Respons Tegas PDIP Terkait Eks Napi Koruptor Maju Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2010.
Dalam PKPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Dan/Atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota tersebut, tidak dicantumkan larangan bagi mantan terpidana korupsi untuk maju di Pilkada 2020.
(Baca juga: Ini Sikap Kemendagri Terkait Aturan Mantan Napi Korupsi Maju Pilkada)
Kendati begitu, sejumlah partai politik (parpol) memilih untuk tidak akan mencalonkan mantan napi koruptor. PDIP misalnya, telah membuat aturan internal yang melarang eks napi koruptor maju dalam Pilkada 2020.
"Kami membuka pendaftaran untuk semua orang. Siapapun tidak ada yang kita larang, kecuali mantan narapidana korupsi," ujar Wakil Sekjen DPP PDIP Bidang Program Pemerintahan Arif Wibowo kepada wartawan, Senin (9/12/2019).
Wakil Ketua Komisi II DPR ini mengatakan, larangan tersebut merupakan aturan internal partainya karena PDIP tidak mau calon kepala daerah atau wakil yang diusung dikenal buruk di mata masyarakat.
"Kami sangat mempertimbangkan track record. Soal track record itu penting bagi kita," urainya.
Arif mengatakan, saat ini PDIP sedang dalam tahapan melakukan fit and proper test terhadap para calon kepala daerah atau wakilnya yang dilakukan oleh DPD dan DPP. Setelah itu dilanjutkan dengan tes psikologis dan tertulis.
Selanjutnya, DPP akan melakukan konsolidasi ke dalam dan melakukan survey elektabilitas atas setiap calon yang akan diusung. "Jadi masih jauh. Nanti keputusannya ada di DPP. DPP belum ada rapat apapun yang memutuskan pasangan calon," katanya.
Di sejumlah daerah kata Arif, rekomendasi untuk calon kepala daerah kemungkinan akan dikeluarkan pada Januari mendatang. Setelah itu, juga akan dilakukan penjajakan koalisi dengan parpol lainnya.
"Masih banyak tahapannya. Direkomendasi partai tapi misalnya kita harus koalisi, buat apa juga direkomendasi, kan enggak bisa maju itu," urainya.
Arif menegaskan, rekomendasi pencalonan akan dikeluarkan oleh DPP setelah dilakukan rapat. Selain itu, juga ada rekomendasi yang disampaikan melalui keputusan Megawati Soekarnoputri selaku ketua umum.
"Dalam hal khusus keputusan Bu Mega, tapi secara umum adalah rapat DPP yang di dalamnya ada Bu Mega," tuturnya.
Dalam PKPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Dan/Atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota tersebut, tidak dicantumkan larangan bagi mantan terpidana korupsi untuk maju di Pilkada 2020.
(Baca juga: Ini Sikap Kemendagri Terkait Aturan Mantan Napi Korupsi Maju Pilkada)
Kendati begitu, sejumlah partai politik (parpol) memilih untuk tidak akan mencalonkan mantan napi koruptor. PDIP misalnya, telah membuat aturan internal yang melarang eks napi koruptor maju dalam Pilkada 2020.
"Kami membuka pendaftaran untuk semua orang. Siapapun tidak ada yang kita larang, kecuali mantan narapidana korupsi," ujar Wakil Sekjen DPP PDIP Bidang Program Pemerintahan Arif Wibowo kepada wartawan, Senin (9/12/2019).
Wakil Ketua Komisi II DPR ini mengatakan, larangan tersebut merupakan aturan internal partainya karena PDIP tidak mau calon kepala daerah atau wakil yang diusung dikenal buruk di mata masyarakat.
"Kami sangat mempertimbangkan track record. Soal track record itu penting bagi kita," urainya.
Arif mengatakan, saat ini PDIP sedang dalam tahapan melakukan fit and proper test terhadap para calon kepala daerah atau wakilnya yang dilakukan oleh DPD dan DPP. Setelah itu dilanjutkan dengan tes psikologis dan tertulis.
Selanjutnya, DPP akan melakukan konsolidasi ke dalam dan melakukan survey elektabilitas atas setiap calon yang akan diusung. "Jadi masih jauh. Nanti keputusannya ada di DPP. DPP belum ada rapat apapun yang memutuskan pasangan calon," katanya.
Di sejumlah daerah kata Arif, rekomendasi untuk calon kepala daerah kemungkinan akan dikeluarkan pada Januari mendatang. Setelah itu, juga akan dilakukan penjajakan koalisi dengan parpol lainnya.
"Masih banyak tahapannya. Direkomendasi partai tapi misalnya kita harus koalisi, buat apa juga direkomendasi, kan enggak bisa maju itu," urainya.
Arif menegaskan, rekomendasi pencalonan akan dikeluarkan oleh DPP setelah dilakukan rapat. Selain itu, juga ada rekomendasi yang disampaikan melalui keputusan Megawati Soekarnoputri selaku ketua umum.
"Dalam hal khusus keputusan Bu Mega, tapi secara umum adalah rapat DPP yang di dalamnya ada Bu Mega," tuturnya.
(maf)