Menko Polhukam Diserang, Protokol Pengamanan Pejabat Negara Perlu Dievaluasi
A
A
A
JAKARTA - Penusukan yang dialami Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto di Pandeglang, Banten, Kamis (10/10/2019) lalu terus menuai keprihatinan dari berbagai pihak. Protokol pengamanan pejabat negara pun menjadi sorotan.
"Kita semua prihatin dan marah dengan kejadian yang menimpa Menko Polhukam Wiranto. Penusukan Pak Wiranto oleh anggota JAD, sempalan ISIS di Indonesia, bukan perkara sederhana," ujar Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens melalui rilis yang diterima SINDOnews, Sabtu (12/10/2019).
Menurutnya, mengenai protokol pengamanan pejabat negara perlu mendapat perhatian serius. Kejadian yang menimpa Wiranto mesti menjadi bahan untuk reevaluasi protokol pengamanan VIP, termasuk presiden dan wakil presiden.
"Di TNI, Polri, dan BIN kan sudah ada aturan hukum yang baku untuk protap macam itu. Mengingat potensi ancaman yang terus dinamis, maka protap juga harus dinamis, terus dikembangkan dan disesuaikan dengan perubahan konteks ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG)," kata dia.
Sebelumnya, Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijatno, mantan Menko Polhukam era Jokowi periode 2014-2015 menyatakan kasus penusukan terhadap Wiranto merupakan sebuah keteledoran dari pihak keamanan. Hal itu disampaikannya setelah menjenguk Wiranto di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Jumat (11/10/2019).
"Sebetulnya prosedur atau protap pengamanan sudah ada, hanya ini mungkin ada sedikit keteledoran, terlalu dekat ya orang-orang dengan beliau," ujar Tedjo setelah menjenguk Wiranto di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Jumat (11/10/2019).
Tedjo menuturkan, meskipun ada penolakan dari para menteri atas pengawalan ketat yang diberikan, seharusnya pihak keamanan tidak lepas tangan begitu saja.
"Sebetulnya saya dulu juga demikian mendapat pengawalan, bunti-buntian kita tidak suka. Karena kita mau dekat dengan masyarakat. Tetapi itu memang situasinya, ini artinya sudah ada pengamanan internal maupun eksternal. Jadi semua harus mengamankan," terangnya.
"Kita semua prihatin dan marah dengan kejadian yang menimpa Menko Polhukam Wiranto. Penusukan Pak Wiranto oleh anggota JAD, sempalan ISIS di Indonesia, bukan perkara sederhana," ujar Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens melalui rilis yang diterima SINDOnews, Sabtu (12/10/2019).
Menurutnya, mengenai protokol pengamanan pejabat negara perlu mendapat perhatian serius. Kejadian yang menimpa Wiranto mesti menjadi bahan untuk reevaluasi protokol pengamanan VIP, termasuk presiden dan wakil presiden.
"Di TNI, Polri, dan BIN kan sudah ada aturan hukum yang baku untuk protap macam itu. Mengingat potensi ancaman yang terus dinamis, maka protap juga harus dinamis, terus dikembangkan dan disesuaikan dengan perubahan konteks ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG)," kata dia.
Sebelumnya, Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijatno, mantan Menko Polhukam era Jokowi periode 2014-2015 menyatakan kasus penusukan terhadap Wiranto merupakan sebuah keteledoran dari pihak keamanan. Hal itu disampaikannya setelah menjenguk Wiranto di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Jumat (11/10/2019).
"Sebetulnya prosedur atau protap pengamanan sudah ada, hanya ini mungkin ada sedikit keteledoran, terlalu dekat ya orang-orang dengan beliau," ujar Tedjo setelah menjenguk Wiranto di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Jumat (11/10/2019).
Tedjo menuturkan, meskipun ada penolakan dari para menteri atas pengawalan ketat yang diberikan, seharusnya pihak keamanan tidak lepas tangan begitu saja.
"Sebetulnya saya dulu juga demikian mendapat pengawalan, bunti-buntian kita tidak suka. Karena kita mau dekat dengan masyarakat. Tetapi itu memang situasinya, ini artinya sudah ada pengamanan internal maupun eksternal. Jadi semua harus mengamankan," terangnya.
(kri)