Tepis Tudingan Andalkan Buzzer, Ngabalin: Yang Terzalimi Itu Pemerintah
A
A
A
JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Ali Mochtar Ngabalin membantah tudingan bahwa pemerintah telah mengandalkan buzzer untuk mendukung setiap kebijakan yang dikeluarkan.
Ngabalin mengatakan sosialiasi kebijakan selalu melalui kementerian dan lembaga terkait dan tidak mungkin disosialisasikan di luar pemerintahan.
"Yang pasti tidak mungkin pemerintah mengorganize, tidak mungkin, bagaimana mungkin lembaga negara mengorganize lembaga-lembaga di luar pemerintah. Dia punya Departemen Penerangan, ada Badan Sandi Siber Negara," ujar Ngabalin kepada wartawan di Jakarta, Jumat (4/10/2019).
Bahkan, kata Ngabalin, buzzer politik banyak memfitnah dan memojokkan pemeritah. "Dan jangan lupa yang teraniaya dan terzalimi itu pemerintah, hati-hati loh. Bahwa ada survei ada penelitian mari kita duduk, kan kita semua orang sekolah sampai doktor dan profesor kan, kita bisa belajar tentang metode penelitian," jelasnya.
Menurutnya memang pemerintah mendapat keuntungan bila menggunakan media sosial untuk mengkampanyekan programnya tapi tidak untuk saling menjatuhkan.
"Kan tidak ada salahnya kalau ada orang yang memberikan dukungan kepada Presiden Jokowi sebagai pemerintah, kemudian ada program-program pemerintah kemudian ada masyarakat yang membuat medsos, Twitter atau Instagram lalu memberikan dukungan kepada pemerintah, dimana salahnya? Tidak ada salahnya," jelasnya.
"Kecuali pemerintah mengorganisir. Kan tidak ada, pemerintah tidak mengorganisir, jadi no problem," sambungnya.
Maka dari itu, pemerintah bakal berkomitmen membersihkan buzzer-buzzer yang menyampaikan informasi yang menggangu kestabilan negara, termasuk buzzer yang pro terhadap pemerintah.
"Negara harus menertibkan, harus tidak bisa tidak. Karena negara punya kuasa untuk menertibkan keamanan dalam negeri. Kalau enggak kan bisa bubar," tutupnya.
Ngabalin mengatakan sosialiasi kebijakan selalu melalui kementerian dan lembaga terkait dan tidak mungkin disosialisasikan di luar pemerintahan.
"Yang pasti tidak mungkin pemerintah mengorganize, tidak mungkin, bagaimana mungkin lembaga negara mengorganize lembaga-lembaga di luar pemerintah. Dia punya Departemen Penerangan, ada Badan Sandi Siber Negara," ujar Ngabalin kepada wartawan di Jakarta, Jumat (4/10/2019).
Bahkan, kata Ngabalin, buzzer politik banyak memfitnah dan memojokkan pemeritah. "Dan jangan lupa yang teraniaya dan terzalimi itu pemerintah, hati-hati loh. Bahwa ada survei ada penelitian mari kita duduk, kan kita semua orang sekolah sampai doktor dan profesor kan, kita bisa belajar tentang metode penelitian," jelasnya.
Menurutnya memang pemerintah mendapat keuntungan bila menggunakan media sosial untuk mengkampanyekan programnya tapi tidak untuk saling menjatuhkan.
"Kan tidak ada salahnya kalau ada orang yang memberikan dukungan kepada Presiden Jokowi sebagai pemerintah, kemudian ada program-program pemerintah kemudian ada masyarakat yang membuat medsos, Twitter atau Instagram lalu memberikan dukungan kepada pemerintah, dimana salahnya? Tidak ada salahnya," jelasnya.
"Kecuali pemerintah mengorganisir. Kan tidak ada, pemerintah tidak mengorganisir, jadi no problem," sambungnya.
Maka dari itu, pemerintah bakal berkomitmen membersihkan buzzer-buzzer yang menyampaikan informasi yang menggangu kestabilan negara, termasuk buzzer yang pro terhadap pemerintah.
"Negara harus menertibkan, harus tidak bisa tidak. Karena negara punya kuasa untuk menertibkan keamanan dalam negeri. Kalau enggak kan bisa bubar," tutupnya.
(kri)