Spirit Gotong Royong: Solusi Atasi Tantangan Perpajakan Global
A
A
A
John Hutagaol
Direktur Perpajakan Internasional
pada Direktorat Jenderal Pajak
" .... seorang sahabat mengatakan kepada saya pada acara Konferensi Internasional Zakat & Pajak 2019 di Riyadh, Arab Saudi, bahwa tantangan global perpajakan saat ini sangat kompleks dan semakin menantang dan hanya dapat diselesaikan secara bersama-sama".
Permasalahan Global dan Dampaknya
Transformasi lanskap perpajakan internasional dianggap sebagai pemicu lahirnya permasalahan global yang terjadi saat ini (the current tax global challenges ), yaitu penghindaran maupun pengelakan pajak secara agresif atau sering disebut sebagai Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). Pengaruh disrupsi dari BEPS adalah tergerusnya basis pemajakan suatu negara yang mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan pajak suatu negara (tax revenue forgone ) dan tergerusnya kepercayaan atas sistem perpajakan suatu negara.
Permasalahan BEPS ternyata sudah akut, ibarat virus yang mematikan, dan telah menyebar hampir ke seluruh dunia, tidak terkecuali negara maju dan negara berkembang. Mengobatinya tidak bisa dengan cara yang lazim atau konvensional (seperti pendekatan unilateral maupun bilateral), tetapi diperlukan terapi khusus yang berbeda, yaitu menyelesaikannya secara bersama-sama dengan spirit gotong royong.
Kerja Sama dan Kolaborasi Internasional
Bila permasalahan global saat ini diselesaikan secara sepihak, misalnya dengan melakukan unilateral measure, maka akan menimbulkan persoalan baru yaitu pengenaan pajak berganda (double taxation ) dan distorsi atas lingkungan ekonomi dan usaha secara global maupun regional. Sebagai contoh yang saat ini terjadi, terdapat kebijakan pemajakan atas penghasilan dari transaksi ekonomi digital, di mana ada beberapa negara (misalnya Inggris dan Prancis), sudah menerapkannya secara sepihak. Tindakan unilateral measure tersebut dapat menimbulkan dampak yang luas atas iklim usaha ekonomi digital.
Dalam berbagai forum internasional, yang terakhir adalah Zakat & Tax Conference yang diselenggarakan oleh Otoritas Zakat & Pajak Kerajaan Arab Saudi pada 13-14 November 2019, timbul kekhawatiran atas dampak tindakan unilateral measure yang disampaikan oleh beberapa peserta bila konsensus global atas pemajakan digital tidak terealisasi pada Juli 2020. Mereka menyarankan perlunya Plan B atau C untuk mengamankan konsensus global tersebut.
Suka atau tidak, spirit gotong royong yang mengedepankan kebersamaan pada level internasional merupakan alternatif solusi terbaik untuk menyelesaikan tantangan global saat ini. Spirit gotong royong dimaksud dapat berupa kerja sama dan kolaborasi perpajakan internasional.
Kerja sama dan kolaborasi internasional bertujuan membangun fondasi kerja sama internasional yang solid sesama otoritas pajak dalam merespons tantangan terkini yang dihadapi oleh seluruh atau hampir seluruh negara/yurisdiksi, misalnya dampak disrupsi digital, penghindaran pajak, harmful tax competition , underground economy , illicit funds , pengenaan pajak berganda, pengembangan kapasitas pegawai, dan digitalisasi administrasi pajak. Tantangan di atas tersebut tidak mungkin dapat terselesaikan secara efektif tanpa melalui kerja sama dan kolaborasi internasional.
Format Kerja Sama, Kolaborasi , dan Kendala
Format kerja sama dan kolaborasi internasional sangat bervariasi, ada yang meliputi pengembangan kapasitas pegawai dan saling bertukar pengalaman, misalnya SGATAR, South Center, ATAF, ATAIC, dan BRITACOM. Namun, ada yang ruang lingkupnya lebih luas mencakup penelitian dan survei, perumusan standar dan norma pajak, bantuan teknis dan program penempatan pegawai (secondment ), misalnya Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes (Global Forum) dan the Inclusive Framework on BEPS (IF).
