Wamen Diharapkan Bisa Mendongkrak Kinerja Kabinet
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan Kabinet Indonesia Maju akan dilengkapi dengan wakil menteri (wamen). Bahkan, berapa jumlah wamen dan siapa personel yang akan menduduki pos tersebut tengah difinalisasi dan segera diumumkan.
Langkah Jokowi tersebut menimbulkan pertanyaan apakah posisi wamen benar-benar dibutuhkan atau hanya untuk bagi-bagi kursi, terutama mengakomodasi parpol yang belum mendapat jatah di kabinet. Keberadaan wamen juga memunculkan pertanyaan apakah mampu menjamin efektivitas kinerja kabinet, dan sebaliknya tidak bertentangan dari kebijakan Jokowi yang akan merampingkan struktur birokrasi.
Pertanyaan soal urgensi wamen di antaranya disampaikan peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati. Dalam pandangannya, wamen tidak dibutuhkan. Dia menunjuk keinginan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir yang menginginkan tiga wamen.
Dia menandaskan, pengelolaan BUMN adalah wewenang dan kewajiban para eksekutif atau jajaran direksi di masing-masing BUMN. Jika menteri BUMN turun langsung mengurusi BUMN, justru hal itu bisa disebut sebagai intervensi. "Jadi jangan salahkan kalau orang-orang nanti berpendapat bahwa niatnya untuk bagi-bagi kaveling," ujar dia.
Enny pun menilai menteri BUMN yang baru, Erick Thohir, tidak paham masalah di kementerian yang akan ditanganinya. "Kalau Erick minta tiga wamen di Kementerian BUMN, berarti dia benar-benar gagal paham masalah BUMN. Menteri BUMN itu tidak perlu mengurus langsung 142 BUMN yang ada," katanya.
Kepada wartawan, Presiden Jokowi mengungkapkan wamen berasal dari kalangan profesional dan parpol. Dia menjamin setiap wamen yang ditunjuk harus memiliki kompetensi yang mendukung kerja para menteri. “Yang penting, tadi setiap wamen harus memiliki kompetensi yang mendukung kerja para menteri,” katanya saat berbincang dengan wartawan Istana, di Istana Merdeka kemarin.
Dia juga memastikan akan menempatkan wamen sejauh jika diperlukan untuk membantu menteri. Jokowi tidak mempermasalahkan jumlahnya selama betul-betul membantu kerja menteri. Sebagai contoh di Kementerian BUMN, jika menterinya membutuhkan wamen sampai tiga orang dan itu diperlukan maka hal tersebut tidak masalah.
“Kita tahu BUMN kita ada berapa, 140-an BUMN. 140-an perusahaan. Jadi kalau mengelola perusahaan sebanyak itu perlu pengawasan, perlu dikontrol. Perlu cek, kalau memang diperlukan itu ya enggak apa-apa. Paling penting, wamen itu betul-betul berfungsi membantu para menteri,” katanya.
Kepala Staf Presiden Moeldoko membenarkan Istana saat ini tengah menghitung kebutuhan wamen. Menurut dia, penghitungan bukan jumlahnya, asalnya dari mana untuk buat keseimbangan. “Lagi dicari klasifikasinya. Sumber itu dari mana menjaga keseimbangan ini. Kan ada sini kurang terwadahi, ini kurang terwadahi harus ada,” ungkapnya.
Di antara kementerian yang diorientasikan mendapatkan jatah wamen adalah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kepada wartawan, Menteri BUMN Erick Thohir mengaku bahwa Presiden mengizinkan jumlah kandidat wamen mencapai lima orang. Hal ini karena jumlah BUMN yang mencapai 142 perusahaan.
