Sengketa Lahan, Putusan MA Dinilai Akan Beri Kepastian Hukum
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menginstruksikan kepada para menteri dan jajarannya agar konflik lahan di sejumlah daerah dapat segera diselesaikan.
Hal ini menjadi cermin terkait kasus yang berawal dari Frans Bambang Siswanto (FBS) sekira tahun 1991 membeli lahan di daerah Pantai Geger, Kuta Selatan Badung, seluas 11 ribu meter persegi atau sekitar 1,1 hektare.
Aset FBS ini diatasnamakan Made Sumantra, namun di atas itu ada perjanjian dan kuasa yang menyatakan aset itu milik FBS. Rencananya lahan itu akan dibagi dua, untuk hari tua Made Sumantra.
Sertifikat aslinya masih dipegang oleh FBS. Ternyata diam-diam, fotokopi sertifikat yang dipegang oleh Sumantra dimohonkan sertifikat lagi dengan alasan hilang. Hingga akhirnya terbit sertifikat Salinan dari BPN.
Kemudian Pengadilan Negeri (PN) Denpasar punya catatan terkait dengan salinan putusan, tahun 2015 silam sempat geger karena salinan putusan kasus besar hilang. Kali ini kembali terjadi, salinan putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) terkait kasus Made Sumantra semakin misterius.
Menurut Penjelasan Kuasa Hukum Ahli Waris FBS (Frans Bambang Siswanto) Michael A. Wirasasmita, pada 31 Juli 2019 pihaknya mendapatkan informasi melalui Pencarian Situs MA diumumkan Perkara Pidana MA Nomor 719 K/PID/2019 telah diputuskan dengan amar TOLAK.
Sebelumnya, pada 22 Oktober 2018 pihaknya juga mengirimkan permohonan salinan resmi putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 15/PID/2019/PT Dps Tanggal 24 April 2019 dan Putusan MA Nomor 719 K/PID/2019 Tanggal 31 Juli 2019 ke PN Denpasar.
"Namun Oktober 2019 lalu, kami mendapatkan penjelasan, bahwa pihak Pengadilan Negeri Denpasar belum menerima berkas Putusan MA Nomor 719 K/PID/2019 Tanggal 31 Juli 2019 tersebut," jelas Michael kemarin.
Dengan kondisi ini, pada 30 Oktober 2019 kembali bergerak dan pihaknya sudah mendapatkan atau menerima Salinan Resmi Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 15/PID/2019/PT. selain itu juga mendapatkan Penjelasan Bahwa PN Dps tetap belum menerima berkas Putusan MA Nomor 719 K/PID/2019 Tanggal 31 Juli 2019.
"Jadi tetap belum sampai salinan putusan dari MA, namun kami tidak diam. Apakah benar belum sampai ke PN Denpasar, atau memang MA sudah mengirimkan. Ini yang harus jelas," imbuhnya.
Dengan kondisi ini, pihaknya bersurat ke MA untuk mengrimkan berkas putusan MA Nomor 719K/PID/2019 ke PN Denpasar surat ini sudah dilayangkan 30 Oktober 2019.
"Namun hingga saat ini, saya selaku Kuasa Hukum ahli waris FBS masih belum mendapatkan jawaban dari MA. Salinan putusan ini semakin misterius saja," tegasnya.
Dengan fakta-fakta ini, pihaknya berharap ada kejelasan hukum. Apalagi ini menyebut dengan langkah-langkah hukum lanjutan, misalnya pijak Jaksa perlu salinan putusan itu untuk mengeksekusi kasus ini. Pihak ahli waris juga memerlukan salinan itu, untuk alat bukti dalam perkara perdata kelanjutan dari kasus tersebut.
"Lembaga sekelas MA mesti memberikan kepastian hukum. Kami berharap segera salinan putusan Made Sumantra segera kami dapatkan," pungkasnya.
Sebelumnya, Tim Jaksa kasus Sumantra yaitu Ketut Sujaya juga kesulitan mendapatkan salinan putusan. Sujaya memastikan bahwa kasasi Sumantra sudah ditolak dan MA tetap menghukum terdakwa Sumantra dengan hukuman 6 tahun.
Sujaya mengatakan, yang menjadi masalah adalah ketika Jaksa sudah terus bertanya ke Panitra PN Denpasar terkait dengan Salinan atas putusan ini. Sampai saat ini belum diterima dan Jaksa belum mendapatkannya. Dengan kondisi ini, pihaknya mengaku tidak bisa melakukan eksekusi atas kasus ini.
