Pengamat Politik: Tergantung Presiden sebagai Pemegang Komando
A
A
A
JAKARTA - Menteri Kabinet Indonesia Maju 2019-2024 bisa rangkap jabatan di partai politik (parpol). Kebijakan itu dikeluarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena dia menilai para menterinya yang dari parpol tetap bisa bekerja maksimal meski rangkap jabatan.
Pernyataan itu disampaikan Presiden Jokowi saat pengumuman nama para menterinya di Halaman Istana Merdeka, kemarin. Menurutnya, keputusan itu diambil berdasarkan pengalamannya selama lima tahun pertama memimpin pemerintahan. Dia menilai, para menterinya yang berasal dari parpol tetap bisa menjalankan tugasnya dengan baik.
”Kita memutuskan bahwa baik ketua partai maupun yang ada di struktur partai bisa merangkap (jabatan menteri). Dari pengalaman lima tahun kemarin baik ketua maupun bukan, saya melihat yang paling penting adalah bisa membagi waktu. Dan ternyata juga tidak ada masalah," ungkap Jokowi di Halaman Istana Merdeka, kemarin.
Diketahui, setidaknya terdapat tiga ketua umum partai di jajaran Kabinet Indonesia Maju Periode 2019-2024 yang berstatus ketua umum parpol. Mereka adalah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Plt Ketua Umum PPP Suharso Manoarfa. Mereka diperbolehkan Presiden Jokowi untuk tetap merangkap jabatan sebagai ketua umum parpol meski sudah ditunjuk sebagai pembantu presiden.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Edhy Prabowo, juga memastikan bahwa Prabowo masih menjabat sebagai Ketua Umum Gerindra meski saat ini ditugasi Presiden Jokowi sebagai Menteri Pertahanan (Menhan). "Iya tidak ada larangan kan untuk (Prabowo rangkap) jabatan politik," ujar Edhy di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
Terkait dengan para pendukung Prabowo yang tidak terima mantan Danjen Kopassus itu menjadi Menhan, Edhy yang saat ini menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan itu mengaku sudah menjelaskan kepada mereka. Menurtunya, hal itu sudah menjadi urusan di internal Partai Gerindra.
Dia merasa soal keputusan bergabung ke Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin pun tak perlu dipublikasikan. "Selama ini kami belum mendengar langsung. Kami selalu terbuka untuk mendengarkan, menerima, masukan-masukan. Kalau kekecewaan sih kami secara langsung belum mendengar," tandasnya.
Di sisi lain, Pengamat Politik dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Idil Akbar, berpandangan bahwa masalah terganggu tidaknya kinerja sang menteri itu dikembalikan lagi kepada Presiden sebagai pemegang komando. Terutama, cara Jokowi mengatur lebih detil soal rangkap jabatan yang ada di kabinetnya.
“Ya pada akhirnya semua dikembalikan ke presiden bagaimana harus mengatur para menterinya termasuk soal rangkap jabatan ini,” kata Idil kepada KORAN SINDO di Jakarta, kemarin. Dengan Jokowi yang memperbolehkan rangkap jabatan, Idil menangkap sinyal bahwa Jokowi tidak merasa keberatan dengan kondisi tersebut. Dia percaya bahwa Jokowi memiliki perhitungan politik sendiri untuk memuluskan kerja kabinetnya.
“Jika presiden tidak melarang (rangkap jabatan) bisa jadi presiden merasa tidak terganggu dengan rangkap jabatan tersebut. Atau bisa jadi karena ada kepentingan politik terutama di dalam kepentingan mengawal pemerintahan dari parlemen,” ujar Idil.
Namun demikian, menurut dia, sudah seharusnya para menteri yang rangkap jabatan ketua parpol ini bisa berlaku etis. Mereka bisa menempatkan jabatannya secara profesional dan proporsional dalam kabinet Jokowi, sehingga pekerjaannya sebagai menteri tidak terganggu.