Global Forum (saat ini beranggotakan 158 negara/yurisdiksi), yang pada November 2019 ini berusia genap 10 tahun, mendorong terwujudnya keterbukaan informasi keuangan untuk tujuan pajak melalui pertukaran informasi keuangan (Exchange of Information ). Saat ini telah diterapkan secara global tiga jenis pertukaran informasi, yaitu pertukaran informasi berdasarkan permintaan (EOI on Request ), pertukaran informasi secara otomatis (salah satu jenisnya adalah pertukaran informasi rekening keuangan secara otomatis/Automatic EOI ), dan pertukaran informasi secara spontan (spontaneous EOI ).
Keanggotaan (membership ) Global Forum maupun IF bersifat terbuka (inclusive ), namun ada pula organisasi/kerja sama internasional yang keanggotaannya berdasarkan letak geografis, misalnya kawasan atau regional, contohnya SGATAR (Study Group on Asian Tax Administration and Research ) untuk kawasan Asia dan Pasifik, ATAF (African Tax Admisnitration Forum ) untuk Kawasan Afrika, dan CIAT (Inter-American Center for Tax Administrations ) untuk kawasan Amerika Tengah dan Latin.
Forum internasional seperti Global Forum mensyaratkan kesetaraan (level of playing field ) bagi setiap anggotanya. Misalnya untuk berpartisipasi dalam Automatic EOI (AEOI), setiap anggota harus menyatakan komitmennya dan memenuhi persyaratan berupa tersedianya ketentuan domestik, telah menandatangani instrumen hukum internasional, sistem transmisi data yang kredibel, serta keamanan dan kerahasiaan data yang memenuhi persyaratan. Pada periode tertentu, Sekretariat Global Forum mengoordinasikan pelaksanaan peer review dan assessment untuk menguji kepatuhan masing-masing anggota.
Berhubung kondisi masing-masing anggota bervariasi, misalnya negara/yurisdiksi maju (developed jurisdictions ) dengan yang berkembang (developing jurisdictions ), dan G-20/OECD dengan Non G-20/OECD, persyaratan kesetaraan menjadi kendala bagi anggota tertentu antara lain karena keterbatasan dalam regulasi (legislation framework ), sumber daya manusia, dan infrastruktur.
Peran G-20 dan OECD dalam kerja sama global
Efektivitas dan arah kerja sama internasional dalam merespons tantangan global saat ini tidak terlepas dari peran dan pengaruh pemimpin G-20. Misalnya pada London Leader Summit 2009, lahirlah semangat keterbukaan informasi keuangan untuk tujuan pajak dan berakhirnya rahasia perbankan (banking secrecy ) untuk tujuan pajak.
Selanjutnya G-20 memberikan mandat kepada OECD untuk menindaklanjutinya dengan memfasilitasi terbentuknya Global Forum, yang keanggotaannya bersifat terbuka dan partisipasi anggota dalam menyusun standar global dengan hak suara yang sama (equal footing ) dan memutuskannya secara bersama-sama (consensus ) sebagai standar global (deliverables ).
Selain itu, G-20 bersama OECD berperan aktif dalam mengefektifkan kerja sama global untuk merespons makin maraknya praktik penghindaran pajak dari transaksi lintas negara/yurisdiksi (offshore tax avoidance and evasion ). Misalnya terbentuknya the Inclusive Framework on BEPS (IF), yang keanggotaannya bersifat terbuka dan memiliki hak suara yang sama (equal footing ) dalam memutuskan usulan standar pajak pada masing-masing rencana aksi BEPS.
Kesimpulan
Transformasi lanskap pajak internasional menimbulkan tantangan global yang semakin kompleks dan menantang mulai praktik penghindaran pajak dan pengalihan laba ke low tax jurisdiction , dampak disrupsi dari digital, keterbukaan informasi keuangan, hingga pengembangan kapasitas pegawai dan praktik pengelakan pajak.
Spirit gotong royong yang melekat dalam kerja sama dan kolaborasi internasional merupakan kekuatan yang ampuh dalam membangun "kebersamaan" untuk memitigasi risiko yang timbul dan memberikan solusi atas tantangan global perpajakan saat ini.
