Diplomasi Dinilai Efektif Selesaikan Sengketa Natuna dengan China
A
A
A
JAKARTA - Diplomasi dianggap jalur yang tepat untuk masalah sengketa perbatasan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara dengan China.
(Baca juga: Antisipasi China, Patroli Laut Diminta Diintensifkan di Natuna)
Hal tersebut menurut Direktur Imparsial Al Araf dan Peneliti Centre of Strategic and International Studies (CSIS) Evan A Laksmana.
"Dalam situasi peta seperti ini, lantas bagaimana Indonesia menyikapi persoalan Natuna ini? Memang pilihan realistis pasti jalan diplomasi," ujar Al Araf dalam diskusi Legal Update bertajuk Jalan Keluar Sengketa Natuna di Resto Tjikini 5, Jakarta Pusat, Kamis (9/1/2020).
"Tapi bagaimana membangun jalan diplomasi yang lebih efektif dan lebih tegas dalam menyikapi persoalan ini," tambahnya.
Ketua Hubungan Kelembagaan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) ini mengaku, kurang setuju dengan rencana pemerintah mengirim 120 nelayan dari Pantai Utara (Pantura) ke ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara.
"Bukan tidak setuju. Maksud saya, lebih setuju kalau dalam penyelesaian persoalan seperti ini yang harusnya dibangun adalah bagaimana pemerintah memastikan pembangunan ekonomi sosial budaya Natuna," katanya.
Sebab kata dia, seringkali diskursus mengenai masalah perbatasan wilayah hanya pada dua level, kapasitas pertahanan dan hubungan luar negeri.
"Jadi, memang dalam konteks ini pilihan paling tepat adalah diplomasi, tapi tidak bisa melupakan aspek sosial budaya dan penguatan pertahanan," tuturnya.
Hal senada dikatakan oleh Peneliti Centre of Strategic and International Studies (CSIS) Evan A Laksmana. "Buat saya, solusinya ada di diplomasi," kata Evan dalam kesempatan sama.
Menurut Evan, pemerintah Indonesia masih kurang mempertimbangkan opsi-opsi diplomatik. "Sampai saat ini opsi-opsi di luar nota protes kita belum bahas, seperti misalnya Kapal Coast Guard China enggak keluar dari ZEE kita," ungkapnya.
"Atau enggak ada jaminan mengulangi lagi, kita bisa recall (tarik-red) Dubes kita di Beijing. Kalau tidak ada jaminan, bisa ditingkatkan lagi, apakah kita perlu review existing cooperation (kerja sama-red) kita dengan China," sambungnya.
(Baca juga: Antisipasi China, Patroli Laut Diminta Diintensifkan di Natuna)
Hal tersebut menurut Direktur Imparsial Al Araf dan Peneliti Centre of Strategic and International Studies (CSIS) Evan A Laksmana.
"Dalam situasi peta seperti ini, lantas bagaimana Indonesia menyikapi persoalan Natuna ini? Memang pilihan realistis pasti jalan diplomasi," ujar Al Araf dalam diskusi Legal Update bertajuk Jalan Keluar Sengketa Natuna di Resto Tjikini 5, Jakarta Pusat, Kamis (9/1/2020).
"Tapi bagaimana membangun jalan diplomasi yang lebih efektif dan lebih tegas dalam menyikapi persoalan ini," tambahnya.
Ketua Hubungan Kelembagaan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) ini mengaku, kurang setuju dengan rencana pemerintah mengirim 120 nelayan dari Pantai Utara (Pantura) ke ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara.
"Bukan tidak setuju. Maksud saya, lebih setuju kalau dalam penyelesaian persoalan seperti ini yang harusnya dibangun adalah bagaimana pemerintah memastikan pembangunan ekonomi sosial budaya Natuna," katanya.
Sebab kata dia, seringkali diskursus mengenai masalah perbatasan wilayah hanya pada dua level, kapasitas pertahanan dan hubungan luar negeri.
"Jadi, memang dalam konteks ini pilihan paling tepat adalah diplomasi, tapi tidak bisa melupakan aspek sosial budaya dan penguatan pertahanan," tuturnya.
Hal senada dikatakan oleh Peneliti Centre of Strategic and International Studies (CSIS) Evan A Laksmana. "Buat saya, solusinya ada di diplomasi," kata Evan dalam kesempatan sama.
Menurut Evan, pemerintah Indonesia masih kurang mempertimbangkan opsi-opsi diplomatik. "Sampai saat ini opsi-opsi di luar nota protes kita belum bahas, seperti misalnya Kapal Coast Guard China enggak keluar dari ZEE kita," ungkapnya.
"Atau enggak ada jaminan mengulangi lagi, kita bisa recall (tarik-red) Dubes kita di Beijing. Kalau tidak ada jaminan, bisa ditingkatkan lagi, apakah kita perlu review existing cooperation (kerja sama-red) kita dengan China," sambungnya.
(maf)