Erick sendiri kemarin telah mengajukan empat nama calon wakilnya kepada Presiden. Dalam waktu dekat, presiden akan memilih satu atau dua orang menjadi wamen BUMN. Dia membeberkan, salah satu nama calon yang diajukan adalah Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo. “Beliau (Jokowi) seleksi malam ini, kemungkinan segera diangkat besok,” kata Erick di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
Siapa kandidat wamen lainnya, Erick tidak menyebutkan. Namun, dia menjamin semua calon wamen BUMN yang diajukan punya rekam jejak dalam mengelola aset ribuan triliun rupiah. Selain itu, seluruh kandidat memiliki pengalaman di sektor keuangan. “Selain mengangkat, kami juga membangun juga future leader, pengganti ke depan,” kata Erick.
Menurut dia, semua calon wamen yang diajukan berasal dari perusahaan pelat merah karena dia tidak ingin muncul konflik kepentingan jika sang kandidat berasal dari swasta. “Nanti kalau dari swasta, langsung isunya swastanisasi,” kata Erick. Adapun Menteri Komunikasi dan Informatika Johny Gerald Plate masih mengkaji kemungkinan apakah dia akan dibantu wamen dalam bekerja.
Namun dalam pandangannya, kementerian yang dipimpinnya memiliki direktur jenderal sehingga dia tidak perlu buru-buru memutuskan apakah dia perlu dibantu wamen. "Saya punya dirjen banyak di sini, sudah banyak," kata Johny. Johny tidak memberikan batasan waktu berapa lama dia akan mengkaji kebutuhan untuk dibantu wamen.
Secara diplomatis, dia menyatakan selama tugasnya masih bisa ditangani maka belum perlu dibantu wamen. Jika pun nanti ada posisi wamen, Johny melihatnya sebagai pembagian tugas dalam keterangan. "Kalau ada wakil menteri, tentu lebih membantu saya, ya untuk bagi tugas dengan wakil menteri," kata Johny.
Keberadaan wamen bukan posisi baru. Pada kabinet Jokowi sebelumnya, Kabinet Indonesia Kerja 2014–2019, Jokowi telah memasang tiga wamen. Mereka adalah Wakil Menlu Abdurrahman Mohammad Fachir, Wamen Keuangan Mardiasmo, dan Wamen Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar.
Respons Parpol
Kalangan parpol pendukung Jokowi merespons positif rencana wamen. Namun, parpol oposisi menilai keberadaan wamen tidak diperlukan. Sikap parpol pendukung di antaranya disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP PPP Achmad Baidowi. Dalam pandangannya, posisi wamen bisa mengakomodasi parpol koalisi yang belum terakomodasi.
Dia bahkan menyebut masih ada enam posisi wamen yang belum terisi dan kemungkinan besar akan diisi oleh kader-kader dari parpol pendukung Jokowi. Selain kader parpol, wamen juga akan diisi kalangan profesional. Ada beberapa dari pihak Istana untuk menyimulasikan ada beberapa pos menteri yang akan diperkuat atau dilengkapi dengan posisi wakil.
"Bahkan, di beberapa kesempatan juga tersampaikan kabinet tidak hanya menteri, tapi juga memungkinkan ditunjuk adanya wakil menteri. Dan, itu juga terjadi pada lima tahun terakhir ada beberapa pos menteri yang dilengkapi diperkuat oleh posisi wakil menteri,” kata Achmad Baidowi di Jakarta kemarin.
Menurut dia, tidak semua kementerian diperkuat dengan wamen. Hanya kementerian yang pos penunjangnya besar yang butuh wamen, seperti Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Pariwisata.
“Jadi, kalau hanya diurus oleh seorang menteri dianggap belum cukup untuk bisa mempercepat target-target seperti yang dicanangkan dan diharapkan oleh Pak Jokowi,” ujarnya. Khusus wamen di Kemenag, Awiek mengaku bahwa PPP tidak secara khusus meminta posisi tersebut. Namun, PPP memiliki beberapa nama yang portofolionya dibutuhkan sebagai wamenag, di antaranya Zainut Tauhid, Awani Thomafi, Rusli Effendi.
