PDIP Sebut Mahasiswa Sudah Menang, Tak Perlu Demo Lagi

Selasa, 24 September 2019 - 13:32 WIB
PDIP Sebut Mahasiswa...
PDIP Sebut Mahasiswa Sudah Menang, Tak Perlu Demo Lagi
A A A
JAKARTA - PDIP menilai aksi demonstrasi tak perlu dilanjutkan. Sebab, mengacu pada lima tuntutan dari Aliansi Rakyat Bergerak kepada DPR dan Presiden Jokowi, beberapa sudah dikabulkan sehingga melanjutkan aksi demonstrasi dinilai sudah tidak relevan.

"Kecuali memang ingin membuat kegaduhan yang rawan menjadi tunggangan penumpang gelap yang menginginkan destabilisasi," tutur anggota Badan Legislasi FPDIP DPR Eva Kusuma Sundari, Selasa, (24/9/2019).

Eva menyebut, tuntutan pertama yaitu penundaan pengesahan RUU KUHP. Tuntutan tersebut sudah dikabulkan sejak Jumat, 20 September 2019, dimana Presiden Jokowi mengumumkan penundaan pengesahan RUU tersebut.

"Hal ini disambut positif oleh partai-partai koalisi dan bahkan Gerindra juga mendukung. Alasan penundaan adalah merespons permintaan masyarakat luas atas pasal-pasal yang kontroversial," tuturnya.

Tuntutan kedua perbaiki UU KPK, menurut Eva, hal ini sudah di luar kontrol DPR dan pemerintah karena sudah disahkan pada Selasa, 17 September 2019 lalu.

"Satu-satunya peluang adalah bila mahasiswa meminta pembatalan (judicial review) ke MK. Permintaan untuk Perppu tidak mungkin dilaksanakan mengingat tidak ada alasan darurat. Jadi saat ini bola justru di tangan mahasiswa sendiri, bukan DPR dan Presiden," katanya.

Tuntutan ketiga berupa penangkapan terhadap pelaku perusakan alam di beberapa daerah. Tuntutan ini dinilai kurang spesifik. Tapi jika yang dimaksud adalah kebakaran hutan maka saat ini penegakkan hukum sedang berjalan.

”Sudah ratusan pelaku perorangan dan kelompok pembakaran hutan ditangkap (ada yang sudah P21) dan puluhan perusahaan dalam dan luar negeri dibekukan izin usahanya," urainya.

Karena itu, menurut Eva, sebaiknya para mahasiswa mengawasi penegak hukum dalam bekerja, bukan justru demo di DPR maupun di tempat yang tidak terkait.

Terhadap tuntutan keempat terkait UU Ketenagakerjaan, menurut Eva, hal ini membingungkan karena DPR saat ini tidak ada bahasan UU tersebut. "Tampaknya ada salah paham di kalangan mahasiswa soal isu ketenagakerjaan dan sasaran demo," katanya.

Tuntutan keempat yang dinilai paling masuk akal yaitu yang terkait desakan Pengesahan RUU PKS (Penghapusan Kejahatan Seksual). Menurutnya, pembahasan RUU ini mandek akibat pimpinan panja dan beberapa partai politik tidak mengagendakan pembahasan RUU ini, meski sudah 3 tahun di Prolegnas.

"Para penolak RUU ini pebih percaya kepada hoaks-hoaks seperti RUU pro seks bebas, pro LGBT dan adopsi dari Prancis, ideologi individualisme liberal dan lain-lain daripada membela korban KS. Dalih yang diajukan pimpinan adalah tidak cukup waktu, sementara panja RUU Siber yang baru masuk minggu lalu sedang kerja keras membahas DIM-nya di minggu ini," katanya.

Karena itu, menurut Eva, untuk mendukung pengesahan RUU PKS ini, demo mahasiswa seharusnya ditujukan ke MUI, FPI, Alila beserta ormas-ormas Islam lain yang tidak membaca DIM di RUU PKS yang disusun Komnas Perempuan untuk melindungi dan memberikan keadilan kepada perempuan dan anak-anak korban kejahatan atau kekerasan seksual.

Tuntutan kelima yakni untuk memajukan demokratisasi dan setop menangkap aktivis. Hal ini dinilai kurang jelas objeknya. Namun, menurutnya, seharusnya sasaran juga ke penegak hukum yang bekerja independen dan imparsial. "Sebaiknya jika meminta perhatian dan pengawasan Komisi III DPR harus membawa data yang spesifik, misalnya kasus apa dan dimana sehingga bisa ditindaklanjuti oleh DPR," paparnya.

Berdasar hal di atas, Eva mengimbau kepada para mahasiswa untuk tidak melanjutkan demo, apalagi menduduki Gedung MPR karena tuntutan telah dipenuhi DPR dan Pemerintah, atau bahkan ada yang salah info dan sasaran.

"Kami meminta mahasiswa untuk kembali ke peran sejarah sebagai pembawa perubahan kearah kemajuan bangsa berbekal daya kritis yang berbasis data dan fakta, serta sikap yang militan membela kebenaran. Waspada potensi diperalat untuk tujuan politik mencari kekuasaan secara inkonstitusional," kata Ketua Kaukus Pancasila ini.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1272 seconds (0.1#10.140)