14 Keuntungan Munas Golkar Secara Musyawarah Versi EmrusCorner
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner, Emrus Sihombing menilai, musyawarah nasional (Munas) Partai Golkar awal Desember 2019 nanti jauh lebih baik menggunakan mekanisme musyawarah daripada voting. Menurut dia, setidaknya ada 14 keuntungan dengan musyawarah.
Pertama, musyawarah sesuai dengan budaya demokrasi ke-Indonesia-an. Kedua, benar-benar bebasis pada sila ke-empat dari Pancasila dan pembukaan UUD. Ketiga, memperkecil atau meniadakan polarisasi di internal partai. "Keempat, mencegah konflik di internal partai," ujar Emrus dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Senin (18/11/2019).
Kelima, reputasi Partai Golkar tetap terjaga dengan baik di tengah masyatakat. Keenam, memelihara soliditas di internal partai. Ketujuh, mencegah munculnya dua "nakhoda". Kedelapan, memelihara kekompakan di internal partai terutama menghadapi Pilkada 2020.
Kesembilan, biaya politik lebih murah. Kesepuluh, meniadakan kemungkikanan praktek politik karena tawaran "logistik" yang lebih besar, sehingga menjadi fokus pada perjuangan politik. Kesebelas, mampu merumuskan politik kebersamaan. Keduabelas, mampu mengakomodasi pemikiran dan program dari setiap aspirasi pemilik hak suara.
Ketigabelas, mengedepankan komunikasi politik dialogis. Keempatbelas, menghindari politik "menang-kalah" antar faksi. "Bagaimana dengan voting? Selain berpotensi kemungkinan munculnya kebalikan dari 14 point bila dengan musyawarah, maka sistem voting menjadi lebih dekat dengan demokrasi liberal daripada demokrasi ke-Indonesia-an, yaitu musyawarah mufakat," katanya.
Jadi dia mengusulkan agar Munas Golkar sejatinya melalui musyawarah mufakat. "Jika tidak dengan musyawarah (tetap ngotot dengan voting), maka terlebih dahulu mengganti nama kegiatan dari musyawarah nasional (Munas) menjadi voting nasional (Vonas) atau kongres nasional (Konas)," imbuhnya.
Dia pun yakin, dua kandidat yang akan maju, Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo, lebih memilih musyarawah mufakat. Dia menambahkan, Airlangga Hartarto memilih musyawarah karena selama ini dia memimpin Golkar selalu melakukan komunikasi politik di internal Golkar dengan mengedepankan 14 point tersebut.
"Sedangkan Bambang Soesatyo, saya juga berpendapat, dia lebih senang dengan musyawarah di Munas Golkar awal Desember 2019, karena dia sesungguhnya 'produk' dari musyawarah menjadikan dirinya duduk di kursi nomor satu di MPR-RI," pungkasnya.
Pertama, musyawarah sesuai dengan budaya demokrasi ke-Indonesia-an. Kedua, benar-benar bebasis pada sila ke-empat dari Pancasila dan pembukaan UUD. Ketiga, memperkecil atau meniadakan polarisasi di internal partai. "Keempat, mencegah konflik di internal partai," ujar Emrus dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Senin (18/11/2019).
Kelima, reputasi Partai Golkar tetap terjaga dengan baik di tengah masyatakat. Keenam, memelihara soliditas di internal partai. Ketujuh, mencegah munculnya dua "nakhoda". Kedelapan, memelihara kekompakan di internal partai terutama menghadapi Pilkada 2020.
Kesembilan, biaya politik lebih murah. Kesepuluh, meniadakan kemungkikanan praktek politik karena tawaran "logistik" yang lebih besar, sehingga menjadi fokus pada perjuangan politik. Kesebelas, mampu merumuskan politik kebersamaan. Keduabelas, mampu mengakomodasi pemikiran dan program dari setiap aspirasi pemilik hak suara.
Ketigabelas, mengedepankan komunikasi politik dialogis. Keempatbelas, menghindari politik "menang-kalah" antar faksi. "Bagaimana dengan voting? Selain berpotensi kemungkinan munculnya kebalikan dari 14 point bila dengan musyawarah, maka sistem voting menjadi lebih dekat dengan demokrasi liberal daripada demokrasi ke-Indonesia-an, yaitu musyawarah mufakat," katanya.
Jadi dia mengusulkan agar Munas Golkar sejatinya melalui musyawarah mufakat. "Jika tidak dengan musyawarah (tetap ngotot dengan voting), maka terlebih dahulu mengganti nama kegiatan dari musyawarah nasional (Munas) menjadi voting nasional (Vonas) atau kongres nasional (Konas)," imbuhnya.
Dia pun yakin, dua kandidat yang akan maju, Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo, lebih memilih musyarawah mufakat. Dia menambahkan, Airlangga Hartarto memilih musyawarah karena selama ini dia memimpin Golkar selalu melakukan komunikasi politik di internal Golkar dengan mengedepankan 14 point tersebut.
"Sedangkan Bambang Soesatyo, saya juga berpendapat, dia lebih senang dengan musyawarah di Munas Golkar awal Desember 2019, karena dia sesungguhnya 'produk' dari musyawarah menjadikan dirinya duduk di kursi nomor satu di MPR-RI," pungkasnya.
(wib)