“Meski presiden tidak melarang, etisnya ketum parpol dapat menempatkan jabatannya secara profesional dan proporsional, sehingga tetap bisa konsentrasi bekerja sebagai pembantu presiden sekaligus meminimalisir konflik kepentingan,” tandasnya.
Pernyataan itu disampaikan Presiden Jokowi saat pengumuman nama para menterinya di Halaman Istana Merdeka, kemarin. Menurutnya, keputusan itu diambil berdasarkan pengalamannya selama lima tahun pertama memimpin pemerintahan. Dia menilai, para menterinya yang berasal dari parpol tetap bisa menjalankan tugasnya dengan baik.
”Kita memutuskan bahwa baik ketua partai maupun yang ada di struktur partai bisa merangkap (jabatan menteri). Dari pengalaman lima tahun kemarin baik ketua maupun bukan, saya melihat yang paling penting adalah bisa membagi waktu. Dan ternyata juga tidak ada masalah," ungkap Jokowi di Halaman Istana Merdeka, kemarin.
Diketahui, setidaknya terdapat tiga ketua umum partai di jajaran Kabinet Indonesia Maju Periode 2019-2024 yang berstatus ketua umum parpol. Mereka adalah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Plt Ketua Umum PPP Suharso Manoarfa. Mereka diperbolehkan Presiden Jokowi untuk tetap merangkap jabatan sebagai ketua umum parpol meski sudah ditunjuk sebagai pembantu presiden.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Edhy Prabowo, juga memastikan bahwa Prabowo masih menjabat sebagai Ketua Umum Gerindra meski saat ini ditugasi Presiden Jokowi sebagai Menteri Pertahanan (Menhan). "Iya tidak ada larangan kan untuk (Prabowo rangkap) jabatan politik," ujar Edhy di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
Terkait dengan para pendukung Prabowo yang tidak terima mantan Danjen Kopassus itu menjadi Menhan, Edhy yang saat ini menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan itu mengaku sudah menjelaskan kepada mereka. Menurtunya, hal itu sudah menjadi urusan di internal Partai Gerindra.
Dia merasa soal keputusan bergabung ke Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin pun tak perlu dipublikasikan. "Selama ini kami belum mendengar langsung. Kami selalu terbuka untuk mendengarkan, menerima, masukan-masukan. Kalau kekecewaan sih kami secara langsung belum mendengar," tandasnya.
Di sisi lain, Pengamat Politik dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Idil Akbar, berpandangan bahwa masalah terganggu tidaknya kinerja sang menteri itu dikembalikan lagi kepada Presiden sebagai pemegang komando. Terutama, cara Jokowi mengatur lebih detil soal rangkap jabatan yang ada di kabinetnya.
“Ya pada akhirnya semua dikembalikan ke presiden bagaimana harus mengatur para menterinya termasuk soal rangkap jabatan ini,” kata Idil kepada KORAN SINDO di Jakarta, kemarin. Dengan Jokowi yang memperbolehkan rangkap jabatan, Idil menangkap sinyal bahwa Jokowi tidak merasa keberatan dengan kondisi tersebut. Dia percaya bahwa Jokowi memiliki perhitungan politik sendiri untuk memuluskan kerja kabinetnya.
“Jika presiden tidak melarang (rangkap jabatan) bisa jadi presiden merasa tidak terganggu dengan rangkap jabatan tersebut. Atau bisa jadi karena ada kepentingan politik terutama di dalam kepentingan mengawal pemerintahan dari parlemen,” ujar Idil.
Namun demikian, menurut dia, sudah seharusnya para menteri yang rangkap jabatan ketua parpol ini bisa berlaku etis. Mereka bisa menempatkan jabatannya secara profesional dan proporsional dalam kabinet Jokowi, sehingga pekerjaannya sebagai menteri tidak terganggu.
“Meski presiden tidak melarang, etisnya ketum parpol dapat menempatkan jabatannya secara profesional dan proporsional, sehingga tetap bisa konsentrasi bekerja sebagai pembantu presiden sekaligus meminimalisir konflik kepentingan,” tandasnya.
(don)