Pangkalan Militer Akan Dibangun di Natuna
A
A
A
JAKARTA - Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menyatakan pemerintah berencana membangun pangkalan militer TNI di beberapa wilayah, salah satunya di Natuna, Kepulauan Riau. Saat ini masih dilakukan pematangan untuk pembangunannya.
“Saat ini, Pak Menhan sedang melakukan proses pematangan,” kata Juru Bicara Menhan Dahnil Anzar Simanjuntak di Jakarta, kemarin.
Menurut Dahnil, proses pematangan dalam membangun pangkalan-pangkalan seperti menghadirkan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang layak dan modern untuk berada di sana. “Termasuk penguatan bakal pangkalan-pangkalan tersebut melalui alutsista yang layak dan modern,” ujarnya.
Namun, dia belum bisa merinci secara detail terkait wilayah mana saja yang akan dibangun pangkalan militer. Dahnil hanya mengamini jika salah satu pangkalan militer berada di Natuna. “Salah satunya seperti yang disebutkan Pak Menhan (Prabowo),” paparnya.
Anggota Komisi I DPR Dave Laksono mendukung wacana pemerintah yang bakal membangun pangkalan militer di wilayah Natuna, Kepulauan Riau. Apalagi, wilayah tersebut rentan konflik dengan negara lainnya. “Semua wilayah perbatasan yang di mana berpotensi konflik, kehadiran pangkalan militer wajib ada,” kata Dave.
Menurut dia, sejatinya pembangunan pangkalan militer di wilayah yang rentan konflik harus dibangun sejak dahulu. Sehingga dapat mencegah konflik yang tak diinginkan seperti saat ini. “Itu sudah harus dilakukan sejak dulu,” ujarnya.
Selain itu, Dave mendorong agar pangkalan-pangkalan militer yang ada di wilayah-wilayah tersebut dapat digunakan untuk tempat latihan perang. “Bahkan, latihan perang sebaiknya dibuat di wilayah-wilayah tersebut,” tandasnya.
Anggota Komisi I DPR Christina Aryani menyebut bahwa rencana tersebut menyelipkan pesan bagi negara asing, kalau Indonesia serius menjaga wilayahnya. “Akan memberikan pesan yang positif ke negara-negara asing bahwa Indonesia serius menjaga wilayahnya,” ujarnya.
Menurut dia, pembangunan pangkalan militer bisa memperkuat sektor keamanan Tanah Air. Sebab, bakal menghadirkan pengawasan fisik yang selama ini belum terlihat. “Kita perlu meningkatkan pengawasan dan kehadiran fisik untuk menunjukkan adanya penguasaan yang efektif,” katanya.
Dia berharap, dengan adanya pangkalan militer bakal mendorong kehadiran pertahanan negara dan memudahkan koordinasi dalam pengawasan keamanan. “Pangkalan militer akan mendorong kehadiran tersebut dan memudahkan koordinasi dalam pengawasan dan pengamanan setiap diperlukan,” ujarnya.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menyebut setidaknya ada tiga hal yang harus dilakukan pemerintah Indonesia menyikapi masalah Natuna. Pertama yang dilakukan oleh pemerintah adalah menghadirkan banyak nelayan Indonesia di sana dan tetap memperhatikan perlindungan nelayan lokal di perairan Natuna.
“Pertama adalah kita hadirkan nelayan-nelayan kita di sana. Kita sekarang masalah banyak- banyakan nelayan yang ada di sana, iya kan,” ujarnya.
Hal kedua yang perlu dilakukan adalah, pemerintah harus menyiagakan kapal-kapal patroli sebagai coast guard. Sehingga, bisa melindungi nelayan-nelayan Indonesia dan nelayan asing yang ingin mencuri ikan. “Karena nelayan-nelayan kita yang dari Natuna itu mereka komplain kami ini diusir-usir sama coast guard China. Tapi kita enggak punya backup yang backing kita. Nah, ini kita harus kuat-kuatannya di situ sebenarnya,” ungkapnya.
Kemudian yang tidak kalah penting bagi dia, poin ketiga yakni pemerintah harus konsisten terus menjaga kebijakan di Natuna dan tidak mengakui sembilan garis putus seperti yang diklaim oleh Pemerintah China. “Kita harus konsisten terus menjaga kebijakan tidak mengakui sembilan garis putus. Jadi, itu harus terus karena apa kita akan dicoba dengan harapan kita lupa. Nah, kita harus konsisten menjaga itu,” ujarnya.
Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Kepresidenan Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, kedatangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Natuna beberapa waktu lalu merupakan bentuk hadirnya pemerintah dalam melindungi nelayan lokal di sana. “Pesan yang disampaikan Pak Presiden kemarin itu adalah konsentrasi pemerintah untuk memberikan kepastian hukum dan keamanan terhadap nelayan-nelayan kita yang ada di Natuna dan seluruh wilayah Indonesia,” tandasnya.
Selain memberikan kepastian hukum dan keamanan, Ngabalin mengungkapkan bahwa Pemerintah Indonesia juga akan mengawal keamanan nelayan, memberikan fasilitas, dan sarana prasarana kepada nelayan. “Presiden memberikan kepastian kepada seluruh rakyat Indonesia dalam pesan kemarin bahwa nelayan Indonesia akan dikawal, nelayan Indonesia akan diberikan fasilitas melalui menteri KKP,” ungkapnya.
Karena itu, menurut dia, sudah sepatutnya Pemerintah Indonesia yang dalam hal ini adalah TNI untuk menjaga dan mempertahankan Natuna yang merupakan hak kedaulatan bangsa Indonesia. “Maka dengan posisi seperti ini, kesadaran kita terhadap hak-hak kedaulatan kita dan seluruh harta kekayaan negara itu harus dijaga. Yang menjaga itu ya tentara,” ujarnya.
