BNPT: Kearifan Lokal Mampu Tangkal Radikalisme
A
A
A
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melakukan riset pada tahun 2017 hingga 2018 sebagai basis pengambilan kebijakan dalam penanggulangan terorisme di Indonesia.
Riset BNPT tahun 2017 dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan 9.600 responden di 32 provinsi. Berdasarkan hasil riset ditemukan kearifan lokal dan kesejahteraan memiliki daya tangkal terhadap radikalisme dan terorisme.
Riset tahun 2018 dilakukan dengan pendekatan gabungan, kuantitatif dan kualitatif, atau lebih dikenal dengan mixed method. Data dikumpulkan melalui survei tatap muka terhadap 14.400 responden dari kalangan akademisi dan pelajar, dan juga Focuss Group Discussin dengan para tokoh budaya, agama, akademisi dan sosial yang ada di 32 provinsi.
Temuan utama riset 2018 di antaranya adalah bahwa kearifan lokal dianggap sebagai perekat masyarakat sekaligus dipercaya sebagai daya tangkal. Namun demikian, aspek penting kearifan lokal ini tidak dibarengi dengan dokumentasi yang utuh terhadap kearifan lokal di masyarakat.
Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius menilai pemahaman kearifan lokal efektif bagi yang sudah terpapar radikalisme dengan deradikalisasi maupun untuk pencegahan dengan kontraradekalisasi.
"Kalau yang sudah terpapar, deradikalisasi. Kalau yang belum terpapar, dengan kontraradekalisasi. Kita berikan pemahaman kepada mereka bagaimana wawasan kebangsaan tadi dengan kearifan lokal ternyata sangat efektif tapi belum maksimal nah kita coba mengumpulkan kembali apasih kearifan lokal di masing-masing daerah itu," ujar Suhardi dalam jumpa pers di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Selasa (10/12/2019).
Suhardi juga mengajak kepala daerah dan stakeholder terkait yang tergabung dalam
Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPP) untuk lebih giat membantu memberantas terorisme dengan mengenalkan kearifan lokal.
"Karena kearifan lokal jangan cuma dimaknai sebagai budaya, tapi ada nilai-nilai luhur masing-masing daerah itu, itu yang harus kita giatkan dengan FKPP sebagai ujung tombak," tuturnya.
Dari survei tersebut, indeks Internalisasi Kearifan Lokal secara nasional mencapai 36,63 pada skala 0-100. Indeks tersebut masuk dalam kategori rendah. Masyarakat yang lebih terdidik dan berpendapatan lebih tinggi cenderung memiliki indeks Internalisasi Kearifan Lokal lebih tinggi.
Dimensi Tingkat Kepercayaan masyarakat atas kearifan lokal memiliki indeks tertinggi dengan skor 57.78 (kategori sedang), kemudian diikuti oleh dimensi Wawasan Terkait Kearifan Lokal dengan skor 36.91 (kategori rendah), dan dimensi Keterlibatan Masyarakat dalam Pelestarian Kearifan Lokal dengan skor 16.20 (kategori sangat rendah).
Artinya kearifan lokal masih hanya diyakini “diimani” sebagai penangkal radikalisme di masyarakat namun wawasan dan praktik dalam pelestarian kearifan lokal masih rendah.
"FKPP belum maksimal karena masih tergantung dengan masing-masing kepala daerahnya nah mafaatkanlah FKPP sebagai kepanjangan tangan BNPT untuk mendapatkan masukan-masukan dari seluruh provinsi," kata Suhardi.
Secara metodologi, sampel dalam riset ini diambil dengan menggunakan Teknik Multistage Cluster Random Sampling dengan rumah tangga sebagai unit terkecil.
Data dikumpulkan melalui wawancara tatap muka kepada 15.360 responden di 32 provinsi, dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Kriteria responden adalah mereka yang berusia diatas 17 tahun. Secara nasional margin of error riset ini sebesar 0.79% pada selang kepercayaan 95%. Survey dilakukan pada bulan April-Juli 2019.
