Identifikasi Radikalisme dari Cadar dan Celana Cingkrang Tak Subtantif
A
A
A
JAKARTA - Direktur Lingkar Kajian Agama dan Kebudayaan (LKAB) Nusantara, Fadhli Harahab menilai, sedari awal penunjukan Menteri Agama (Menag) dari kalangan purnawirawan militer sudah menimbulkan kontroversi.
"Meskipun bukan kali ini saja kemenag dipimpin kalangan militer. Dan itu saya pikir dapat dipahami publik karena terkait dengan merebaknya paham khilafah dan takfiri," kata Fadhli saat dihubungi SINDOnews, Rabu (6/11/2019).
Ditambahkan Fadhli, meski isu khilafah dan takfiri ini dianggap sudah meresahkan masyarakat, namun dalam aksinya pemerintah dipandang kurang serius dalam menangani isu ini.
Buktinya, pemerintah dalam hal ini Kemenag belum mampu mendefinisikan apa itu radikalisme, sehingga yang keluar isu larangan penggunaan cadar dan celana cingkrang.
"Sangat tidak subtantif kalau Menag mengindikasikan radikal itu pada fesyen seperti itu (cadar dan celana cingkrang). Padahal, radikalisme ini sangat terkait dengan pemikiran dan pemahaman," ujarnya.
Ke depan, Fadhli menyarankan agar Menag perlu memperbaiki komunikasi, dan menjajal hubungan dengan seluruh stakeholders terkait, seperti ormas Islam, tokoh agama dan masyarakat pada umumnya. Karena sekarang Menag bukan lagi memimpin institusi militer, tetapi sipil. Sehingga tidak ada lagi sistem komando, yang ada hanyalah dialog dan diskusi mencari solusi.
"Jangan sampai kehebohan terjadi hanya karena grasa-grusu menentukan sikap. Jangan juga asal bapak senang (ABK), seolah-olah bekerja tapi tidak tuntas," tutur alumni UIN Jakarta ini menandaskan.
"Meskipun bukan kali ini saja kemenag dipimpin kalangan militer. Dan itu saya pikir dapat dipahami publik karena terkait dengan merebaknya paham khilafah dan takfiri," kata Fadhli saat dihubungi SINDOnews, Rabu (6/11/2019).
Ditambahkan Fadhli, meski isu khilafah dan takfiri ini dianggap sudah meresahkan masyarakat, namun dalam aksinya pemerintah dipandang kurang serius dalam menangani isu ini.
Buktinya, pemerintah dalam hal ini Kemenag belum mampu mendefinisikan apa itu radikalisme, sehingga yang keluar isu larangan penggunaan cadar dan celana cingkrang.
"Sangat tidak subtantif kalau Menag mengindikasikan radikal itu pada fesyen seperti itu (cadar dan celana cingkrang). Padahal, radikalisme ini sangat terkait dengan pemikiran dan pemahaman," ujarnya.
Ke depan, Fadhli menyarankan agar Menag perlu memperbaiki komunikasi, dan menjajal hubungan dengan seluruh stakeholders terkait, seperti ormas Islam, tokoh agama dan masyarakat pada umumnya. Karena sekarang Menag bukan lagi memimpin institusi militer, tetapi sipil. Sehingga tidak ada lagi sistem komando, yang ada hanyalah dialog dan diskusi mencari solusi.
"Jangan sampai kehebohan terjadi hanya karena grasa-grusu menentukan sikap. Jangan juga asal bapak senang (ABK), seolah-olah bekerja tapi tidak tuntas," tutur alumni UIN Jakarta ini menandaskan.
(cip)