BNPB: Titik Panas akibat Karhutla Berkurang, Kualitas Udara Membaik
A
A
A
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat dari pantauan citra satelit Modis-catalog LAPAN menunjukkan kualitas udara membaik seiring dengan turunnya jumlah titik panas (hotspot) di Sumatera dan Kalimantan.
Hal itu dipaparkan BNPB terkait kondisi utara di wilayah yang terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di dua pulau tersebut.
“Titik panas cenderung akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) turun seperti di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Masih banyak titik panas atau hot spots di Kalimantan Selatan. Namun demikian, kualitas udara yang diukur dengan PM 2,5 menunjukkan tingkat baik,” tutur Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Agus Wibowo di Jakarta, Selasa (1/10/2019).
Agus menjelaskan dari data terakhir pada Senin 30 September 2019 tercatat ada 673 titik panas. Titik panas tertinggi teridentifikasi di Kalimantan Selatan dengan 141 titik, Kalimantan Tengah 63, Sumatera Selatan 63 dan Jambi 15, sedangkan Riau dan Kalimantam Barat tidak terdeteksi adanya hot spot.
“Luasan hutan dan lahan di seluruh wilayah Indonesia sejak awal tahun 2019 yang terbakar mencapai 328.724 ha. Sementara itu, karhutla juga masih terjadi di kawasan Gunung Merbabu dan Sumbing di Jawa Tengah,” katanya.
Sementara Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) terus berlangsung baik di Sumatera maupun di Kalimantan. Pada hari Senin kemarin dikerahkan 2 pesawat di Sumatera dan dua pesawat di Kalim dengan total garam yang ditabur sejumlah 9.600 kg.
Salah satu hasilnya, hujan turun di sebagian besar wilayah Riau (Indragiri Hulu, Dumai, Pelalawan, Kuansing, Indragiri Hilir, Siak, Rokan Hulu dan Rokan Hilir), Jambi (Merangin, Sarolangin), Kalbar (Pontianak, Singkawang, Sintang, Melawi), Kalsel (HST, HSS), dan Kalteng (Palangkaraya, Barito Selatan dan Lamandau).
Kecenderungan titik panas yang turun, kata Agus juga harus terus dipertahankan sehingga masyarakat dapat menghirup udara sehat dan beraktivitas di luar rumah.
Hujan yang turun secara optimal dapat dimanfaatkan untuk membasahi gambut dengan sekat kanal dan embung. “Gambut perlu dikembalikan ke kodratnya yaitu basah dan berair sehingga tidak mudah terbakar. Usaha pembahasan gambut ini perlu dilakukan terus menerus sehingga tahun depan tidak terjadi kebakaran lagi.
Hal itu dipaparkan BNPB terkait kondisi utara di wilayah yang terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di dua pulau tersebut.
“Titik panas cenderung akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) turun seperti di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Masih banyak titik panas atau hot spots di Kalimantan Selatan. Namun demikian, kualitas udara yang diukur dengan PM 2,5 menunjukkan tingkat baik,” tutur Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Agus Wibowo di Jakarta, Selasa (1/10/2019).
Agus menjelaskan dari data terakhir pada Senin 30 September 2019 tercatat ada 673 titik panas. Titik panas tertinggi teridentifikasi di Kalimantan Selatan dengan 141 titik, Kalimantan Tengah 63, Sumatera Selatan 63 dan Jambi 15, sedangkan Riau dan Kalimantam Barat tidak terdeteksi adanya hot spot.
“Luasan hutan dan lahan di seluruh wilayah Indonesia sejak awal tahun 2019 yang terbakar mencapai 328.724 ha. Sementara itu, karhutla juga masih terjadi di kawasan Gunung Merbabu dan Sumbing di Jawa Tengah,” katanya.
Sementara Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) terus berlangsung baik di Sumatera maupun di Kalimantan. Pada hari Senin kemarin dikerahkan 2 pesawat di Sumatera dan dua pesawat di Kalim dengan total garam yang ditabur sejumlah 9.600 kg.
Salah satu hasilnya, hujan turun di sebagian besar wilayah Riau (Indragiri Hulu, Dumai, Pelalawan, Kuansing, Indragiri Hilir, Siak, Rokan Hulu dan Rokan Hilir), Jambi (Merangin, Sarolangin), Kalbar (Pontianak, Singkawang, Sintang, Melawi), Kalsel (HST, HSS), dan Kalteng (Palangkaraya, Barito Selatan dan Lamandau).
Kecenderungan titik panas yang turun, kata Agus juga harus terus dipertahankan sehingga masyarakat dapat menghirup udara sehat dan beraktivitas di luar rumah.
Hujan yang turun secara optimal dapat dimanfaatkan untuk membasahi gambut dengan sekat kanal dan embung. “Gambut perlu dikembalikan ke kodratnya yaitu basah dan berair sehingga tidak mudah terbakar. Usaha pembahasan gambut ini perlu dilakukan terus menerus sehingga tahun depan tidak terjadi kebakaran lagi.
(dam)