“Karena kalau di portofolio di Kementerian Agama misalkan ada kader PPP yang dipercaya menjadi wakil menteri agama, ya stoknya cukup banyak. Di kementerian lain pun stoknya cukup banyak. Namun, itu semua kita kembalikan kepada Pak Jokowi, kita hanya sebatas saran,” ujar dia. Sementara itu, Wasekjen DPP PAN Saleh Partaonan Daulay mengaku kurang memahami fungsi wamen secara khusus dalam sebuah kementerian.
Karena itu, dia meminta Presiden Jokowi selaku pembentuk dan pemegang komando kabinet yang perlu menjelaskannya. "Yang bisa menjawab itu tentu adalah Presiden Jokowi sebab yang berhak untuk menentukan pengangkatan wamen itu adalah presiden," kata Saleh saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta tadi malam.
Namun demikian, Saleh mengingatkan jika benar Jokowi hendak memangkas birokrasi di lingkungan ASN sebagaimana yang disebut dalam pidato perdananya, semestinya posisi wamen ini tidak diperlukan karena menunjukkan inkonsistensi Jokowi atas niat tersebut. "Kan tidak sinkron. Di satu pihak ada keinginan memangkas eselonisasi ASN, di pihak lain ada penambahan wamen di beberapa kementerian. Ini mungkin perlu dipikirkan lebih matang lagi," usulnya.
Bahkan, Saleh berpandangan bahwa keberadaan wamen itu terkadang menimbulkan masalah tersendiri, sebab tugasnya bisa tumpang tindih dengan para direktur jenderal (dirjen) di kementerian tersebut. Selama ini kalau menteri tidak sempat, yang ditugaskan sebagai pengganti adalah dirjen. Pada faktanya, dirjen dan pejabat eselon satu lainnya adalah pembantu menteri.
"Mereka (dirjen) sudah sangat cukup untuk melakukan tugas-tugas rutin di kementeriannya. Sebagai pejabat karier, mereka diyakini akan lebih memahami dan menguasai bidang tugasnya dibandingkan wamen yang belum tentu berasal dari internal kementerian terkait," tuturnya. `
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina Jakarta Hendri Satrio berpendapat bahwa hal yang wajar jika pengadaan posisi wamen di sejumlah kementerian di Kabinet Indonesia Maju ini dianggap sebagai ajang untuk bagi-bagi jabatan untuk parpol pengusung, pendukung, dan tim sukses Jokowi-Ma’ruf, meskipun awalnya posisi wamen ini diperuntukkan untuk PNS karier di kementerian tertentu saja.
“Kalau kemudian ada persepsi bagi-bagi jabatan, ya wajar saja, karena kan awalnya wamen ini sebetulnya diperuntukkan untuk PNS karier,” kata pria yang akrab disapa Hensat itu saat dihubungi di Jakarta tadi malam.
Dia melihat adanya urgensi keberadaan wamen karena memang di sejumlah kementerian ini memiliki beban kerja yang sangat banyak dan luas cakupannya. Misalnya Kementerian BUMN yang dipimpin Erick Thohir, karena memang banyaknya BUMN yang diurus. Begitu juga dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Dalam Negeri.
“Kemudian Kemenkeu, karena yang diurus banyak ada bea cukai, ada visa, pemasukan negara, segala macam lah. Kementerian Luar Negeri juga banyak, Kementerian Dalam Negeri juga menurut saya perlu wakil karena urus 542 daerah lebih, kemudian pilkada-pilkada dan sebagainya. Kalau ditanya perlu atau tidak, perlu,” ujarnya.
Karena itu, Direktur Eksekutif KedaiKOPI ini melihat bahwa posisi wamen perlu agar para menteri bisa bekerja lebih efektif sehingga perlu bantuan lebih banyak. Soal bagi-bagi kursi, ini hal yang wajar dalam politik. “Tapi kemudian dibuat untuk bagi-bagi, ya nggak salah. Karena banyak relawan yang punya kapasitas. Lalu kalau misalnya Erick Thohir nggak cari orang lain, tapi dari tim sukses, ya nggak apa-apa,” tandasnya.