Direktur Perpajakan Internasional
pada Direktorat Jenderal Pajak
" .... seorang sahabat mengatakan kepada saya pada acara Konferensi Internasional Zakat & Pajak 2019 di Riyadh, Arab Saudi, bahwa tantangan global perpajakan saat ini sangat kompleks dan semakin menantang dan hanya dapat diselesaikan secara bersama-sama".
Permasalahan Global dan Dampaknya
Transformasi lanskap perpajakan internasional dianggap sebagai pemicu lahirnya permasalahan global yang terjadi saat ini (the current tax global challenges ), yaitu penghindaran maupun pengelakan pajak secara agresif atau sering disebut sebagai Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). Pengaruh disrupsi dari BEPS adalah tergerusnya basis pemajakan suatu negara yang mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan pajak suatu negara (tax revenue forgone ) dan tergerusnya kepercayaan atas sistem perpajakan suatu negara.
Permasalahan BEPS ternyata sudah akut, ibarat virus yang mematikan, dan telah menyebar hampir ke seluruh dunia, tidak terkecuali negara maju dan negara berkembang. Mengobatinya tidak bisa dengan cara yang lazim atau konvensional (seperti pendekatan unilateral maupun bilateral), tetapi diperlukan terapi khusus yang berbeda, yaitu menyelesaikannya secara bersama-sama dengan spirit gotong royong.
Kerja Sama dan Kolaborasi Internasional
Bila permasalahan global saat ini diselesaikan secara sepihak, misalnya dengan melakukan unilateral measure, maka akan menimbulkan persoalan baru yaitu pengenaan pajak berganda (double taxation ) dan distorsi atas lingkungan ekonomi dan usaha secara global maupun regional. Sebagai contoh yang saat ini terjadi, terdapat kebijakan pemajakan atas penghasilan dari transaksi ekonomi digital, di mana ada beberapa negara (misalnya Inggris dan Prancis), sudah menerapkannya secara sepihak. Tindakan unilateral measure tersebut dapat menimbulkan dampak yang luas atas iklim usaha ekonomi digital.
Dalam berbagai forum internasional, yang terakhir adalah Zakat & Tax Conference yang diselenggarakan oleh Otoritas Zakat & Pajak Kerajaan Arab Saudi pada 13-14 November 2019, timbul kekhawatiran atas dampak tindakan unilateral measure yang disampaikan oleh beberapa peserta bila konsensus global atas pemajakan digital tidak terealisasi pada Juli 2020. Mereka menyarankan perlunya Plan B atau C untuk mengamankan konsensus global tersebut.
Suka atau tidak, spirit gotong royong yang mengedepankan kebersamaan pada level internasional merupakan alternatif solusi terbaik untuk menyelesaikan tantangan global saat ini. Spirit gotong royong dimaksud dapat berupa kerja sama dan kolaborasi perpajakan internasional.
Kerja sama dan kolaborasi internasional bertujuan membangun fondasi kerja sama internasional yang solid sesama otoritas pajak dalam merespons tantangan terkini yang dihadapi oleh seluruh atau hampir seluruh negara/yurisdiksi, misalnya dampak disrupsi digital, penghindaran pajak, harmful tax competition , underground economy , illicit funds , pengenaan pajak berganda, pengembangan kapasitas pegawai, dan digitalisasi administrasi pajak. Tantangan di atas tersebut tidak mungkin dapat terselesaikan secara efektif tanpa melalui kerja sama dan kolaborasi internasional.
Format Kerja Sama, Kolaborasi , dan Kendala
Format kerja sama dan kolaborasi internasional sangat bervariasi, ada yang meliputi pengembangan kapasitas pegawai dan saling bertukar pengalaman, misalnya SGATAR, South Center, ATAF, ATAIC, dan BRITACOM. Namun, ada yang ruang lingkupnya lebih luas mencakup penelitian dan survei, perumusan standar dan norma pajak, bantuan teknis dan program penempatan pegawai (secondment ), misalnya Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes (Global Forum) dan the Inclusive Framework on BEPS (IF).
