Penggeledahan Proses Sensitif, KPK Harus Ekstra Hati-hati
A
A
A
JAKARTA - Operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan tiga orang lainnya patut diapresiasi.
Apresiasi juga patut diberikan kepada KPK yang telah menetapkan tersangka Wahyu dan beberapa orang termasuk caleg dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Harun Masiku.
"Tindakan OTT oleh KPK terhadap WS Komisioner KPU dan tiga tersangkalainnya merupakan bagian pelaksanaan Coercive Force (dwang middelen atau upaya paksa) yang patut diapresiasi, termasuk tindakan thd HM yang disangkakan melakukan suap terhadap WS," kata pakar hukum pidana, Indriyanto Seno Adji dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/1/2020). (Baca Juga: Lewat OTT, KPK Tangkap Komisioner KPU Wahyu Setiawan)
Perbutan dan pernyataan Wahyu Setiawan yang menyatakan idak ada keterlibatan lembaga merupakan tanggung jawab pribadnya. "Tidak ada ada kaitan dan bukan soal kelembagaan KPU," tuturnya.
Menurut dia, pengurus PDIP juga memberikan penegasan sama bahwa tindakan suap Harun Masiku adalah dalam kapasitas dan tanggung jawab pribadi.
"Tidak ada dan tidak bisa dikaitkan dengan parpol. Karena itu, wajar saja KPK memang tetap akan melakukan lanjutan tindakan upaya paksa dalam rangka pengembangan kasus ini," tandasnya.
Indriyanto menjelaskan, norma dan asas Dwang Middelen dalam lanjutan tindakan upaya paksa berupa penggeledahan maupun penyitaan agar tetap dijaga dan dipertahankan.
Dengan demikian, sambung dia, obyek penggeledahan bersifat tindak ekstensif dan tindak eksessif sifatnya. Maknanya hanya obyek geledah yang terkait dengan perkara atau kasus dari pelaku individual/pribadi tersebut saja sebaiknya yang dilakukan.
"Jadi obyek geledah sebaiknya terbatas pada locus dan objectum secara individual dr WS-HM dan bukan obyek penggeledahan pada kelembagaan KPU maupun Kelembagaan parpol itu sendiri. Ini utk menghindari tumpang tindihnya mekanisme pelaksanaan upaya paksa penggeledahan dan menghindari adanya pemicu praperadilan dengan alasan adanya upaya paksa yang eksessif," tuturnya.
Menurut dia, pelaksanaan lanjutan Upaya paksa berupa penggeledahan maupun penyitaan adalah sesuai dan berbasis KUHAP dan UU KPK Baru. "Juga masih dalam batas dan konteks due process of law yang berlaku," katanya.
Apresiasi juga patut diberikan kepada KPK yang telah menetapkan tersangka Wahyu dan beberapa orang termasuk caleg dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Harun Masiku.
"Tindakan OTT oleh KPK terhadap WS Komisioner KPU dan tiga tersangkalainnya merupakan bagian pelaksanaan Coercive Force (dwang middelen atau upaya paksa) yang patut diapresiasi, termasuk tindakan thd HM yang disangkakan melakukan suap terhadap WS," kata pakar hukum pidana, Indriyanto Seno Adji dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/1/2020). (Baca Juga: Lewat OTT, KPK Tangkap Komisioner KPU Wahyu Setiawan)
Perbutan dan pernyataan Wahyu Setiawan yang menyatakan idak ada keterlibatan lembaga merupakan tanggung jawab pribadnya. "Tidak ada ada kaitan dan bukan soal kelembagaan KPU," tuturnya.
Menurut dia, pengurus PDIP juga memberikan penegasan sama bahwa tindakan suap Harun Masiku adalah dalam kapasitas dan tanggung jawab pribadi.
"Tidak ada dan tidak bisa dikaitkan dengan parpol. Karena itu, wajar saja KPK memang tetap akan melakukan lanjutan tindakan upaya paksa dalam rangka pengembangan kasus ini," tandasnya.
Indriyanto menjelaskan, norma dan asas Dwang Middelen dalam lanjutan tindakan upaya paksa berupa penggeledahan maupun penyitaan agar tetap dijaga dan dipertahankan.
Dengan demikian, sambung dia, obyek penggeledahan bersifat tindak ekstensif dan tindak eksessif sifatnya. Maknanya hanya obyek geledah yang terkait dengan perkara atau kasus dari pelaku individual/pribadi tersebut saja sebaiknya yang dilakukan.
"Jadi obyek geledah sebaiknya terbatas pada locus dan objectum secara individual dr WS-HM dan bukan obyek penggeledahan pada kelembagaan KPU maupun Kelembagaan parpol itu sendiri. Ini utk menghindari tumpang tindihnya mekanisme pelaksanaan upaya paksa penggeledahan dan menghindari adanya pemicu praperadilan dengan alasan adanya upaya paksa yang eksessif," tuturnya.
Menurut dia, pelaksanaan lanjutan Upaya paksa berupa penggeledahan maupun penyitaan adalah sesuai dan berbasis KUHAP dan UU KPK Baru. "Juga masih dalam batas dan konteks due process of law yang berlaku," katanya.
(dam)