Langkah Jokowi tersebut menimbulkan pertanyaan apakah posisi wamen benar-benar dibutuhkan atau hanya untuk bagi-bagi kursi, terutama mengakomodasi parpol yang belum mendapat jatah di kabinet. Keberadaan wamen juga memunculkan pertanyaan apakah mampu menjamin efektivitas kinerja kabinet, dan sebaliknya tidak bertentangan dari kebijakan Jokowi yang akan merampingkan struktur birokrasi.
Pertanyaan soal urgensi wamen di antaranya disampaikan peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati. Dalam pandangannya, wamen tidak dibutuhkan. Dia menunjuk keinginan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir yang menginginkan tiga wamen.
Dia menandaskan, pengelolaan BUMN adalah wewenang dan kewajiban para eksekutif atau jajaran direksi di masing-masing BUMN. Jika menteri BUMN turun langsung mengurusi BUMN, justru hal itu bisa disebut sebagai intervensi. "Jadi jangan salahkan kalau orang-orang nanti berpendapat bahwa niatnya untuk bagi-bagi kaveling," ujar dia.
Enny pun menilai menteri BUMN yang baru, Erick Thohir, tidak paham masalah di kementerian yang akan ditanganinya. "Kalau Erick minta tiga wamen di Kementerian BUMN, berarti dia benar-benar gagal paham masalah BUMN. Menteri BUMN itu tidak perlu mengurus langsung 142 BUMN yang ada," katanya.
Kepada wartawan, Presiden Jokowi mengungkapkan wamen berasal dari kalangan profesional dan parpol. Dia menjamin setiap wamen yang ditunjuk harus memiliki kompetensi yang mendukung kerja para menteri. “Yang penting, tadi setiap wamen harus memiliki kompetensi yang mendukung kerja para menteri,” katanya saat berbincang dengan wartawan Istana, di Istana Merdeka kemarin.
Dia juga memastikan akan menempatkan wamen sejauh jika diperlukan untuk membantu menteri. Jokowi tidak mempermasalahkan jumlahnya selama betul-betul membantu kerja menteri. Sebagai contoh di Kementerian BUMN, jika menterinya membutuhkan wamen sampai tiga orang dan itu diperlukan maka hal tersebut tidak masalah.
“Kita tahu BUMN kita ada berapa, 140-an BUMN. 140-an perusahaan. Jadi kalau mengelola perusahaan sebanyak itu perlu pengawasan, perlu dikontrol. Perlu cek, kalau memang diperlukan itu ya enggak apa-apa. Paling penting, wamen itu betul-betul berfungsi membantu para menteri,” katanya.
Kepala Staf Presiden Moeldoko membenarkan Istana saat ini tengah menghitung kebutuhan wamen. Menurut dia, penghitungan bukan jumlahnya, asalnya dari mana untuk buat keseimbangan. “Lagi dicari klasifikasinya. Sumber itu dari mana menjaga keseimbangan ini. Kan ada sini kurang terwadahi, ini kurang terwadahi harus ada,” ungkapnya.
Di antara kementerian yang diorientasikan mendapatkan jatah wamen adalah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kepada wartawan, Menteri BUMN Erick Thohir mengaku bahwa Presiden mengizinkan jumlah kandidat wamen mencapai lima orang. Hal ini karena jumlah BUMN yang mencapai 142 perusahaan.
Erick sendiri kemarin telah mengajukan empat nama calon wakilnya kepada Presiden. Dalam waktu dekat, presiden akan memilih satu atau dua orang menjadi wamen BUMN. Dia membeberkan, salah satu nama calon yang diajukan adalah Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo. “Beliau (Jokowi) seleksi malam ini, kemungkinan segera diangkat besok,” kata Erick di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
Siapa kandidat wamen lainnya, Erick tidak menyebutkan. Namun, dia menjamin semua calon wamen BUMN yang diajukan punya rekam jejak dalam mengelola aset ribuan triliun rupiah. Selain itu, seluruh kandidat memiliki pengalaman di sektor keuangan. “Selain mengangkat, kami juga membangun juga future leader, pengganti ke depan,” kata Erick.
