Suap Proyek Angkasa Pura II, KPK Tetapkan Dirut PT INTI Jadi Tersangka
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI, Persero) Darman Mappangara sebagai tersangka pemberi suap pengurusan pekerjaan pengadaan Baggage Handling System (BHS).
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, KPK telah membuka penyelidikan baru setelah ada hasil pengembangan signifikan atas penyidikan kasus dugaan suap pengurusan pekerjaan pengadaan Baggage Handling System (BHS) pada PT Angkasa Pura Propertindo (APP), anak perusahaan PT Angkasa Pura II (Persero) Tbk tahun anggaran 2019. Dalam kasus ini, sebelumnya KPK telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (31/7/2019) hingga Kamis (1/8/2019).
Keduanya yakni staf PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Inti, Persero) Taswin Nur sebagai tersangka pemberi suap dan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II (Persero) Tbk (nonaktif) Andra Agussalam sebagai tersangka penerima suap. Saat OTT, tim KPK menyita uang tunai uang tunai sebesar SGD96.700. (Baca juga: KPK Tetapkan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Agussalam Tersangka) https://nasional.sindonews.com/read/1426016/13/kpk-tetapkan-direktur-keuangan-pt-angkasa-pura-ii-andra-agussalam-tersangka-1564678707
Febri memaparkan, dari hasil penyelidikan kemudian dilakukan gelar perkara (ekspose). KPK kemudian menyimpulkan telah ditemukan bukti permulaan yang cukup dan dinaikkan ke tahap penyidikan. Bersamaan dengan itu KPK kemudian menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (Sprindik) dengan tersangka Direktur Utama PT INTI Darman Mappangara.
"Tersangka DMP (Darman Mappangara) selaku Direktur Utama PT INTI diduga bersama-sama TSW (Taswin Nur) memberi suap kepada AYA (Andra Agussalam), Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II (Persero) untuk 'mengawal' agar proyek Baggade Handling System (BHS) dikerjakan oleh PT INTI. Penyidikan untuk tersangka DMP dimulai sejak 13 September 2019," ujar Febri saat konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (2/10/2019).
Mantan pegawai fungsional pada Direktorat Gratifikasi KPK ini menuturkan, ada enam konstruksi umum kasus ini dengan keterlibatan tersangka Darman. Pertama pada 2019, PT INTI (Persero) mengerjakan tiga proyek di PT Angkasa Pura II (Persero) Tbk. Masing-masing proyek Visual Docking Guidance System (VGDS) Rp106,48 miliar, proyek Bird Strike Rp22,85 miliar dan proyek pengembangan bandara Rp86,44 miliar.
Kedua, PT INTI (Persero) juga memiliki daftar prospek project tambahan di PT Angkasa Pura II dan PT Angkasa Pura Propertindo. Masing-masing proyek X-Ray 6 bandara Rp100 miliar, Baggage Handling System (BHs) di enam bandara Rp125 miliar, proyek VDGS Rp75 miliar, dan proyek radar burung Rp60 miliar.
Ketiga, PT INTI (Persero) diduga mendapatkan sejumlah proyek berkat bantuan tersangka Andra. Andra diduga menjaga dan mengawal proyek-proyek tersebut supaya dimenangkan dan dikerjakan oleh PT INTI (Persero). KPK mengidentifikasi komunikasi antara Darman dan Andra terkait dengan pengawalan proyek- tersebut.
"Tersangka DMP (Darman) juga memerintahkan TSW (Taswin) untuk memberikan uang kepada tersangka AYA (Andra). Terdapat beberapa 'aturan' yang diberlakukan, yaitu dalam bentuk tunai jika jumlah besar maka ditukar USD atau SGD, menggunakan kode 'buku' atau 'dokumen'," ungkap Febri.
Kelima, pada 31 Juli 2019 tersangka Taswin meminta sopir tersangka Andra untuk menjemput uang yang disebut dengan sandi 'barang paket' di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan pada pukul 16.00 WIB. Taswin datang guna menyerahkan uang sejumlah Rp1 miliar dalam bentuk SGD96.700 yang terdiri dari 96 lembar pecahan 1.000 dan tujuh lembar pecahan 100.
