ICW Nilai Vonis Rommy Jauh Lebih Rendah Dibandingkan dengan Vonis Kepala Desa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Rommy atas perkara suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemag).
Dalam amar putusannya, PT DKI menjatuhkan hukuman setahun pidana penjara dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan. Hukuman tersebut lebih ringan dari putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang menjatuhkan hukuman dua tahun pidana penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Menanggapi itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pengurangan hukuman di tingkat banding terhadap Rommy benar-benar mencoreng rasa keadilan di tengah masyarakat.
"Bahkan, putusan yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan putusan seorang Kepala Desa di Kabupaten Bekasi yang melakukan tindak pidana korupsi berupa pemerasan pada tahun 2019 yang lalu," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana saat dikonfirmasi, Jumat (24/4/2020).
"Kepala Desa itu divonis 4 tahun penjara karena terbukti melakukan pemerasan sebesar Rp30 juta. Sedangkan Romahurmuziy, berstatus sebagai mantan Ketua Umum Partai Politik, menerima suap lebih dari Rp300 juta, namun hanya diganjar dengan hukuman 1 tahun penjara," tandasnya.
Selain itu, kata Kurnia, vonis Rommy paling rendah jika dibandingkan dengan vonis-vonis mantan Ketua Umum Partai Politik lainnya. Misalnya, Luthfi Hasan Ishaq, mantan Presiden PKS (18 tahun penjara); Anas Urbaningrum, mantan Ketua Umum Partai Demokrat (14 tahun penjara); Suryadharma Ali, mantan Ketua Umum PPP (10 tahun penjara); dan Setya Novanto, mantan Ketua Umum Partai Golkar (15 tahun penjara).
"Seharusnya vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi itu bisa lebih berat dibandingkan dengan putusan di tingkat pertama. Bahkan akan lebih baik jika dalam putusan tersebut Hakim juga mencabut hak politik yang bersangkutan," tegasnya.
Maka dari itu, ICW mendesak agar KPK segera mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Vonis rendah semacam ini bukan lagi hal yang baru, sebab catatan ICW sepanjang tahun 2019 rata-rata vonis untuk terdakwa korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara;
"Dengan kondisi seperti ini, maka cita-cita Indonesia untuk bebas dari praktik korupsi tidak akan pernah tercapai," tuturnya.
Dalam amar putusannya, PT DKI menjatuhkan hukuman setahun pidana penjara dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan. Hukuman tersebut lebih ringan dari putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang menjatuhkan hukuman dua tahun pidana penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Menanggapi itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pengurangan hukuman di tingkat banding terhadap Rommy benar-benar mencoreng rasa keadilan di tengah masyarakat.
"Bahkan, putusan yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan putusan seorang Kepala Desa di Kabupaten Bekasi yang melakukan tindak pidana korupsi berupa pemerasan pada tahun 2019 yang lalu," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana saat dikonfirmasi, Jumat (24/4/2020).
"Kepala Desa itu divonis 4 tahun penjara karena terbukti melakukan pemerasan sebesar Rp30 juta. Sedangkan Romahurmuziy, berstatus sebagai mantan Ketua Umum Partai Politik, menerima suap lebih dari Rp300 juta, namun hanya diganjar dengan hukuman 1 tahun penjara," tandasnya.
Selain itu, kata Kurnia, vonis Rommy paling rendah jika dibandingkan dengan vonis-vonis mantan Ketua Umum Partai Politik lainnya. Misalnya, Luthfi Hasan Ishaq, mantan Presiden PKS (18 tahun penjara); Anas Urbaningrum, mantan Ketua Umum Partai Demokrat (14 tahun penjara); Suryadharma Ali, mantan Ketua Umum PPP (10 tahun penjara); dan Setya Novanto, mantan Ketua Umum Partai Golkar (15 tahun penjara).
"Seharusnya vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi itu bisa lebih berat dibandingkan dengan putusan di tingkat pertama. Bahkan akan lebih baik jika dalam putusan tersebut Hakim juga mencabut hak politik yang bersangkutan," tegasnya.
Maka dari itu, ICW mendesak agar KPK segera mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Vonis rendah semacam ini bukan lagi hal yang baru, sebab catatan ICW sepanjang tahun 2019 rata-rata vonis untuk terdakwa korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara;
"Dengan kondisi seperti ini, maka cita-cita Indonesia untuk bebas dari praktik korupsi tidak akan pernah tercapai," tuturnya.
(kri)