JPU KPK Juga Tuntut Pencabutan Hak Politik Rommy Selama 5 Tahun
A
A
A
JAKARTA - Mantan Anggota DPR sekaligus mantan Ketua Umum DPP PPP M Romahurmuziy dituntut pidana penjara selama empat tahun oleh
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, Rommy juga dituntut mendapat pencabutan hak politik selama lima tahun.
JPU Ariawan Agustiartono mengungkapkan, tuntutan pidana tambahan pencabutan hak politik terhadap Rommy dijatuhkan JPU karena mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, saat melakukan perbuatan pidana posisi Rommy adalah sebagai Ketua Umum PPP yang bisa memengaruhi kader partainya yang menduduki jabatan menteri yaitu Lukman Hakim Saifuddin.
"Kedua, karena pengaruh tersebut kemudian Rommy mengintervensi proses pengangkatan pejabat untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri, keluarga maupun kelompoknya," ujarnya saat pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/1/2020).
Ketiga, lanjut dia, untuk menghindari negara ini dikelola oleh orang-orang yang menggunakan jabatan atau kedudukannya untuk kepentingan pribadi, keluarga, kolega maupun kelompoknya serta melindungi publik atau masyarakat dari fakta, informasi, persepsi yang salah tentang calon pemimpin yang akan dipilihnya.
"Pencabutan hak-hak Terdakwa untuk dipilih atau menduduki dalam jabatan publik sejalan dengan salah satu tujuan hukum pidana yaitu menciptakan efek jera bagi pelaku kejahatan dan orang lain yang akan melakukan kejahatan, sehingga fungsi hukum sebagai a tool of social engineering dapat terwujud," tegas JPU Ariawan.
Dia melanjutkan, JPU juga mempertimbangkan dan meminta majelis hakim memutuskan sehubungan dengan uang-uang yang sebelumnya disita penyidik KPK saat penggeledahan di ruang kerja Menag yang saat itu dijabat oleh Lukman Hakim Saifuddin. Masing-masing USD30.000 dalam satu tas tangan warna hitam, Rp70 juta dalam satu amplop coklat dengan tulisan “SAPA PENYULUH AGAMA KANWIL KEMENAG PROV DKI JKT”, Rp30 juta dalam satu amplop coklat dengan tulisan “DKI”, Rp59,7 juta dalam satu buah amplop coklat, dan Rp30 juta dalam satu amplop coklat.
JPU Ariawan memaparkan, dalam persidangan Lukman tidak dapat menjelaskan asal-usul tentang uang tersebut dan tidak dapat membuktikan tentang penerimaan uang tersebut. Dalam persidangan juga Lukman memang menjelaskan terkait uang USD30.000 adalah pemberian dari Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta dalam rangka Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) Asia, tapi keterangan Lukman tidak didukung dengan bukti yang sah.
"Maka dengan menginggat ketentuan Pasal 12 B Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, uang tersebut haruslah dirampas untuk negara," katanya.
JPU Nur Haris Arhadi membeberkan, kerja sama antara Rommy dan Lukman terwujud dengan adanya perbuatan berbagi peran sehingga mengakibatkan terwujudnya delik perbuatan pidana. Kerja sama tersebut dapat dibuktikan dalam fakta hukum perbuatan Rommy melakukan intervensi dalam seleksi pejabat tinggi pratama untuk jabatan Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur agar Haris Hasanuddin terpilih dan dilantik dalam jabatan tersebut.
Intervensi dilakukan Rommy karena Lukman yang merupakan Menag saat itu sebagai pemegang kekuasaan dalam pengangkatan dan pemberhentian pejabat di lingkungan Kemenag. Intervensi tersebut terjadi karena kedudukan Rommy sebagai anggota DPR sekaligus Ketua Umum DPP PPP saat itu dan Lukman merupakan anggota partai. Atas intervensi Rommy tersebut, kemudian Lukman melakukan serangkaian tindakan yang dapat meloloskan dan melantik Haris menjadi Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur.
Bahkan tutur JPU Haris, untuk menentukan calon yang akan diangkat sebagai calon Kepaka Kanwil Kemenag Jawa Timur, Lukman sebagaimana bukti rekaman percakapan 30 Januari 2019 dan 1 Maret 2019 antara Lukman dengan Gugus Djoko Waskito selaku Staf Khusus Menag sekaligus Wakil Sekretaris Jenderal DPP PPP saat itu meminta persetujuan dari Rommy.
JPU Haris menggariskan, baik Rommy maupun Lukman kemudian menerima sejumlah uang dari Haris dalam masa seleksi jabatan tinggi pratama di lingkungan Kemenag. Rommy menerima uang sejumlah Rp255 juta dan Lukman sebesar Rp70 juta. Uang diterima Lukman terbagi dua bagian yakni pada 1 Maret 2019 sejumlah Rp50 juta dan 9 maret 2019 sejumlah Rp20 juta melalui Heri Purwanto selaku ajudan Lukman.
Karenanya baik Lukman maupun Lukman mengetahui dan menghendaki dilakukannya perbuatan. Rommy dan Lukman menyadari bahwa perbuatan yang dilakukan tersebut adalah perbuatan dilarang. Tapi, ujar JPU Haris, Rommy dan Lukman tetap melakukan perbuatan tersebut serta saling berbagi peran satu sama lain sehingga mewujudkan sempurnanya delik.
