Kloning FTA, TV Kabel-Parabola Berlangganan Wajib Miliki Izin LPS
A
A
A
JAKARTA - TV Kabel dan parabola berlangganan harus mendapatkan persetujuan hak siar dari pemilik materi siaran Lembaga Penyiaran Swasta (FTA) saat mengkloning.
Persetujuan lembaga penyiaran swasta harus ada untuk menjadi bagian dari kanal di TV berlangganan.
"Kalau lembaga penyiaran swasta setuju menjadi bagian dari kanal di TV berlangganan baru bisa ditayangkan, kalau belum ya belum bisa," kata Pengamat Telekomunikasi, Heru Sutadi, Selasa (1/10/2019).
Namun demikian, Heru mengungkapkan bagi LPS hadir di channel TV berlangganan bisa menjadi medium menambah share atau rating penonton program siaran mereka. "Jadi ada saling membutuhkan. Cuma memang tetap harus ada kesepakatan," imbuhnya.
Heru menambahkan, penayangan tanpa izin atau kloning program acara LPS saat ini tidak diatur secara jelas di UU Penyiaran. Akan tetapi, memang hak cipta dari program dimiliki oleh LPS.
Seperti diberitakan sebelumnya, TV Kabel dan parabola berlangganan harus mendapatkan persetujuan hak siar dari pemilik materi siaran Lembaga Penyiaran Swasta (FTA).
Koordinator Bidang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Irsyal Ambiya menjelaskan hal itu dikarenakan setiap lembaga penyiaran harus mencantumkan hak siarnya secara jelas.
Senada dengan Irsyal, Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) KPID DKI Jakarta Tri Andry meminta kepada lembaga penyiaran agar sebelum melakukan aktivitas penyiaran, maka seluruh materi siaran atau mata program acara wajib memiliki persetujuan hak menyiarkan dari lembaga penyiaran pemilik materi siaran.
"Tidak ada kompromi mengenai Hak Siar dan Hak Cipta," ujarnya. Tri Andry melanjutkan, setiap lembaga penyiaran harus bekerja sesuai dengan Pasal 8 ayat 2 UU 32/2002 tentang Penyiaran. Hak Siar dan Hak Cipta atas suatu mata acara telah dilindungi dalam undang-undang tersebut.
"Yang dimaksud Hak Siar yakni hak yang dimiliki lembaga penyiaran untuk menyiarkan program dan acara tertentu yang diperoleh secara sah yang dimiliki Hak Cipta atau pencipta," jelasnya.
Persetujuan lembaga penyiaran swasta harus ada untuk menjadi bagian dari kanal di TV berlangganan.
"Kalau lembaga penyiaran swasta setuju menjadi bagian dari kanal di TV berlangganan baru bisa ditayangkan, kalau belum ya belum bisa," kata Pengamat Telekomunikasi, Heru Sutadi, Selasa (1/10/2019).
Namun demikian, Heru mengungkapkan bagi LPS hadir di channel TV berlangganan bisa menjadi medium menambah share atau rating penonton program siaran mereka. "Jadi ada saling membutuhkan. Cuma memang tetap harus ada kesepakatan," imbuhnya.
Heru menambahkan, penayangan tanpa izin atau kloning program acara LPS saat ini tidak diatur secara jelas di UU Penyiaran. Akan tetapi, memang hak cipta dari program dimiliki oleh LPS.
Seperti diberitakan sebelumnya, TV Kabel dan parabola berlangganan harus mendapatkan persetujuan hak siar dari pemilik materi siaran Lembaga Penyiaran Swasta (FTA).
Koordinator Bidang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Irsyal Ambiya menjelaskan hal itu dikarenakan setiap lembaga penyiaran harus mencantumkan hak siarnya secara jelas.
Senada dengan Irsyal, Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) KPID DKI Jakarta Tri Andry meminta kepada lembaga penyiaran agar sebelum melakukan aktivitas penyiaran, maka seluruh materi siaran atau mata program acara wajib memiliki persetujuan hak menyiarkan dari lembaga penyiaran pemilik materi siaran.
"Tidak ada kompromi mengenai Hak Siar dan Hak Cipta," ujarnya. Tri Andry melanjutkan, setiap lembaga penyiaran harus bekerja sesuai dengan Pasal 8 ayat 2 UU 32/2002 tentang Penyiaran. Hak Siar dan Hak Cipta atas suatu mata acara telah dilindungi dalam undang-undang tersebut.
"Yang dimaksud Hak Siar yakni hak yang dimiliki lembaga penyiaran untuk menyiarkan program dan acara tertentu yang diperoleh secara sah yang dimiliki Hak Cipta atau pencipta," jelasnya.
(shf)