Antisipasi Radikalisme, Wajib Lapor Perlu Dihidupkan Lagi
A
A
A
JAKARTA - Aturan warga baru wajib lapor ke RT dalam waktu 1x24 jam harus dihidupkan kembali. Aturan tersebut bisa menjadi salah satu cara meminimalisir ancaman keamanan di lingkungan masyarakat.
“Mendagri kita kan Pak Tito (Tito Karnavian). Semoga kewajiban lapor RT bisa berjalan lagi supaya situasi kemanan dan ketertiban masyarakat terkendali," kata Direktur Pembinaan Ketertiban Masyarakat Baharkam Polri Brigjen Pol Edi Setio dalam acara focus group discussion (FGD) Divisi Humas Polri, di Jakarta, Senin (28/10/2019).
Menurut Edi, radikalisme masih menjadi salah satu ancaman yang tak terhindarkan di lingkungan masyarakat. Meski tak serta merta orang yang terpapar radikalisme menjadi seorang teroris.
"Ancaman itu (radikalisme) ada. Apabila jika di lingkungan kita sudah ada orang yang menuju intoleransi. Ditambah faktor ekonomi, ketidakpuasan dengan politik, maka bisa saja dia jadi radikal. Tapi tidak semua orang radikal jadi teroris," ujarnya. (Baca juga: Radikalisme Masih Menjadi Ancaman Nyata di Indonesia )
Edi melanjutkan, berkembangnya paham radikalisme di lingkungan masyarakat masih menjadi salah satu pekerjaan berat pihaknya. Dalam hal ini, polisi binmas memiliki peran preemptif. “Terorisme, radikalisme memang itu menjadi kerja keras kami. Kalau di Binmas, sistem kerjanya ada namanya preemtif, preventif, dan represif yang sekarang dipakai istilahnya penegakan hukum," tuturnya. (Baca juga: Mahfud MD Akui Dapat Perintah Presiden Untuk Tangani Radikalisme )
Untuk memaksimalkan fungsi pembinaan di masyarakat, Binmas didorong untuk melakukan metode jemput bola. "Jadi kita punya aplikasi yang mengontrol kerja teman-teman di lingkungan masyarakat. Kalau mereka tidak melakukan fungsinya risikonya tidak bisa naik pangkat, tidak sekolah dan lain-lain," tambahnya.
“Mendagri kita kan Pak Tito (Tito Karnavian). Semoga kewajiban lapor RT bisa berjalan lagi supaya situasi kemanan dan ketertiban masyarakat terkendali," kata Direktur Pembinaan Ketertiban Masyarakat Baharkam Polri Brigjen Pol Edi Setio dalam acara focus group discussion (FGD) Divisi Humas Polri, di Jakarta, Senin (28/10/2019).
Menurut Edi, radikalisme masih menjadi salah satu ancaman yang tak terhindarkan di lingkungan masyarakat. Meski tak serta merta orang yang terpapar radikalisme menjadi seorang teroris.
"Ancaman itu (radikalisme) ada. Apabila jika di lingkungan kita sudah ada orang yang menuju intoleransi. Ditambah faktor ekonomi, ketidakpuasan dengan politik, maka bisa saja dia jadi radikal. Tapi tidak semua orang radikal jadi teroris," ujarnya. (Baca juga: Radikalisme Masih Menjadi Ancaman Nyata di Indonesia )
Edi melanjutkan, berkembangnya paham radikalisme di lingkungan masyarakat masih menjadi salah satu pekerjaan berat pihaknya. Dalam hal ini, polisi binmas memiliki peran preemptif. “Terorisme, radikalisme memang itu menjadi kerja keras kami. Kalau di Binmas, sistem kerjanya ada namanya preemtif, preventif, dan represif yang sekarang dipakai istilahnya penegakan hukum," tuturnya. (Baca juga: Mahfud MD Akui Dapat Perintah Presiden Untuk Tangani Radikalisme )
Untuk memaksimalkan fungsi pembinaan di masyarakat, Binmas didorong untuk melakukan metode jemput bola. "Jadi kita punya aplikasi yang mengontrol kerja teman-teman di lingkungan masyarakat. Kalau mereka tidak melakukan fungsinya risikonya tidak bisa naik pangkat, tidak sekolah dan lain-lain," tambahnya.
(poe)