"Maka ketentuan Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana tentang penyertaan telah terbukti," tegas JPU Haris.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, Rommy juga dituntut mendapat pencabutan hak politik selama lima tahun.
JPU Ariawan Agustiartono mengungkapkan, tuntutan pidana tambahan pencabutan hak politik terhadap Rommy dijatuhkan JPU karena mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, saat melakukan perbuatan pidana posisi Rommy adalah sebagai Ketua Umum PPP yang bisa memengaruhi kader partainya yang menduduki jabatan menteri yaitu Lukman Hakim Saifuddin.
"Kedua, karena pengaruh tersebut kemudian Rommy mengintervensi proses pengangkatan pejabat untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri, keluarga maupun kelompoknya," ujarnya saat pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/1/2020).
Ketiga, lanjut dia, untuk menghindari negara ini dikelola oleh orang-orang yang menggunakan jabatan atau kedudukannya untuk kepentingan pribadi, keluarga, kolega maupun kelompoknya serta melindungi publik atau masyarakat dari fakta, informasi, persepsi yang salah tentang calon pemimpin yang akan dipilihnya.
"Pencabutan hak-hak Terdakwa untuk dipilih atau menduduki dalam jabatan publik sejalan dengan salah satu tujuan hukum pidana yaitu menciptakan efek jera bagi pelaku kejahatan dan orang lain yang akan melakukan kejahatan, sehingga fungsi hukum sebagai a tool of social engineering dapat terwujud," tegas JPU Ariawan.
Dia melanjutkan, JPU juga mempertimbangkan dan meminta majelis hakim memutuskan sehubungan dengan uang-uang yang sebelumnya disita penyidik KPK saat penggeledahan di ruang kerja Menag yang saat itu dijabat oleh Lukman Hakim Saifuddin. Masing-masing USD30.000 dalam satu tas tangan warna hitam, Rp70 juta dalam satu amplop coklat dengan tulisan “SAPA PENYULUH AGAMA KANWIL KEMENAG PROV DKI JKT”, Rp30 juta dalam satu amplop coklat dengan tulisan “DKI”, Rp59,7 juta dalam satu buah amplop coklat, dan Rp30 juta dalam satu amplop coklat.
JPU Ariawan memaparkan, dalam persidangan Lukman tidak dapat menjelaskan asal-usul tentang uang tersebut dan tidak dapat membuktikan tentang penerimaan uang tersebut. Dalam persidangan juga Lukman memang menjelaskan terkait uang USD30.000 adalah pemberian dari Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta dalam rangka Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) Asia, tapi keterangan Lukman tidak didukung dengan bukti yang sah.
"Maka dengan menginggat ketentuan Pasal 12 B Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, uang tersebut haruslah dirampas untuk negara," katanya.
JPU Nur Haris Arhadi membeberkan, kerja sama antara Rommy dan Lukman terwujud dengan adanya perbuatan berbagi peran sehingga mengakibatkan terwujudnya delik perbuatan pidana. Kerja sama tersebut dapat dibuktikan dalam fakta hukum perbuatan Rommy melakukan intervensi dalam seleksi pejabat tinggi pratama untuk jabatan Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur agar Haris Hasanuddin terpilih dan dilantik dalam jabatan tersebut.
Intervensi dilakukan Rommy karena Lukman yang merupakan Menag saat itu sebagai pemegang kekuasaan dalam pengangkatan dan pemberhentian pejabat di lingkungan Kemenag. Intervensi tersebut terjadi karena kedudukan Rommy sebagai anggota DPR sekaligus Ketua Umum DPP PPP saat itu dan Lukman merupakan anggota partai. Atas intervensi Rommy tersebut, kemudian Lukman melakukan serangkaian tindakan yang dapat meloloskan dan melantik Haris menjadi Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur.
Bahkan tutur JPU Haris, untuk menentukan calon yang akan diangkat sebagai calon Kepaka Kanwil Kemenag Jawa Timur, Lukman sebagaimana bukti rekaman percakapan 30 Januari 2019 dan 1 Maret 2019 antara Lukman dengan Gugus Djoko Waskito selaku Staf Khusus Menag sekaligus Wakil Sekretaris Jenderal DPP PPP saat itu meminta persetujuan dari Rommy.
JPU Haris menggariskan, baik Rommy maupun Lukman kemudian menerima sejumlah uang dari Haris dalam masa seleksi jabatan tinggi pratama di lingkungan Kemenag. Rommy menerima uang sejumlah Rp255 juta dan Lukman sebesar Rp70 juta. Uang diterima Lukman terbagi dua bagian yakni pada 1 Maret 2019 sejumlah Rp50 juta dan 9 maret 2019 sejumlah Rp20 juta melalui Heri Purwanto selaku ajudan Lukman.
Karenanya baik Lukman maupun Lukman mengetahui dan menghendaki dilakukannya perbuatan. Rommy dan Lukman menyadari bahwa perbuatan yang dilakukan tersebut adalah perbuatan dilarang. Tapi, ujar JPU Haris, Rommy dan Lukman tetap melakukan perbuatan tersebut serta saling berbagi peran satu sama lain sehingga mewujudkan sempurnanya delik.
"Maka ketentuan Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana tentang penyertaan telah terbukti," tegas JPU Haris.
(kri)