Pakar Hukum Pidana Sebut Dakwaan KPK untuk Kasus Rommy Tidak Tepat
A
A
A
JAKARTA - Surat dakwaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebut Romahurmuziy (Rommy) bersama-sama dengan mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menerima suap tidak tepat. Sebab, frase “bersama-sama” dan bekerja sama hanya bisa digunakan untuk orang-orang yang saling berkaitan dan mempunyai kesamaan.
Contohnya untuk meloloskan suatu calon dalam sebuah seleksi, maka yang bekerja sama adalah orang-orang yang mempunyai kewenangan untuk melakukan seleksi.
“Kerja sama dalam penyerataan untuk penerimaan suap, katakanlah begitu, itu hanya mungkin terjadi bagi mereka yang sama-sama memiliki jabatan yang saling berkaitan. Bila tidak ada kaitan jabatan menurut saya tidak mungkin berada dalam konstruksi kerjasama,” kata Ahli hukum pidana Chairul Huda saat menjadi saksi ahli dalam sidang tindak pidana korupsi dengan terdakwa Rommy di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Rommy yang tidak mempunyai jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) tidak bisa disebut bersama-sama menerima suap dalam kasus jual-beli jabatan di lingkungan Kemenag. “Saya seringkali memberi contoh, tidak mungkin orang impoten turut ikut serta memperkosa, tidak mungkin karena dia tidak punya kapasitas,” jelas dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta ini.
Chairul juga menambahkan bahwa dalam peristiwa suap-menyuap, harus ada kesepakatan. Terlebih tentang kegiatan yang harus dilakukan atau tidak oleh penerima suap. “Sekali lagi pasal 12 huruf b (UU Tipikor) ini adalah penerimaan hadiah karena yang bersangkutan telah berbuat dan tidak berbuat sesuatu yang tidak bertentangan dengan kewajibannya,” jelasnya.
Contohnya untuk meloloskan suatu calon dalam sebuah seleksi, maka yang bekerja sama adalah orang-orang yang mempunyai kewenangan untuk melakukan seleksi.
“Kerja sama dalam penyerataan untuk penerimaan suap, katakanlah begitu, itu hanya mungkin terjadi bagi mereka yang sama-sama memiliki jabatan yang saling berkaitan. Bila tidak ada kaitan jabatan menurut saya tidak mungkin berada dalam konstruksi kerjasama,” kata Ahli hukum pidana Chairul Huda saat menjadi saksi ahli dalam sidang tindak pidana korupsi dengan terdakwa Rommy di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Rommy yang tidak mempunyai jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) tidak bisa disebut bersama-sama menerima suap dalam kasus jual-beli jabatan di lingkungan Kemenag. “Saya seringkali memberi contoh, tidak mungkin orang impoten turut ikut serta memperkosa, tidak mungkin karena dia tidak punya kapasitas,” jelas dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta ini.
Chairul juga menambahkan bahwa dalam peristiwa suap-menyuap, harus ada kesepakatan. Terlebih tentang kegiatan yang harus dilakukan atau tidak oleh penerima suap. “Sekali lagi pasal 12 huruf b (UU Tipikor) ini adalah penerimaan hadiah karena yang bersangkutan telah berbuat dan tidak berbuat sesuatu yang tidak bertentangan dengan kewajibannya,” jelasnya.
(poe)