Kasus Gagal Bayar Jiwasraya Bukti Lemahnya Pengawasan

Senin, 13 Januari 2020 - 10:27 WIB
Kasus Gagal Bayar Jiwasraya Bukti Lemahnya Pengawasan
Kasus Gagal Bayar Jiwasraya Bukti Lemahnya Pengawasan
A A A
JAKARTA - Kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya terus menjadi sorotan publik. Bahkan kasus ini telah ditangani secara hukum oleh Kejaksaan Agung.

Munculnya kasus gagal bayar Jiwasraya yang kian membengkak hingga Rp12,4 triliun pada akhir 2019 dinilai, salah satunya karena lemahnya pengawasan atau kecolongan,

Sistem pengawasan yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap perusahaan asuransi Jiwasraya dipertanyakan. Terlebih ada gagal bayar Rp 12,4 triliun polis asuransi JS Saving Plan periode Oktober-Desember 2019, milik nasabah dalam dan luar negeri.

Pengawasan berlapis oleh berbagai lembaga pengawas seperti OJK, harusnya bisa mencegah terjadinya kasus gagal bayar. Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto ketika dihubungi wartawan pada Kamis 9 Januari 2020. "faktanya tetap saja lolos dari pengawasan," ucapnya. (Baca Juga: Jaksa Agung Ungkap Jiwasraya Rugikan Negara Rp13,7 Triliun)

Berbagai faktor menjadi pemicu lemahnya pengawasan dalam melihat indikasi persoalan di Jiwasraya. Padahal OJK memiliki kewenangan super untuk mengawasi lembaga keuangan. Juga, boleh jadi karena jangkauan aturan atau Undang-undang, yang tidak mampu mendeteksi persoalan awal Jiwasraya.

"Bisa juga ada faktor tata kelola pengawasan yang berantakan, maupun kesengajaan atau pembiaran," kata Eko. (Baca Juga: Dalami Kasus Jiwasraya, Kejagung Periksa Lima Orang Saksi)

Dia menilai tidak mungkin bila Jiwasraya tidak ada persolan sampai-sampai ada persoalan gagal bayar. Terutama, dalam hal pengawasan yang tidak dijalankan dengan optimal.

Untuk itu, sambung dia, audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sangat penting untuk mendalami persoalan secara keseluruhan.

Kendati tidak bisa ditumpukan semua ke OJK, namun setiap rantai pengawasan harus bertanggung jawab, mulai dari pengawasan internalnya, hingga lembaga auditnya.

“Termasuk kelemahan-kelemahan pengawasan yang selama ini dilakukan oleh berbagai entitas/lembaga pengawas tersebut, termasuk OJK," katanya.

BPK mencatat kerugian sementara PT Asuransi Jiwasraya karena penurunan nilai saham di produk reksadana yang ditempatkan, mencapai Rp6,4 triliun. BPK menyebutkan ada lebih dari lima ribu transaksi yang beragam dari saham dan reksa dana.

Sebelumnya,Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menegaskan aparat hukum akan mengusut oknum-oknum yang bertanggung jawab atas permasalahan PT Asuransi Jiwasraya. Kasus hukum yang melibatkan oknum-oknum akan diusut tuntas oleh pihak Kejaksaan Agung.

Pernyataan Erick tersebut sejalan dengan rekomendasi dari Komisi VI DPR yang meminta penegak hukum dan pemerintah mencekal jajaran Direksi Jiwasraya periode 2013-2019. Anggota dewan menilai manajemen lama bertanggung jawab terhadap permasalahan tunggakan klaim nasabah Jiwasraya.

Sementara penegakan hukum berjalan, Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan akan melakukan upaya restrukturisasi dalam tubuh Jiwasraya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7102 seconds (0.1#10.140)