Kementerian PPPA Bikin Data Perempuan dan Anak Korban Gempa
A
A
A
JAKA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) membuat data berdasarkan jenis kelamin dan usia, misalnya jumlah ibu hamil dan menyusui, dan jumlah anak di wilayah pengungsian untuk korban gempa di Maluku.
Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat Kemen PPPA, Ciput Eka Purwianti mengatakan, hal ini sebagai upaya untuk pemenuhan keadilan gender, terlaksananya pencegahan kekerasan berbasis gender selama proses tanggap darurat hingga rehabilitasi.
"Kami mengapresiasi koordinasi yang dilakukan di Posko yang telah membuat data terpilah perempuan dan anak. Kami berharap pelaksanaan klaster pengungsian dan perlindungan bisa melibatkan Dinas PPPA. Karena perempuan dan anak memiliki kebutuhan dasar dan spesifik serta penanganan yang berbeda berdasarkan peran-peran gender maupun kodratnya," ungkap Ciput, Senin (7/10/2019).
Ciput menyarankan, agar pemerintah daerah perlu memperkuat pencatatan dan pelaporan data terpilah di setiap wilayah yang terdampak bencana dan memetakan kebutuhan spesifik perempuan dan anak.
Selain itu, yang tidak kalah penting adalah mendirikan sekolah darurat, melakukan trauma healing, dan sosialisasi agar pengungsi kembali ke rumah yang tidak terdampak bencana.
"Semoga di tengah banyaknya bencana yang terjadi di negeri ini, kita semua senantiasa selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa, dan pemenuhan serta perlindungan hak anak dapat terpenuhi," tutup Ciput.
Sementara hingga saat ini, gempa susulan masih terus dirasakan warga. Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika mencatat sampai dengan Senin 7 Oktober 2019, pukul 03.00 WIT mengidentifikasi 1.149 kali gempa susulan dan 122 di antaranya dirasakan oleh warga.
"Dini hari tadi pukul 02.15 WIB, gempa M 3,4 dengan kedalaman 10 km masih terjadi dan dirasakan warga. Pusat gempa tersebut berada di laut sekitar 24 km timur laut Ambon," ungkap Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Agus Wibowo.
Agus menjelaskan, jika dilihat dari rangkaian gempa susulan, frekuensi cenderung turun. Hingga saat ini data BPBD Provinsi Maluku per 6 Oktober 2019, pukul 18.00 WIT mencatat total pengungsi berjumlah 134.600 jiwa, dengan rincian Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) 90.833 jiwa, Seram Bagian Barat (SBB) 37.787 dan Kota Ambon 5.980.
Sementara itu, korban meninggal dunia berjumlah 37 jiwa. jumlah kerusakan rumah mencapai 6.344 unit dengan tingkat kerusakan berbeda. Wilayah Kabupaten Malteng, rumah rusak berat (RB) 724 unit, SBB 298 dan Ambon 251.
Rumah rusak sedang (RS) di wilayah Kabupaten Malteng mencapai 1.104 unit, SBB 469 dan Ambon 253, sedangkan rusak ringan (RR) di wilayah Malteng 2.238, Ambon 654 dan SBB 353.
Posko Penanganan Darurat Bencana Gempa di setiap wilayah terdampak juga masih melakukan upaya penanganan darurat di lapangan. Beberapa tantangan masih dihadapi oleh personel yang bertugas di masing-masing kabupaten/kota.
"Sebaran titik pengungsi tidak terfokus pada kelompok-kelompok besar sehingga menyulitkan tenaga personel kesehatan dalam memberikan pelayanan medis," jelas Agus.
Di sisi lain, kebutuhan personel kesehatan masih sangat dibutuhkan, seperti dokter umum, bidan dan perawat, apoteker dan tenaga psikososial.
Penanganan darurat di sektor kesehatan tidak hanya memberikan pelayanan medis tetapi juga memastikan gizi terpenuhi pada kelompok rentan, kesehatan reproduksi, distribusi obat dan pencegahan serta pengendalian penyakit.
