publik yang diselenggarakan oleh Program Studi Kajian Terorisme di awal tahun 2020 ini merupakan kegiatan diskusi pembuka bagi SKSG UI dalam mengawali kegiatan serupa di bulan-bulan selanjutnya.
“Pada tahun ini SKSG UI akan lebih sering menyelenggarakan diskusi terkait isu-isu multidisiplin baik dalam lingkup nasional maupun global dengan berbagai bentuknya, dan dengan dimulainya kegiatan diskusi publik oleh Kajian Terorisme di tahun ini, saya berharap ke depan SKSG UI bisa lebih produktif lagi dalam menggelar kegiatan diskusi publik," tutur Athor.
Zacky Khoirul Umam, yang memandu diskusi mengatakan meskipun relatif lebih kecil dalam hal skala dan korban, pola aksi terorisme pada periode saat ini berbeda dari periode sebelumnya, baik dari segi target, pola pergerakan, motivasi, dan aktor yang terlibat.
“Pola rekrutmen terorisme hari ini lebih menargetkan wanita dan anak-anak," kata Zacky.
Sementara, Kunihiko Miyake memaparkan geopolitik dunia khususnya geopolitik Jepang dan Indonesia. Bagi Miyake, Jepang dan Indonesia memiliki peran yang sangat strategis di kawasan Asia Pasifik, terlebih dalam isu keamanan.
“Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki posisi sebagai kekuatan penyeimbang (balance of power) di Kawasan Asia-Pasifik," kata Miyake.
Miyake juga menyoroti kondisi terorisme global yang seringkali dihubungkan dengan isu agama. Menurut Miyake, Indonesia memiliki tugas untuk meluruskan pemahanan ini. Terutama sekali, Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia harus bisa menjelaskan kepada dunia bahwa terorisme tidak ada kaitannya sama sekali dengan agama apa pun.
"Terorisme murni berangkat dari kepentingan politik untuk menguasai wilayah tertentu," kata Miyake.
Narasumber Yon Machmudi, menilai intensitas terorisme global tidak akan pernah berkurang.
Menurut dia, berkurangnya kekuatan ISIS di Irak dan Suriah tidak serta merta mengurangi intensitas terorisme global.
"Sebaliknya, kondisi itu menimbulkan ancaman lain bagi negara-negara lain dengan kembalinya Foroign Terrorist Fighters (FTF) militan ISIS yang akan melakukan aksi di negara mereka masing-masing," kata Yon.
Yon juga mengafirmasi pernyataan Kunihiko Miyake bahwa ia menolak dengan tegas jika isu terorisme disangkutpautkan dengan isu agama.
Dia merujuk pada buku Robert A Pape yang terbit tahun 2005 dengan judul Dying to Win: The Strategic Logic of Suicide Terrorism.
Dalam buku tersebut, Pape menyusun 315 serangan teroris di seluruh dunia antara tahun 1980 sampai 2003. Data menunjukkan memang ada sedikit hubungan antara terorisme dengan fundamentalisme agama, tetapi hampir semua serangan terorisme memiliki kesamaan tujuan sekuler dan strategis tertentu, yaitu memaksa negara-negara demokrasi modern untuk menarik pasukan militer mereka dari wilayah yang dianggap sarang teroris sebagai tanah air mereka.
“Jadi terorisme sebenarnya murni karena soal perebutan wilayah," ujar Yon.
Dosen Hubungan Internasional dan Kajian Terorisme UI, Broto Wardoyo memproyeksi keamanan Asia di era pasca-Baghdadi. Broto menjelaskan ada empat isu yang menjadi tren dominan kondisi keamanan Asia pasca tewasnyanya Baghdadi.
“Munculnya terorisme tunggal-serigala (lone-wolf terrorism), bangkitnya terorisme sayap kanan di Barat, korelasi antara terorisme dan konflik internal, dan bom bunuh diri wanita adalah isu-isu strategis keamanan Asia yang perlu mendapat perhatian serius pasca tewasnya Baghdadi," kata Broto.
(dam)