Riset BNPT tahun 2017 dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan 9.600 responden di 32 provinsi. Berdasarkan hasil riset ditemukan kearifan lokal dan kesejahteraan memiliki daya tangkal terhadap radikalisme dan terorisme.
Riset tahun 2018 dilakukan dengan pendekatan gabungan, kuantitatif dan kualitatif, atau lebih dikenal dengan mixed method. Data dikumpulkan melalui survei tatap muka terhadap 14.400 responden dari kalangan akademisi dan pelajar, dan juga Focuss Group Discussin dengan para tokoh budaya, agama, akademisi dan sosial yang ada di 32 provinsi.
Temuan utama riset 2018 di antaranya adalah bahwa kearifan lokal dianggap sebagai perekat masyarakat sekaligus dipercaya sebagai daya tangkal. Namun demikian, aspek penting kearifan lokal ini tidak dibarengi dengan dokumentasi yang utuh terhadap kearifan lokal di masyarakat.
Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius menilai pemahaman kearifan lokal efektif bagi yang sudah terpapar radikalisme dengan deradikalisasi maupun untuk pencegahan dengan kontraradekalisasi.
"Kalau yang sudah terpapar, deradikalisasi. Kalau yang belum terpapar, dengan kontraradekalisasi. Kita berikan pemahaman kepada mereka bagaimana wawasan kebangsaan tadi dengan kearifan lokal ternyata sangat efektif tapi belum maksimal nah kita coba mengumpulkan kembali apasih kearifan lokal di masing-masing daerah itu," ujar Suhardi dalam jumpa pers di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Selasa (10/12/2019).
Suhardi juga mengajak kepala daerah dan stakeholder terkait yang tergabung dalam
Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPP) untuk lebih giat membantu memberantas terorisme dengan mengenalkan kearifan lokal.
"Karena kearifan lokal jangan cuma dimaknai sebagai budaya, tapi ada nilai-nilai luhur masing-masing daerah itu, itu yang harus kita giatkan dengan FKPP sebagai ujung tombak," tuturnya.
Dari survei tersebut, indeks Internalisasi Kearifan Lokal secara nasional mencapai 36,63 pada skala 0-100. Indeks tersebut masuk dalam kategori rendah. Masyarakat yang lebih terdidik dan berpendapatan lebih tinggi cenderung memiliki indeks Internalisasi Kearifan Lokal lebih tinggi.
Dimensi Tingkat Kepercayaan masyarakat atas kearifan lokal memiliki indeks tertinggi dengan skor 57.78 (kategori sedang), kemudian diikuti oleh dimensi Wawasan Terkait Kearifan Lokal dengan skor 36.91 (kategori rendah), dan dimensi Keterlibatan Masyarakat dalam Pelestarian Kearifan Lokal dengan skor 16.20 (kategori sangat rendah).
Artinya kearifan lokal masih hanya diyakini “diimani” sebagai penangkal radikalisme di masyarakat namun wawasan dan praktik dalam pelestarian kearifan lokal masih rendah.
"FKPP belum maksimal karena masih tergantung dengan masing-masing kepala daerahnya nah mafaatkanlah FKPP sebagai kepanjangan tangan BNPT untuk mendapatkan masukan-masukan dari seluruh provinsi," kata Suhardi.
Secara metodologi, sampel dalam riset ini diambil dengan menggunakan Teknik Multistage Cluster Random Sampling dengan rumah tangga sebagai unit terkecil.
Data dikumpulkan melalui wawancara tatap muka kepada 15.360 responden di 32 provinsi, dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Kriteria responden adalah mereka yang berusia diatas 17 tahun. Secara nasional margin of error riset ini sebesar 0.79% pada selang kepercayaan 95%. Survey dilakukan pada bulan April-Juli 2019.
(dam)