Selain Pilpres, Tahun 2019 Banyak Sejumlah Catatan Peristiwa
A
A
A
JAKARTA - Dinamika sosial politik di negeri ini selama tahun 2019 sungguh luar biasa. Banyak peristiwa terjadi selama tahun ini, namun yang paling menonjol tentu saja terkait Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 dan dinamika pasca-Pemilu 2019.
(Baca juga: Kondisi Politik di 2020 Diprediksi Berlangsung Dinamis)
Pengamat senior Intelijen Suhendra Hadikuntono mengatakan, sejatinya di balik itu banyak peristiwa lain yang terjadi di tahun ini, namun gemanya tertutup oleh ingar-bingar perhelatan Pilpres 2019.
"Dari berbagai peristiwa setidaknya ada lima peristiwa menarik yang saya catat dalam upaya merajut sabuk nusantara, pertama memberantas mafia sepak bola," kata Suhendra, Selasa (31/12/2019).
Akhirnya kata Suhendra, dibentuk Komite Perubahan Sepak Bola Nasionali (KPSN). KPSN adalah lembaga murni swadaya masyarakat dan independen. Atas inisiasi dan kerja keras KPSN, Polri akhirnya bisa meringkus 17 orang pengurus PSSI sebagai tersangka mafia sepak bola, dan ini sejarah.
"Belum pernah terjadi di belahan dunia mana pun pengurus federasi sepak bola dicokok oleh aparat kepolisian sedemikian banyaknya," ucapnya.
Kedua menurut Suhendra, mencegah gejolak para mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Pada awal Oktober 2019, publik digemparkan oleh berita bahwa Komnas HAM tiba-tiba berencana memanggil Muzakir Manaf, mantan Panglima GAM untuk suatu kasus di masa lalu. Sontak pemanggilan ini membuat internal GAM meradang dan bergejolak.
"Semua kekuatan GAM langsung siap siaga, dan kalau hal ini tidak diredam sudah pasti menimbulkan gejolak sosial, politik dan keamanan di Aceh. Segera memetakan masalah dan bersama tim bergerak cepat dalam dua kegiatan," ungkapnya
"Secara pribadi melakukan pendekatan kepada Wali Nanggroe Aceh Paduka Yang Mulia Tengku Malik Mahmud Al-Haythar untuk meyakinkan, bahwa apa yang dilakukan oleh Komnas HAM tersebut bukan mewakili kepentingan pemerintah pusat," sambungnya.
Lebih lanjut kata dia, syukur alhamdulillah, semua masalah dapat teratasi. Gejolak sosial politik dan keamanan di Aceh langsung mereda seketika, dan secara tidak sadar apa yang dilakukan tersebut menghindarkan pertumpahan darah yang tidak perlu terjadi.
"Ini adalah operasi intelijen senyap yang telah desain, sehingga terselesaikan dengan cepat dan efektif tanpa gejolak," ujarnya.
Peristiwa ketiga dijelaskan Suhendra yakni, merangkul separatis Papua. Suatu saat di bulan November 2019 tiba-tiba dirinya dihubungi oleh beberapa orang di Papua.
"Intinya ada seorang petingggi Organisasi Papua Merdeka (OPM) ingin bertemu. Pada waktu yang ditentukan akhirnya petingggi OPM tersebut bertemu di suatu tempat dan ia menceritakan apa yang terjadi di Papua serta meminta saya terlibat aktif membantu menyelesaikan masalah Papua," jelasnya.
Setelah bertemu dengan petinggi OPM tersebut menurut dia, setidaknya mempunyai perspektif baru tentang masalah Papua. Pada kesempatan yang terbaik nanti dirinya ingin bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Akan saya utarakan usulan penyelesaian masalah Papua dengan pendekatan yang lembut tanpa ingar-bingar suara tembakan senjata," tuturnya.
Peristiwa keempat yakni mencegah Indonesia dibawa ke Mahkamah Internasional oleh Vietnam terkait tragedi Anambas tahun 2013, di mana 90-an pelaku ilegal fishing yang merupakan warga negara Vietnam ditahan selama setahun tanpa proses hukum.
Kelima, pembagian sertifikat tanah gratis. Ketika Presiden Jokowi membagikan sertifikat gratis di Sumatera, tepatnya di Kabupaten Langkat, Sumut, begitu Pak Jokowi kembali ke Jakarta, ratusan sertifikat tersebut diambil kembali oleh oknum tertentu dan memaksa masyarakat membayar tebusan jutaan rupiah jika ingin sertifikat diambil.
"Keesokan harinya, saya 'memasukkan' empat oknum tersebut ke penjara sebagai contoh, dan alhamdulillah oknum yang lain secara bersama mengembalikan 1.700 sertifikat dalam waktu sehari yang kemudian saya bagikan kembali kepada masyarakat di sana," ungkapnya.