Singkat cerita dengan sertifikat Salinan inilah, Sumantra menjual tanah ini ke Hotel Mulia Bali dan akhirnya sudah terbangun hotel. Belakangan FBS baru ingat jika sempat membeli lahan di sekitaran Pantai Geger.
Setelah ditelusuri, ternyata sudah jual oleh Sumantra dan menjadi Hotel Mulia Bali. Merasa aneh, karena sertifikat aslinya masih dipegang, akhirnya FBS melaporkan Sumantra ke Polda Bali. Laporannya terkait keterangan palsu terhadap surat otentik (Sertifikat) yang berada di Hotel Mulia Bali.
Kasus ini sudah vonis PN Denpasar Nomor 1333/Pid.B/2018/PN Dps tanggal 25 Feb 2019 divonis 4 tahun dan MS banding, kemudian PT berdasarkan Putusan PT Denpasar Nomor 15/Pid/2019/PT Dps tanggal 24 April 2019 ditingkatkan hukumannya menjadi 6 tahun.
Dengan kondisi ini pihak Sumantra menempuh kasasi. Selanjutnya FBS melanjutkan gugatan perdata terhadap Sumantra, dan akhirnya Hotel Mulia Bali juga menjadi Penggugat Intervensi. Dalam proses sidang perdata ini, FBS meninggal dunia.
Ahli waris memutuskan untuk mengehentikan gugatan ini, lantaran masih dalam duka mendalam. Namun PN Denpasar melalui hakim yang memimpin sidang ini Dewa Budi Watsara tetap inggin melanjutkan sidang, walaupun mengabulkan pencabutan gugatan dari ahli waris FBS.
Artinya, hakim melanjutkan sidang dengan Penggugat Intervensi dan tergugat Made Sumantra. Sikap hakim aneh ini memicu perdebatan sengi tantara hakim dan pengacara ahli waris yaitu Willing Learned.
Hingga akhirnya ahli waris diberikan menanggapi gugatan intervensi Hotel Mulia Bali dan pihak ahli waris akhirnya memilih untuk melanjutkan sidang alias memutuskan berjuang penuh walaupun sebelumnya memilih mundur.
Hal ini menjadi cermin terkait kasus yang berawal dari Frans Bambang Siswanto (FBS) sekira tahun 1991 membeli lahan di daerah Pantai Geger, Kuta Selatan Badung, seluas 11 ribu meter persegi atau sekitar 1,1 hektare.
Aset FBS ini diatasnamakan Made Sumantra, namun di atas itu ada perjanjian dan kuasa yang menyatakan aset itu milik FBS. Rencananya lahan itu akan dibagi dua, untuk hari tua Made Sumantra.
Sertifikat aslinya masih dipegang oleh FBS. Ternyata diam-diam, fotokopi sertifikat yang dipegang oleh Sumantra dimohonkan sertifikat lagi dengan alasan hilang. Hingga akhirnya terbit sertifikat Salinan dari BPN.
Kemudian Pengadilan Negeri (PN) Denpasar punya catatan terkait dengan salinan putusan, tahun 2015 silam sempat geger karena salinan putusan kasus besar hilang. Kali ini kembali terjadi, salinan putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) terkait kasus Made Sumantra semakin misterius.
Menurut Penjelasan Kuasa Hukum Ahli Waris FBS (Frans Bambang Siswanto) Michael A. Wirasasmita, pada 31 Juli 2019 pihaknya mendapatkan informasi melalui Pencarian Situs MA diumumkan Perkara Pidana MA Nomor 719 K/PID/2019 telah diputuskan dengan amar TOLAK.
Sebelumnya, pada 22 Oktober 2018 pihaknya juga mengirimkan permohonan salinan resmi putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 15/PID/2019/PT Dps Tanggal 24 April 2019 dan Putusan MA Nomor 719 K/PID/2019 Tanggal 31 Juli 2019 ke PN Denpasar.
"Namun Oktober 2019 lalu, kami mendapatkan penjelasan, bahwa pihak Pengadilan Negeri Denpasar belum menerima berkas Putusan MA Nomor 719 K/PID/2019 Tanggal 31 Juli 2019 tersebut," jelas Michael kemarin.