"Sekitar pukul 20.00 WIB, TSW bertemu dengan sopir AYA untuk penyerahan uang. Sesaat setelah penyerahan tersebut, Tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap TSW dan sopir AYA di pusat perbelanjaan tersebut," bebernya.
Febri menjelaskan KPK kembali mengingatkan perusahaan-perusahaan BUMN dan para penyelenggara negara di BUMN agar menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam menjalankan bisnisnya. Musababnya praktik suap antar-BUMN seperti dalam kasus ini dapat sangat merugikan bagi BUMN dan sekaligus merupakan praktik yang sangat miris.
Semestinya, kata dia, dengan kewajiban dan standar GCG yang lebih kuat di BUMN dapat menjadi contoh bagi praktik pencegahan korupsi di sektor swasta. Proses pemilihan unsur Pimpinan BUMN atau BUMD juga perlu menjadi perhatian.
Selain itu rekam jejak dan dugaan keterlibatan dalam kasus-kasus korupsi atau kejahatan lain dari calon direksi di posisi sebelumnya mestinya juga menjadi perhatian serius. "KPK terbuka untuk memberikan bantuan pencegahan korupsi di BUMN sepanjang ada komitmen yang kuat atau tidak hanya normatif dari unsur pimpinan instansi terkait," ucapnya.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, salah satu fokus pengembangan dan pendalaman dalam kasus dugaan suap ini adalah tentang bagaimana kebijakan dan keputusan di PT Angkasa Pura II (Persero) Tbk, PT INTI (Persero), dan PT Angkasa Pura Propertindo (APP) hingga bisa terjadi serah-terima uang. Dalam konteks itu, maka penyidik melihat dan memastikan apakah ada dugaan keterlibatan jajaran direksi dalam tiga perusahaan tersebut.
"Tentu akan kami dalami bagaimana kebijakan dan keputusan di perusahaan sehingga terjadi pemberian uang, siapa-siapa saja yang diduga terlibat dalam perusahaan," tegas Basaria.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, KPK telah membuka penyelidikan baru setelah ada hasil pengembangan signifikan atas penyidikan kasus dugaan suap pengurusan pekerjaan pengadaan Baggage Handling System (BHS) pada PT Angkasa Pura Propertindo (APP), anak perusahaan PT Angkasa Pura II (Persero) Tbk tahun anggaran 2019. Dalam kasus ini, sebelumnya KPK telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (31/7/2019) hingga Kamis (1/8/2019).
Keduanya yakni staf PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Inti, Persero) Taswin Nur sebagai tersangka pemberi suap dan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II (Persero) Tbk (nonaktif) Andra Agussalam sebagai tersangka penerima suap. Saat OTT, tim KPK menyita uang tunai uang tunai sebesar SGD96.700. (Baca juga: KPK Tetapkan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Agussalam Tersangka) https://nasional.sindonews.com/read/1426016/13/kpk-tetapkan-direktur-keuangan-pt-angkasa-pura-ii-andra-agussalam-tersangka-1564678707
Febri memaparkan, dari hasil penyelidikan kemudian dilakukan gelar perkara (ekspose). KPK kemudian menyimpulkan telah ditemukan bukti permulaan yang cukup dan dinaikkan ke tahap penyidikan. Bersamaan dengan itu KPK kemudian menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (Sprindik) dengan tersangka Direktur Utama PT INTI Darman Mappangara.
"Tersangka DMP (Darman Mappangara) selaku Direktur Utama PT INTI diduga bersama-sama TSW (Taswin Nur) memberi suap kepada AYA (Andra Agussalam), Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II (Persero) untuk 'mengawal' agar proyek Baggade Handling System (BHS) dikerjakan oleh PT INTI. Penyidikan untuk tersangka DMP dimulai sejak 13 September 2019," ujar Febri saat konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (2/10/2019).