Sedangkan penanganan juga dilakukan di sektor lintas seperti pendidikan, penanganan dan perlindungan penyintas, ekonomi, sarana dan prasarana serta logistik.
Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat Kemen PPPA, Ciput Eka Purwianti mengatakan, hal ini sebagai upaya untuk pemenuhan keadilan gender, terlaksananya pencegahan kekerasan berbasis gender selama proses tanggap darurat hingga rehabilitasi.
"Kami mengapresiasi koordinasi yang dilakukan di Posko yang telah membuat data terpilah perempuan dan anak. Kami berharap pelaksanaan klaster pengungsian dan perlindungan bisa melibatkan Dinas PPPA. Karena perempuan dan anak memiliki kebutuhan dasar dan spesifik serta penanganan yang berbeda berdasarkan peran-peran gender maupun kodratnya," ungkap Ciput, Senin (7/10/2019).
Ciput menyarankan, agar pemerintah daerah perlu memperkuat pencatatan dan pelaporan data terpilah di setiap wilayah yang terdampak bencana dan memetakan kebutuhan spesifik perempuan dan anak.
Selain itu, yang tidak kalah penting adalah mendirikan sekolah darurat, melakukan trauma healing, dan sosialisasi agar pengungsi kembali ke rumah yang tidak terdampak bencana.
"Semoga di tengah banyaknya bencana yang terjadi di negeri ini, kita semua senantiasa selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa, dan pemenuhan serta perlindungan hak anak dapat terpenuhi," tutup Ciput.
Sementara hingga saat ini, gempa susulan masih terus dirasakan warga. Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika mencatat sampai dengan Senin 7 Oktober 2019, pukul 03.00 WIT mengidentifikasi 1.149 kali gempa susulan dan 122 di antaranya dirasakan oleh warga.
"Dini hari tadi pukul 02.15 WIB, gempa M 3,4 dengan kedalaman 10 km masih terjadi dan dirasakan warga. Pusat gempa tersebut berada di laut sekitar 24 km timur laut Ambon," ungkap Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Agus Wibowo.
Agus menjelaskan, jika dilihat dari rangkaian gempa susulan, frekuensi cenderung turun. Hingga saat ini data BPBD Provinsi Maluku per 6 Oktober 2019, pukul 18.00 WIT mencatat total pengungsi berjumlah 134.600 jiwa, dengan rincian Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) 90.833 jiwa, Seram Bagian Barat (SBB) 37.787 dan Kota Ambon 5.980.
Sementara itu, korban meninggal dunia berjumlah 37 jiwa. jumlah kerusakan rumah mencapai 6.344 unit dengan tingkat kerusakan berbeda. Wilayah Kabupaten Malteng, rumah rusak berat (RB) 724 unit, SBB 298 dan Ambon 251.
Rumah rusak sedang (RS) di wilayah Kabupaten Malteng mencapai 1.104 unit, SBB 469 dan Ambon 253, sedangkan rusak ringan (RR) di wilayah Malteng 2.238, Ambon 654 dan SBB 353.
Posko Penanganan Darurat Bencana Gempa di setiap wilayah terdampak juga masih melakukan upaya penanganan darurat di lapangan. Beberapa tantangan masih dihadapi oleh personel yang bertugas di masing-masing kabupaten/kota.
"Sebaran titik pengungsi tidak terfokus pada kelompok-kelompok besar sehingga menyulitkan tenaga personel kesehatan dalam memberikan pelayanan medis," jelas Agus.
Di sisi lain, kebutuhan personel kesehatan masih sangat dibutuhkan, seperti dokter umum, bidan dan perawat, apoteker dan tenaga psikososial.
Penanganan darurat di sektor kesehatan tidak hanya memberikan pelayanan medis tetapi juga memastikan gizi terpenuhi pada kelompok rentan, kesehatan reproduksi, distribusi obat dan pencegahan serta pengendalian penyakit.
Sedangkan penanganan juga dilakukan di sektor lintas seperti pendidikan, penanganan dan perlindungan penyintas, ekonomi, sarana dan prasarana serta logistik.
(maf)