Dengan kondisi ini, pada 30 Oktober 2019 kembali bergerak dan pihaknya sudah mendapatkan atau menerima Salinan Resmi Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 15/PID/2019/PT. selain itu juga mendapatkan Penjelasan Bahwa PN Dps tetap belum menerima berkas Putusan MA Nomor 719 K/PID/2019 Tanggal 31 Juli 2019.
"Jadi tetap belum sampai salinan putusan dari MA, namun kami tidak diam. Apakah benar belum sampai ke PN Denpasar, atau memang MA sudah mengirimkan. Ini yang harus jelas," imbuhnya.
Dengan kondisi ini, pihaknya bersurat ke MA untuk mengrimkan berkas putusan MA Nomor 719K/PID/2019 ke PN Denpasar surat ini sudah dilayangkan 30 Oktober 2019.
"Namun hingga saat ini, saya selaku Kuasa Hukum ahli waris FBS masih belum mendapatkan jawaban dari MA. Salinan putusan ini semakin misterius saja," tegasnya.
Dengan fakta-fakta ini, pihaknya berharap ada kejelasan hukum. Apalagi ini menyebut dengan langkah-langkah hukum lanjutan, misalnya pijak Jaksa perlu salinan putusan itu untuk mengeksekusi kasus ini. Pihak ahli waris juga memerlukan salinan itu, untuk alat bukti dalam perkara perdata kelanjutan dari kasus tersebut.
"Lembaga sekelas MA mesti memberikan kepastian hukum. Kami berharap segera salinan putusan Made Sumantra segera kami dapatkan," pungkasnya.
Sebelumnya, Tim Jaksa kasus Sumantra yaitu Ketut Sujaya juga kesulitan mendapatkan salinan putusan. Sujaya memastikan bahwa kasasi Sumantra sudah ditolak dan MA tetap menghukum terdakwa Sumantra dengan hukuman 6 tahun.
Sujaya mengatakan, yang menjadi masalah adalah ketika Jaksa sudah terus bertanya ke Panitra PN Denpasar terkait dengan Salinan atas putusan ini. Sampai saat ini belum diterima dan Jaksa belum mendapatkannya. Dengan kondisi ini, pihaknya mengaku tidak bisa melakukan eksekusi atas kasus ini.
Singkat cerita dengan sertifikat Salinan inilah, Sumantra menjual tanah ini ke Hotel Mulia Bali dan akhirnya sudah terbangun hotel. Belakangan FBS baru ingat jika sempat membeli lahan di sekitaran Pantai Geger.
Setelah ditelusuri, ternyata sudah jual oleh Sumantra dan menjadi Hotel Mulia Bali. Merasa aneh, karena sertifikat aslinya masih dipegang, akhirnya FBS melaporkan Sumantra ke Polda Bali. Laporannya terkait keterangan palsu terhadap surat otentik (Sertifikat) yang berada di Hotel Mulia Bali.
Kasus ini sudah vonis PN Denpasar Nomor 1333/Pid.B/2018/PN Dps tanggal 25 Feb 2019 divonis 4 tahun dan MS banding, kemudian PT berdasarkan Putusan PT Denpasar Nomor 15/Pid/2019/PT Dps tanggal 24 April 2019 ditingkatkan hukumannya menjadi 6 tahun.
Dengan kondisi ini pihak Sumantra menempuh kasasi. Selanjutnya FBS melanjutkan gugatan perdata terhadap Sumantra, dan akhirnya Hotel Mulia Bali juga menjadi Penggugat Intervensi. Dalam proses sidang perdata ini, FBS meninggal dunia.
Ahli waris memutuskan untuk mengehentikan gugatan ini, lantaran masih dalam duka mendalam. Namun PN Denpasar melalui hakim yang memimpin sidang ini Dewa Budi Watsara tetap inggin melanjutkan sidang, walaupun mengabulkan pencabutan gugatan dari ahli waris FBS.
Artinya, hakim melanjutkan sidang dengan Penggugat Intervensi dan tergugat Made Sumantra. Sikap hakim aneh ini memicu perdebatan sengi tantara hakim dan pengacara ahli waris yaitu Willing Learned.
Hingga akhirnya ahli waris diberikan menanggapi gugatan intervensi Hotel Mulia Bali dan pihak ahli waris akhirnya memilih untuk melanjutkan sidang alias memutuskan berjuang penuh walaupun sebelumnya memilih mundur.
(maf)