Global Forum (saat ini beranggotakan 158 negara/yurisdiksi), yang pada November 2019 ini berusia genap 10 tahun, mendorong terwujudnya keterbukaan informasi keuangan untuk tujuan pajak melalui pertukaran informasi keuangan (Exchange of Information ). Saat ini telah diterapkan secara global tiga jenis pertukaran informasi, yaitu pertukaran informasi berdasarkan permintaan (EOI on Request ), pertukaran informasi secara otomatis (salah satu jenisnya adalah pertukaran informasi rekening keuangan secara otomatis/Automatic EOI ), dan pertukaran informasi secara spontan (spontaneous EOI ).
Keanggotaan (membership ) Global Forum maupun IF bersifat terbuka (inclusive ), namun ada pula organisasi/kerja sama internasional yang keanggotaannya berdasarkan letak geografis, misalnya kawasan atau regional, contohnya SGATAR (Study Group on Asian Tax Administration and Research ) untuk kawasan Asia dan Pasifik, ATAF (African Tax Admisnitration Forum ) untuk Kawasan Afrika, dan CIAT (Inter-American Center for Tax Administrations ) untuk kawasan Amerika Tengah dan Latin.
Forum internasional seperti Global Forum mensyaratkan kesetaraan (level of playing field ) bagi setiap anggotanya. Misalnya untuk berpartisipasi dalam Automatic EOI (AEOI), setiap anggota harus menyatakan komitmennya dan memenuhi persyaratan berupa tersedianya ketentuan domestik, telah menandatangani instrumen hukum internasional, sistem transmisi data yang kredibel, serta keamanan dan kerahasiaan data yang memenuhi persyaratan. Pada periode tertentu, Sekretariat Global Forum mengoordinasikan pelaksanaan peer review dan assessment untuk menguji kepatuhan masing-masing anggota.
Berhubung kondisi masing-masing anggota bervariasi, misalnya negara/yurisdiksi maju (developed jurisdictions ) dengan yang berkembang (developing jurisdictions ), dan G-20/OECD dengan Non G-20/OECD, persyaratan kesetaraan menjadi kendala bagi anggota tertentu antara lain karena keterbatasan dalam regulasi (legislation framework ), sumber daya manusia, dan infrastruktur.
Peran G-20 dan OECD dalam kerja sama global
Efektivitas dan arah kerja sama internasional dalam merespons tantangan global saat ini tidak terlepas dari peran dan pengaruh pemimpin G-20. Misalnya pada London Leader Summit 2009, lahirlah semangat keterbukaan informasi keuangan untuk tujuan pajak dan berakhirnya rahasia perbankan (banking secrecy ) untuk tujuan pajak.
Selanjutnya G-20 memberikan mandat kepada OECD untuk menindaklanjutinya dengan memfasilitasi terbentuknya Global Forum, yang keanggotaannya bersifat terbuka dan partisipasi anggota dalam menyusun standar global dengan hak suara yang sama (equal footing ) dan memutuskannya secara bersama-sama (consensus ) sebagai standar global (deliverables ).
Selain itu, G-20 bersama OECD berperan aktif dalam mengefektifkan kerja sama global untuk merespons makin maraknya praktik penghindaran pajak dari transaksi lintas negara/yurisdiksi (offshore tax avoidance and evasion ). Misalnya terbentuknya the Inclusive Framework on BEPS (IF), yang keanggotaannya bersifat terbuka dan memiliki hak suara yang sama (equal footing ) dalam memutuskan usulan standar pajak pada masing-masing rencana aksi BEPS.
Kesimpulan
Transformasi lanskap pajak internasional menimbulkan tantangan global yang semakin kompleks dan menantang mulai praktik penghindaran pajak dan pengalihan laba ke low tax jurisdiction , dampak disrupsi dari digital, keterbukaan informasi keuangan, hingga pengembangan kapasitas pegawai dan praktik pengelakan pajak.
Spirit gotong royong yang melekat dalam kerja sama dan kolaborasi internasional merupakan kekuatan yang ampuh dalam membangun "kebersamaan" untuk memitigasi risiko yang timbul dan memberikan solusi atas tantangan global perpajakan saat ini.
(zil)