Menurut dia, semua calon wamen yang diajukan berasal dari perusahaan pelat merah karena dia tidak ingin muncul konflik kepentingan jika sang kandidat berasal dari swasta. “Nanti kalau dari swasta, langsung isunya swastanisasi,” kata Erick. Adapun Menteri Komunikasi dan Informatika Johny Gerald Plate masih mengkaji kemungkinan apakah dia akan dibantu wamen dalam bekerja.
Namun dalam pandangannya, kementerian yang dipimpinnya memiliki direktur jenderal sehingga dia tidak perlu buru-buru memutuskan apakah dia perlu dibantu wamen. "Saya punya dirjen banyak di sini, sudah banyak," kata Johny. Johny tidak memberikan batasan waktu berapa lama dia akan mengkaji kebutuhan untuk dibantu wamen.
Secara diplomatis, dia menyatakan selama tugasnya masih bisa ditangani maka belum perlu dibantu wamen. Jika pun nanti ada posisi wamen, Johny melihatnya sebagai pembagian tugas dalam keterangan. "Kalau ada wakil menteri, tentu lebih membantu saya, ya untuk bagi tugas dengan wakil menteri," kata Johny.
Keberadaan wamen bukan posisi baru. Pada kabinet Jokowi sebelumnya, Kabinet Indonesia Kerja 2014–2019, Jokowi telah memasang tiga wamen. Mereka adalah Wakil Menlu Abdurrahman Mohammad Fachir, Wamen Keuangan Mardiasmo, dan Wamen Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar.
Respons Parpol
Kalangan parpol pendukung Jokowi merespons positif rencana wamen. Namun, parpol oposisi menilai keberadaan wamen tidak diperlukan. Sikap parpol pendukung di antaranya disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP PPP Achmad Baidowi. Dalam pandangannya, posisi wamen bisa mengakomodasi parpol koalisi yang belum terakomodasi.
Dia bahkan menyebut masih ada enam posisi wamen yang belum terisi dan kemungkinan besar akan diisi oleh kader-kader dari parpol pendukung Jokowi. Selain kader parpol, wamen juga akan diisi kalangan profesional. Ada beberapa dari pihak Istana untuk menyimulasikan ada beberapa pos menteri yang akan diperkuat atau dilengkapi dengan posisi wakil.
"Bahkan, di beberapa kesempatan juga tersampaikan kabinet tidak hanya menteri, tapi juga memungkinkan ditunjuk adanya wakil menteri. Dan, itu juga terjadi pada lima tahun terakhir ada beberapa pos menteri yang dilengkapi diperkuat oleh posisi wakil menteri,” kata Achmad Baidowi di Jakarta kemarin.
Menurut dia, tidak semua kementerian diperkuat dengan wamen. Hanya kementerian yang pos penunjangnya besar yang butuh wamen, seperti Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Pariwisata.
“Jadi, kalau hanya diurus oleh seorang menteri dianggap belum cukup untuk bisa mempercepat target-target seperti yang dicanangkan dan diharapkan oleh Pak Jokowi,” ujarnya. Khusus wamen di Kemenag, Awiek mengaku bahwa PPP tidak secara khusus meminta posisi tersebut. Namun, PPP memiliki beberapa nama yang portofolionya dibutuhkan sebagai wamenag, di antaranya Zainut Tauhid, Awani Thomafi, Rusli Effendi.