Mantan pegawai fungsional pada Direktorat Gratifikasi KPK ini menuturkan, ada enam konstruksi umum kasus ini dengan keterlibatan tersangka Darman. Pertama pada 2019, PT INTI (Persero) mengerjakan tiga proyek di PT Angkasa Pura II (Persero) Tbk. Masing-masing proyek Visual Docking Guidance System (VGDS) Rp106,48 miliar, proyek Bird Strike Rp22,85 miliar dan proyek pengembangan bandara Rp86,44 miliar.
Kedua, PT INTI (Persero) juga memiliki daftar prospek project tambahan di PT Angkasa Pura II dan PT Angkasa Pura Propertindo. Masing-masing proyek X-Ray 6 bandara Rp100 miliar, Baggage Handling System (BHs) di enam bandara Rp125 miliar, proyek VDGS Rp75 miliar, dan proyek radar burung Rp60 miliar.
Ketiga, PT INTI (Persero) diduga mendapatkan sejumlah proyek berkat bantuan tersangka Andra. Andra diduga menjaga dan mengawal proyek-proyek tersebut supaya dimenangkan dan dikerjakan oleh PT INTI (Persero). KPK mengidentifikasi komunikasi antara Darman dan Andra terkait dengan pengawalan proyek- tersebut.
"Tersangka DMP (Darman) juga memerintahkan TSW (Taswin) untuk memberikan uang kepada tersangka AYA (Andra). Terdapat beberapa 'aturan' yang diberlakukan, yaitu dalam bentuk tunai jika jumlah besar maka ditukar USD atau SGD, menggunakan kode 'buku' atau 'dokumen'," ungkap Febri.
Kelima, pada 31 Juli 2019 tersangka Taswin meminta sopir tersangka Andra untuk menjemput uang yang disebut dengan sandi 'barang paket' di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan pada pukul 16.00 WIB. Taswin datang guna menyerahkan uang sejumlah Rp1 miliar dalam bentuk SGD96.700 yang terdiri dari 96 lembar pecahan 1.000 dan tujuh lembar pecahan 100.
"Sekitar pukul 20.00 WIB, TSW bertemu dengan sopir AYA untuk penyerahan uang. Sesaat setelah penyerahan tersebut, Tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap TSW dan sopir AYA di pusat perbelanjaan tersebut," bebernya.
Febri menjelaskan KPK kembali mengingatkan perusahaan-perusahaan BUMN dan para penyelenggara negara di BUMN agar menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam menjalankan bisnisnya. Musababnya praktik suap antar-BUMN seperti dalam kasus ini dapat sangat merugikan bagi BUMN dan sekaligus merupakan praktik yang sangat miris.
Semestinya, kata dia, dengan kewajiban dan standar GCG yang lebih kuat di BUMN dapat menjadi contoh bagi praktik pencegahan korupsi di sektor swasta. Proses pemilihan unsur Pimpinan BUMN atau BUMD juga perlu menjadi perhatian.
Selain itu rekam jejak dan dugaan keterlibatan dalam kasus-kasus korupsi atau kejahatan lain dari calon direksi di posisi sebelumnya mestinya juga menjadi perhatian serius. "KPK terbuka untuk memberikan bantuan pencegahan korupsi di BUMN sepanjang ada komitmen yang kuat atau tidak hanya normatif dari unsur pimpinan instansi terkait," ucapnya.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, salah satu fokus pengembangan dan pendalaman dalam kasus dugaan suap ini adalah tentang bagaimana kebijakan dan keputusan di PT Angkasa Pura II (Persero) Tbk, PT INTI (Persero), dan PT Angkasa Pura Propertindo (APP) hingga bisa terjadi serah-terima uang. Dalam konteks itu, maka penyidik melihat dan memastikan apakah ada dugaan keterlibatan jajaran direksi dalam tiga perusahaan tersebut.
"Tentu akan kami dalami bagaimana kebijakan dan keputusan di perusahaan sehingga terjadi pemberian uang, siapa-siapa saja yang diduga terlibat dalam perusahaan," tegas Basaria.
(kri)