“Saat ini, Pak Menhan sedang melakukan proses pematangan,” kata Juru Bicara Menhan Dahnil Anzar Simanjuntak di Jakarta, kemarin.
Menurut Dahnil, proses pematangan dalam membangun pangkalan-pangkalan seperti menghadirkan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang layak dan modern untuk berada di sana. “Termasuk penguatan bakal pangkalan-pangkalan tersebut melalui alutsista yang layak dan modern,” ujarnya.
Namun, dia belum bisa merinci secara detail terkait wilayah mana saja yang akan dibangun pangkalan militer. Dahnil hanya mengamini jika salah satu pangkalan militer berada di Natuna. “Salah satunya seperti yang disebutkan Pak Menhan (Prabowo),” paparnya.
Anggota Komisi I DPR Dave Laksono mendukung wacana pemerintah yang bakal membangun pangkalan militer di wilayah Natuna, Kepulauan Riau. Apalagi, wilayah tersebut rentan konflik dengan negara lainnya. “Semua wilayah perbatasan yang di mana berpotensi konflik, kehadiran pangkalan militer wajib ada,” kata Dave.
Menurut dia, sejatinya pembangunan pangkalan militer di wilayah yang rentan konflik harus dibangun sejak dahulu. Sehingga dapat mencegah konflik yang tak diinginkan seperti saat ini. “Itu sudah harus dilakukan sejak dulu,” ujarnya.
Selain itu, Dave mendorong agar pangkalan-pangkalan militer yang ada di wilayah-wilayah tersebut dapat digunakan untuk tempat latihan perang. “Bahkan, latihan perang sebaiknya dibuat di wilayah-wilayah tersebut,” tandasnya.
Anggota Komisi I DPR Christina Aryani menyebut bahwa rencana tersebut menyelipkan pesan bagi negara asing, kalau Indonesia serius menjaga wilayahnya. “Akan memberikan pesan yang positif ke negara-negara asing bahwa Indonesia serius menjaga wilayahnya,” ujarnya.
Menurut dia, pembangunan pangkalan militer bisa memperkuat sektor keamanan Tanah Air. Sebab, bakal menghadirkan pengawasan fisik yang selama ini belum terlihat. “Kita perlu meningkatkan pengawasan dan kehadiran fisik untuk menunjukkan adanya penguasaan yang efektif,” katanya.
Dia berharap, dengan adanya pangkalan militer bakal mendorong kehadiran pertahanan negara dan memudahkan koordinasi dalam pengawasan keamanan. “Pangkalan militer akan mendorong kehadiran tersebut dan memudahkan koordinasi dalam pengawasan dan pengamanan setiap diperlukan,” ujarnya.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menyebut setidaknya ada tiga hal yang harus dilakukan pemerintah Indonesia menyikapi masalah Natuna. Pertama yang dilakukan oleh pemerintah adalah menghadirkan banyak nelayan Indonesia di sana dan tetap memperhatikan perlindungan nelayan lokal di perairan Natuna.
“Pertama adalah kita hadirkan nelayan-nelayan kita di sana. Kita sekarang masalah banyak- banyakan nelayan yang ada di sana, iya kan,” ujarnya.
Hal kedua yang perlu dilakukan adalah, pemerintah harus menyiagakan kapal-kapal patroli sebagai coast guard. Sehingga, bisa melindungi nelayan-nelayan Indonesia dan nelayan asing yang ingin mencuri ikan. “Karena nelayan-nelayan kita yang dari Natuna itu mereka komplain kami ini diusir-usir sama coast guard China. Tapi kita enggak punya backup yang backing kita. Nah, ini kita harus kuat-kuatannya di situ sebenarnya,” ungkapnya.
Kemudian yang tidak kalah penting bagi dia, poin ketiga yakni pemerintah harus konsisten terus menjaga kebijakan di Natuna dan tidak mengakui sembilan garis putus seperti yang diklaim oleh Pemerintah China. “Kita harus konsisten terus menjaga kebijakan tidak mengakui sembilan garis putus. Jadi, itu harus terus karena apa kita akan dicoba dengan harapan kita lupa. Nah, kita harus konsisten menjaga itu,” ujarnya.
Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Kepresidenan Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, kedatangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Natuna beberapa waktu lalu merupakan bentuk hadirnya pemerintah dalam melindungi nelayan lokal di sana. “Pesan yang disampaikan Pak Presiden kemarin itu adalah konsentrasi pemerintah untuk memberikan kepastian hukum dan keamanan terhadap nelayan-nelayan kita yang ada di Natuna dan seluruh wilayah Indonesia,” tandasnya.
Selain memberikan kepastian hukum dan keamanan, Ngabalin mengungkapkan bahwa Pemerintah Indonesia juga akan mengawal keamanan nelayan, memberikan fasilitas, dan sarana prasarana kepada nelayan. “Presiden memberikan kepastian kepada seluruh rakyat Indonesia dalam pesan kemarin bahwa nelayan Indonesia akan dikawal, nelayan Indonesia akan diberikan fasilitas melalui menteri KKP,” ungkapnya.
Karena itu, menurut dia, sudah sepatutnya Pemerintah Indonesia yang dalam hal ini adalah TNI untuk menjaga dan mempertahankan Natuna yang merupakan hak kedaulatan bangsa Indonesia. “Maka dengan posisi seperti ini, kesadaran kita terhadap hak-hak kedaulatan kita dan seluruh harta kekayaan negara itu harus dijaga. Yang menjaga itu ya tentara,” ujarnya.
(ysw)