“Karena kalau di portofolio di Kementerian Agama misalkan ada kader PPP yang dipercaya menjadi wakil menteri agama, ya stoknya cukup banyak. Di kementerian lain pun stoknya cukup banyak. Namun, itu semua kita kembalikan kepada Pak Jokowi, kita hanya sebatas saran,” ujar dia. Sementara itu, Wasekjen DPP PAN Saleh Partaonan Daulay mengaku kurang memahami fungsi wamen secara khusus dalam sebuah kementerian.
Karena itu, dia meminta Presiden Jokowi selaku pembentuk dan pemegang komando kabinet yang perlu menjelaskannya. "Yang bisa menjawab itu tentu adalah Presiden Jokowi sebab yang berhak untuk menentukan pengangkatan wamen itu adalah presiden," kata Saleh saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta tadi malam.
Namun demikian, Saleh mengingatkan jika benar Jokowi hendak memangkas birokrasi di lingkungan ASN sebagaimana yang disebut dalam pidato perdananya, semestinya posisi wamen ini tidak diperlukan karena menunjukkan inkonsistensi Jokowi atas niat tersebut. "Kan tidak sinkron. Di satu pihak ada keinginan memangkas eselonisasi ASN, di pihak lain ada penambahan wamen di beberapa kementerian. Ini mungkin perlu dipikirkan lebih matang lagi," usulnya.
Bahkan, Saleh berpandangan bahwa keberadaan wamen itu terkadang menimbulkan masalah tersendiri, sebab tugasnya bisa tumpang tindih dengan para direktur jenderal (dirjen) di kementerian tersebut. Selama ini kalau menteri tidak sempat, yang ditugaskan sebagai pengganti adalah dirjen. Pada faktanya, dirjen dan pejabat eselon satu lainnya adalah pembantu menteri.
"Mereka (dirjen) sudah sangat cukup untuk melakukan tugas-tugas rutin di kementeriannya. Sebagai pejabat karier, mereka diyakini akan lebih memahami dan menguasai bidang tugasnya dibandingkan wamen yang belum tentu berasal dari internal kementerian terkait," tuturnya. `
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina Jakarta Hendri Satrio berpendapat bahwa hal yang wajar jika pengadaan posisi wamen di sejumlah kementerian di Kabinet Indonesia Maju ini dianggap sebagai ajang untuk bagi-bagi jabatan untuk parpol pengusung, pendukung, dan tim sukses Jokowi-Ma’ruf, meskipun awalnya posisi wamen ini diperuntukkan untuk PNS karier di kementerian tertentu saja.
“Kalau kemudian ada persepsi bagi-bagi jabatan, ya wajar saja, karena kan awalnya wamen ini sebetulnya diperuntukkan untuk PNS karier,” kata pria yang akrab disapa Hensat itu saat dihubungi di Jakarta tadi malam.
Dia melihat adanya urgensi keberadaan wamen karena memang di sejumlah kementerian ini memiliki beban kerja yang sangat banyak dan luas cakupannya. Misalnya Kementerian BUMN yang dipimpin Erick Thohir, karena memang banyaknya BUMN yang diurus. Begitu juga dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Dalam Negeri.
“Kemudian Kemenkeu, karena yang diurus banyak ada bea cukai, ada visa, pemasukan negara, segala macam lah. Kementerian Luar Negeri juga banyak, Kementerian Dalam Negeri juga menurut saya perlu wakil karena urus 542 daerah lebih, kemudian pilkada-pilkada dan sebagainya. Kalau ditanya perlu atau tidak, perlu,” ujarnya.
Karena itu, Direktur Eksekutif KedaiKOPI ini melihat bahwa posisi wamen perlu agar para menteri bisa bekerja lebih efektif sehingga perlu bantuan lebih banyak. Soal bagi-bagi kursi, ini hal yang wajar dalam politik. “Tapi kemudian dibuat untuk bagi-bagi, ya nggak salah. Karena banyak relawan yang punya kapasitas. Lalu kalau misalnya Erick Thohir nggak cari orang lain, tapi dari tim sukses, ya nggak apa-apa,” tandasnya.
(don)