Pemilihan Ketua MPR Berlangsung Dinamis, Jazil: Biasa dalam Demokrasi
A
A
A
JAKARTA - Sepuluh pimpinan Majelis Permusyawarakatan Rakyat (MPR) resmi dilantik dalam Sidang Paripurna, Kamis (3/10/2019) malam. Mengacu pada revisi terbaru UU MD3, jumlah pimpinan MPR terdapat sepuluh orang.
Dalam sidang paripurna tersebut, Bambang Soesatyo (Bamsoet) terpilih secara aklamasi melalui musyawarah mufakat. Bamsoet didampingi 9 wakil ketua yakni Ahmad Basarah (PDIP), Jazilul Fawaid (PKB), Hidayat Nur Wahid (PKS), Arsul Sani (PPP), Lestari Moerdijat (Nasdem), Syarif Hasan (Demokrat), Zulkifli Hasan (PAN), Ahmad Muzani (Gerindra) dan Fadel Muhammad dari Kelompok DPD.
Terpilihnya Bamsoet berlangsung melalui dinamika politik yang cukup dinamis. Sebab, meski sudah mendapatkan dukungan dari delapan fraksi MPR dan satu kelompok DPD, namun keinginan Partai Gerindra untuk menjadikan Ahmad Muzani sebagai ketua MPR membuat pemilihan sempat menghangat.
Mulanya Gerindra berniat untuk melakukan pemilihan dengan cara voting, meski bisa dipastikan bakal kalah karena semua dukungan lainnya sudah berlabuh ke Bamsoet. Hingga akhirnya setelah melalui proses lobi yang cukup panjang yang dilakukan tidak hanya di gedung dewan, tapi juga di luar gedung dewan antara Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Gerindra akhirnya sepakat ikut mendukung Bamsoet.
Wakil Ketua MPR periode 2019-2024 Jazilul Fawaid menegaskan, perbedaan merupakan hal yang lumrah dalam berdemokrasi. Termasuk dalam menentukan pimpinan MPR. Karena itu, dinamika yang terjadi di seputar pemilihan ketua MPR, tidak boleh ditanggapi secara berlebihan. "Dan harus dilihat sebagai sesuatu yang wajar dalam berdemokrasi.
Apalagi masing-masing pihak yang berbeda pandangan tetap menghormati satu dengan yang lain. Bahkan keduanya sama-sama mencari titik temu dan berusaha membuat kesamaan dengan harapan bisa mewujudkan musyawarah untuk mufakat," tutur Jazil kepada wartawan di sela sidang paripurna di Gedung Nusantara, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/10/2019).
Menurut Jazilul, sembilan fraksi dan satu kelompok DPD di MPR, berusaha mencapai musyawarah untuk mufakat. Namun karena ada dua kandidat maka harus ada satu yang mau mengalah. Kalau tidak ada yang mengalah, niscaya harus diambil keputusan berdasar suara terbanyak. Tetapi opsi tersebut tidak dikehendaki seluruh fraksi dan kelompok DPD.
"Keputusan di MPR itu biasa dilakukan secara musyawarah untuk mufakat. Kali ini pun untuk menentukan ketua MPR kami melakukan musyawarah mufakat," tutur politikus PKB ini.
Proses pemilihan ketua MPR berlangsung cukup dramatis. Hingga detik-detik terakhir, terdapat dua calon ketua MPR yang sama-sama dicalonkan. Keduanya adalah Bambang Soestyo anggota Fraksi Partai Golkar, yang didukung 8 fraksi dan Kelompok DPD di MPR. Sedangkan lawannya adalah Ahmad Muzani anggota Fraksi Partai Gerindra, dan hanya didukung oleh Partai Gerindra.
Setelah melalui masa skors dan musyawarah, akhirnya Ahmad Muzani yang juga Sekjen DPP Partai Gerindra rela mundur dari pencalonan Ketua MPR. Mundurnya Muzani membuat Bamsoet terpilih sebagai Ketua MPR secara aklamasi.
Dalam sidang paripurna tersebut, Bambang Soesatyo (Bamsoet) terpilih secara aklamasi melalui musyawarah mufakat. Bamsoet didampingi 9 wakil ketua yakni Ahmad Basarah (PDIP), Jazilul Fawaid (PKB), Hidayat Nur Wahid (PKS), Arsul Sani (PPP), Lestari Moerdijat (Nasdem), Syarif Hasan (Demokrat), Zulkifli Hasan (PAN), Ahmad Muzani (Gerindra) dan Fadel Muhammad dari Kelompok DPD.
Terpilihnya Bamsoet berlangsung melalui dinamika politik yang cukup dinamis. Sebab, meski sudah mendapatkan dukungan dari delapan fraksi MPR dan satu kelompok DPD, namun keinginan Partai Gerindra untuk menjadikan Ahmad Muzani sebagai ketua MPR membuat pemilihan sempat menghangat.
Mulanya Gerindra berniat untuk melakukan pemilihan dengan cara voting, meski bisa dipastikan bakal kalah karena semua dukungan lainnya sudah berlabuh ke Bamsoet. Hingga akhirnya setelah melalui proses lobi yang cukup panjang yang dilakukan tidak hanya di gedung dewan, tapi juga di luar gedung dewan antara Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Gerindra akhirnya sepakat ikut mendukung Bamsoet.
Wakil Ketua MPR periode 2019-2024 Jazilul Fawaid menegaskan, perbedaan merupakan hal yang lumrah dalam berdemokrasi. Termasuk dalam menentukan pimpinan MPR. Karena itu, dinamika yang terjadi di seputar pemilihan ketua MPR, tidak boleh ditanggapi secara berlebihan. "Dan harus dilihat sebagai sesuatu yang wajar dalam berdemokrasi.
Apalagi masing-masing pihak yang berbeda pandangan tetap menghormati satu dengan yang lain. Bahkan keduanya sama-sama mencari titik temu dan berusaha membuat kesamaan dengan harapan bisa mewujudkan musyawarah untuk mufakat," tutur Jazil kepada wartawan di sela sidang paripurna di Gedung Nusantara, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/10/2019).
Menurut Jazilul, sembilan fraksi dan satu kelompok DPD di MPR, berusaha mencapai musyawarah untuk mufakat. Namun karena ada dua kandidat maka harus ada satu yang mau mengalah. Kalau tidak ada yang mengalah, niscaya harus diambil keputusan berdasar suara terbanyak. Tetapi opsi tersebut tidak dikehendaki seluruh fraksi dan kelompok DPD.
"Keputusan di MPR itu biasa dilakukan secara musyawarah untuk mufakat. Kali ini pun untuk menentukan ketua MPR kami melakukan musyawarah mufakat," tutur politikus PKB ini.
Proses pemilihan ketua MPR berlangsung cukup dramatis. Hingga detik-detik terakhir, terdapat dua calon ketua MPR yang sama-sama dicalonkan. Keduanya adalah Bambang Soestyo anggota Fraksi Partai Golkar, yang didukung 8 fraksi dan Kelompok DPD di MPR. Sedangkan lawannya adalah Ahmad Muzani anggota Fraksi Partai Gerindra, dan hanya didukung oleh Partai Gerindra.
Setelah melalui masa skors dan musyawarah, akhirnya Ahmad Muzani yang juga Sekjen DPP Partai Gerindra rela mundur dari pencalonan Ketua MPR. Mundurnya Muzani membuat Bamsoet terpilih sebagai Ketua MPR secara aklamasi.
(nag)