"Ini adalah beberapa catatan kecil secara langsung maupun tidak langsung selalu terlibat aktif untuk menuntaskan berbagai masalah krusial yang terjadi di negeri ini," tandasnya.
(Baca juga: Kondisi Politik di 2020 Diprediksi Berlangsung Dinamis)
Pengamat senior Intelijen Suhendra Hadikuntono mengatakan, sejatinya di balik itu banyak peristiwa lain yang terjadi di tahun ini, namun gemanya tertutup oleh ingar-bingar perhelatan Pilpres 2019.
"Dari berbagai peristiwa setidaknya ada lima peristiwa menarik yang saya catat dalam upaya merajut sabuk nusantara, pertama memberantas mafia sepak bola," kata Suhendra, Selasa (31/12/2019).
Akhirnya kata Suhendra, dibentuk Komite Perubahan Sepak Bola Nasionali (KPSN). KPSN adalah lembaga murni swadaya masyarakat dan independen. Atas inisiasi dan kerja keras KPSN, Polri akhirnya bisa meringkus 17 orang pengurus PSSI sebagai tersangka mafia sepak bola, dan ini sejarah.
"Belum pernah terjadi di belahan dunia mana pun pengurus federasi sepak bola dicokok oleh aparat kepolisian sedemikian banyaknya," ucapnya.
Kedua menurut Suhendra, mencegah gejolak para mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Pada awal Oktober 2019, publik digemparkan oleh berita bahwa Komnas HAM tiba-tiba berencana memanggil Muzakir Manaf, mantan Panglima GAM untuk suatu kasus di masa lalu. Sontak pemanggilan ini membuat internal GAM meradang dan bergejolak.
"Semua kekuatan GAM langsung siap siaga, dan kalau hal ini tidak diredam sudah pasti menimbulkan gejolak sosial, politik dan keamanan di Aceh. Segera memetakan masalah dan bersama tim bergerak cepat dalam dua kegiatan," ungkapnya
"Secara pribadi melakukan pendekatan kepada Wali Nanggroe Aceh Paduka Yang Mulia Tengku Malik Mahmud Al-Haythar untuk meyakinkan, bahwa apa yang dilakukan oleh Komnas HAM tersebut bukan mewakili kepentingan pemerintah pusat," sambungnya.
Lebih lanjut kata dia, syukur alhamdulillah, semua masalah dapat teratasi. Gejolak sosial politik dan keamanan di Aceh langsung mereda seketika, dan secara tidak sadar apa yang dilakukan tersebut menghindarkan pertumpahan darah yang tidak perlu terjadi.
"Ini adalah operasi intelijen senyap yang telah desain, sehingga terselesaikan dengan cepat dan efektif tanpa gejolak," ujarnya.
Peristiwa ketiga dijelaskan Suhendra yakni, merangkul separatis Papua. Suatu saat di bulan November 2019 tiba-tiba dirinya dihubungi oleh beberapa orang di Papua.
"Intinya ada seorang petingggi Organisasi Papua Merdeka (OPM) ingin bertemu. Pada waktu yang ditentukan akhirnya petingggi OPM tersebut bertemu di suatu tempat dan ia menceritakan apa yang terjadi di Papua serta meminta saya terlibat aktif membantu menyelesaikan masalah Papua," jelasnya.
Setelah bertemu dengan petinggi OPM tersebut menurut dia, setidaknya mempunyai perspektif baru tentang masalah Papua. Pada kesempatan yang terbaik nanti dirinya ingin bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Akan saya utarakan usulan penyelesaian masalah Papua dengan pendekatan yang lembut tanpa ingar-bingar suara tembakan senjata," tuturnya.
Peristiwa keempat yakni mencegah Indonesia dibawa ke Mahkamah Internasional oleh Vietnam terkait tragedi Anambas tahun 2013, di mana 90-an pelaku ilegal fishing yang merupakan warga negara Vietnam ditahan selama setahun tanpa proses hukum.
Kelima, pembagian sertifikat tanah gratis. Ketika Presiden Jokowi membagikan sertifikat gratis di Sumatera, tepatnya di Kabupaten Langkat, Sumut, begitu Pak Jokowi kembali ke Jakarta, ratusan sertifikat tersebut diambil kembali oleh oknum tertentu dan memaksa masyarakat membayar tebusan jutaan rupiah jika ingin sertifikat diambil.
"Keesokan harinya, saya 'memasukkan' empat oknum tersebut ke penjara sebagai contoh, dan alhamdulillah oknum yang lain secara bersama mengembalikan 1.700 sertifikat dalam waktu sehari yang kemudian saya bagikan kembali kepada masyarakat di sana," ungkapnya.
"Ini adalah beberapa catatan kecil secara langsung maupun tidak langsung selalu terlibat aktif untuk menuntaskan berbagai masalah krusial yang terjadi di negeri ini," tandasnya.
(maf)