Pemda Diminta Tata Lagi Strategi Pencegahan Stunting agar Efektif
A
A
A
JAKARTA - Stunting atau perawakan pendek pada anak akibat malnutrisi kronis masih menjadi tantangan di Indonesia, termasuk di Jawa Tengah, di mana prevalensi balita stunting masih berada di angka 34,3%, di atas rata-rata prevalensi nasional yaitu 30,8%1.
Sosialisasi Inovasi Intervensi 'Aksi Cegah Stunting' oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) di bawah Koordinasi Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
Kegiatan ini dihadiri oleh pemerintah provinsi, dinas terkait, perwakilan 17 Kabupaten serta Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Dalam sosialisasi dipaparkan hasil pilot project Aksi Cegah Stunting kerja sama Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi dengan Tim Dokter Spesialis Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Di bawah koordinasi Kemenko PMK, program uji coba yang dilakukan di sebuah desa dengan prevalensi stunting tinggi di Kabupaten Pandeglang, Banten ini berhasil menunjukkan penurunan prevalensi stunting sebesar 8,4% dalam 6 (enam) bulan dari 41,5% menjadi 33,1% atau mencapai 4,3 kali lipat dari target tahunan WHO2.
Meida Octarina, Asisten Deputi Bidang Ketahanan Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak, dan Kesehatan Lingkungan Kemenko PMK menyampaikan, upaya percepatan dalam pencegahan stunting adalah agenda besar pemerintah ke depan dan menjadi salah satu prioritas Presiden dalam mendorong pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas.
"Melalui sosialisasi ini kami ingin menekankan bahwa model kerja sama multipihak seperti yang dilakukan di Pandeglang dengan hasil yang menggembirakan ini patut menjadi acuan dan stimulan bagi pemangku kepentingan di masing-masing daerah untuk menata kembali strategi dalam pencegahan stunting secara efektif," katanya.
Sebelumnya, sosialisasi ‘Aksi Cegah Stunting’ telah dilaksanakan di Jawa Timur. Di Jawa Tengah, sosialisasi juga membahas rencana replikasi dan komitmen dari masing-masing kepala daerah dan dinas terkait, termasuk dalam pemanfaatan APBD dan Dana Desa secara efektif dalam penanganan stunting di masing-masing daerah.
"Dalam 5 tahun ke depan pemerintah telah menganggarkan Dana Desa sebesar 400 Triliyun. Dari anggaran ini, seharusnya setiap desa dapat mengalokasikan dana yang cukup untuk upaya pencegahan stunting secara strategis dan tepat sasaran, terutama untuk program intervensi gizi spesifik," ujar Samsul Widodo, Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi.
'Aksi Cegah Stunting' juga sudah berkoordinasi dengan Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK) di bawah koordinasi Sekretariat Wakil Presiden RI dan mendapatkan dukungan penuh.
Prof Damayanti Rusli Sjarif, Dokter Spesialis Anak Penyakit Metabolik menjelaskan, stunting mengakibatkan penurunan kualitas kesehatan dan intelegensi yang sulit diperbaiki jika anak sudah melewati usia dua tahun.
"Stunting terjadi karena kurangnya asupan nutrisi yang adekuat. Untuk itu, salah satu kunci dari pencegahan stunting adalah untuk memantau berat badan dan tinggi badan anak dan memenuhi kebutuhan gizi dalam masa 1000 Hari Pertama Kehidupan mereka yaitu dari masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun," jelas Damayanti.
"Selanjutnya, akan dilakukan evaluasi penyebab stunting, diagnosis penyakit penyerta, dan apabila diperlukan pasien akan disertai dengan preskripsi Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) oleh Dokter Spesialis Anak di RSUD. PKMK kini sudah dapat ditanggung pembiayaannya oleh pemerintah dan diatur dalam Permenkes, sehingga meringankan beban pasien yang membutuhkan," sambungnya.
Sosialisasi Inovasi Intervensi 'Aksi Cegah Stunting' oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) di bawah Koordinasi Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
Kegiatan ini dihadiri oleh pemerintah provinsi, dinas terkait, perwakilan 17 Kabupaten serta Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Dalam sosialisasi dipaparkan hasil pilot project Aksi Cegah Stunting kerja sama Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi dengan Tim Dokter Spesialis Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Di bawah koordinasi Kemenko PMK, program uji coba yang dilakukan di sebuah desa dengan prevalensi stunting tinggi di Kabupaten Pandeglang, Banten ini berhasil menunjukkan penurunan prevalensi stunting sebesar 8,4% dalam 6 (enam) bulan dari 41,5% menjadi 33,1% atau mencapai 4,3 kali lipat dari target tahunan WHO2.
Meida Octarina, Asisten Deputi Bidang Ketahanan Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak, dan Kesehatan Lingkungan Kemenko PMK menyampaikan, upaya percepatan dalam pencegahan stunting adalah agenda besar pemerintah ke depan dan menjadi salah satu prioritas Presiden dalam mendorong pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas.
"Melalui sosialisasi ini kami ingin menekankan bahwa model kerja sama multipihak seperti yang dilakukan di Pandeglang dengan hasil yang menggembirakan ini patut menjadi acuan dan stimulan bagi pemangku kepentingan di masing-masing daerah untuk menata kembali strategi dalam pencegahan stunting secara efektif," katanya.
Sebelumnya, sosialisasi ‘Aksi Cegah Stunting’ telah dilaksanakan di Jawa Timur. Di Jawa Tengah, sosialisasi juga membahas rencana replikasi dan komitmen dari masing-masing kepala daerah dan dinas terkait, termasuk dalam pemanfaatan APBD dan Dana Desa secara efektif dalam penanganan stunting di masing-masing daerah.
"Dalam 5 tahun ke depan pemerintah telah menganggarkan Dana Desa sebesar 400 Triliyun. Dari anggaran ini, seharusnya setiap desa dapat mengalokasikan dana yang cukup untuk upaya pencegahan stunting secara strategis dan tepat sasaran, terutama untuk program intervensi gizi spesifik," ujar Samsul Widodo, Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi.
'Aksi Cegah Stunting' juga sudah berkoordinasi dengan Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK) di bawah koordinasi Sekretariat Wakil Presiden RI dan mendapatkan dukungan penuh.
Prof Damayanti Rusli Sjarif, Dokter Spesialis Anak Penyakit Metabolik menjelaskan, stunting mengakibatkan penurunan kualitas kesehatan dan intelegensi yang sulit diperbaiki jika anak sudah melewati usia dua tahun.
"Stunting terjadi karena kurangnya asupan nutrisi yang adekuat. Untuk itu, salah satu kunci dari pencegahan stunting adalah untuk memantau berat badan dan tinggi badan anak dan memenuhi kebutuhan gizi dalam masa 1000 Hari Pertama Kehidupan mereka yaitu dari masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun," jelas Damayanti.
"Selanjutnya, akan dilakukan evaluasi penyebab stunting, diagnosis penyakit penyerta, dan apabila diperlukan pasien akan disertai dengan preskripsi Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) oleh Dokter Spesialis Anak di RSUD. PKMK kini sudah dapat ditanggung pembiayaannya oleh pemerintah dan diatur dalam Permenkes, sehingga meringankan beban pasien yang membutuhkan," sambungnya.
(maf)