Pesantren Dapat Dana Abadi dan Dijamin Mutunya
A
A
A
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pesantren telah disepakati DPR dan Menteri Agama (Menag) untuk dibawa ke forum pengambilan keputusan tingkat II di Rapat Paripurna DPR untuk ditetapkan sebagai UU.
Dalam RUU ini, pesantren menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) serta dijamin mutunya lewat mekanisme Majelis Masyayikh dan menteri terkait. Sehingga, kini pesantren setara dengan sekolah-sekolah pada umumnya dari segi akreditasi dan pendanaan lewat dana abadi yang bersumber dari dana abadi pendidikan.
Di Bab I, dijelaskan mengenai pengertian atas istilah-istilah yang digunakan di lingkungan pesantren. Serta, tujuan dan fungsi pesantren sebagaimana Pasal 3 dan Pasal 4.
Pasal 3
Pesantren diselenggarakan dengan tujuan untuk:
a. membentuk individu yang unggul di berbagai bidang, yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berilmu, mandiri, tolong menolong, seimbang, dan moderat;
b. membentuk pemahaman agama dan keberagamaan yang moderat dan cinta tanah air, serta membentuk perilaku yang mendorong terciptanya kerukunan hidup beragama; dan
c. meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang berdaya dalam memenuhi kebutuhan pendidikan warga negara maupun kesejahteraan sosial masyarakat pada umumnya.
Pasal 4
Pesantren menyelenggarakan fungsi:
a. pendidikan;
b. dakwah; dan
c. pemberdayaan masyarakat.
Pesantren juga diwajibkan berkomitmen terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika baik dalam tujuan pendiriannya maupun penyelenggaraannya.
Pasal 6
(1) Pesantren didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat Islam dan/atau masyarakat.
(2) Pendirian Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. berkomitmen mengamalkan nilai Islam rahmatan lilalamin, dan berlandaskan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Bhinneka Tunggal Ika;
Pasal 8
(1) Penyelenggaraan Pesantren wajib mengembangkan nilai Islam rahmatan lilalamin dan berlandaskan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Bhinneka Tunggal Ika.
(2) Penyelenggaraan Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tetap menjaga kekhasan atau keunikan tertentu yang mencerminkan tradisi, kehendak dan cita-cita, serta ragam dan karakter Pesantren.
Guna meningkatkan kualitas pesantren dan agar lulusan pesantren diakui, RUU ini menerapkan sistem penjaminan mutu pesantren yang dimuat pada Pasal 26. Majelis Masyayikh dibentuk guna merumuskan sistem jaminan mutu dan ditetapkan oleh menteri terkait.
Pasal 26
(1) Untuk menjamin mutu pendidikan Pesantren disusun sistem penjaminan mutu.
(2) Sistem penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi:
a. melindungi kemandirian dan kekhasan pendidikan Pesantren;
b. mewujudkan pendidikan yang bermutu; dan
c. memajukan penyelenggaraan pendidikan Pesantren.
(3) Sistem penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diarahkan pada aspek:
a. peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya Pesantren;
b. penguatan pengelolaan Pesantren; dan
c. peningkatan dukungan sarana dan prasarana Pesantren.
(4) Sistem penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Majelis Masyayikh.
(5) Rumusan penjaminan mutu yang disusun oleh Majelis Masyayikh sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 28
(1) Majelis Masyayikh merupakan perwakilan dari Dewan Masyayikh.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan Majelis Masyayikh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 29
Majelis Masyayikh memiliki tugas:
a. menetapkan kerangka dasar dan struktur kurikulum Pesantren;
b. memberi pendapat kepada Dewan Masyayikh dalam menentukan kurikulum Pesantren;
c. merumuskan kriteria mutu lembaga dan lulusan Pesantren;
d. merumuskan kompetensi dan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan;
e. melakukan penilaian dan evaluasi serta pemenuhan mutu; dan
f. memeriksa keabsahan setiap syahadah atau ijazah Santri yang dikeluarkan oleh Pesantren.
Pesantren juga mendapatkan sumber pendanaan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, di samping bantuan dari masyarakat. Serta, anggaran lewat dana abadi pesantren yang bersumber dari dana abadi pendidikan.
Pasal 48
(1) Sumber pendanaan penyelenggaraan Pesantren berasal dari masyarakat.
(2) Pemerintah Pusat membantu pendanaan penyelengaraan Pesantren melalui anggaran pendapatan dan belanja negara sesuai kemampuan keuangan negara dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemerintah Daerah membantu pendanaan penyelenggaraan Pesantren melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah sesuai kewenangannya dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Sumber pendanaan penyelenggaraan Pesantren dapat berasal dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Sumber pendanaan Pesantren yang berasal dari hibah luar negeri diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Pasal 49
(1) Pemerintah menyediakan dan mengelola dana abadi Pesantren yang bersumber dari dana abadi pendidikan.
(2) Ketentuan mengenai dana abadi Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Pesantren juga diperbolehkan melakukan kerja sama dengan pihak lain baik di tingkat nasional maupun internasional guna meningkatkan peran dan mutu pesantren.
Pasal 50
(1) Dalam rangka meningkatkan peran dan mutu, Pesantren dapat melakukan kerja sama yang bersifat nasional dan/atau internasional.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk:
a. pertukaran peserta didik;
b. olimpiade;
c. sistem pendidikan;
d. kurikulum;
e. bantuan pendanaan;
f. pelatihan dan peningkatan kapasitas; dan/atau
g. bentuk kerja sama lainnya.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam RUU ini, pesantren menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) serta dijamin mutunya lewat mekanisme Majelis Masyayikh dan menteri terkait. Sehingga, kini pesantren setara dengan sekolah-sekolah pada umumnya dari segi akreditasi dan pendanaan lewat dana abadi yang bersumber dari dana abadi pendidikan.
Di Bab I, dijelaskan mengenai pengertian atas istilah-istilah yang digunakan di lingkungan pesantren. Serta, tujuan dan fungsi pesantren sebagaimana Pasal 3 dan Pasal 4.
Pasal 3
Pesantren diselenggarakan dengan tujuan untuk:
a. membentuk individu yang unggul di berbagai bidang, yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berilmu, mandiri, tolong menolong, seimbang, dan moderat;
b. membentuk pemahaman agama dan keberagamaan yang moderat dan cinta tanah air, serta membentuk perilaku yang mendorong terciptanya kerukunan hidup beragama; dan
c. meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang berdaya dalam memenuhi kebutuhan pendidikan warga negara maupun kesejahteraan sosial masyarakat pada umumnya.
Pasal 4
Pesantren menyelenggarakan fungsi:
a. pendidikan;
b. dakwah; dan
c. pemberdayaan masyarakat.
Pesantren juga diwajibkan berkomitmen terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika baik dalam tujuan pendiriannya maupun penyelenggaraannya.
Pasal 6
(1) Pesantren didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat Islam dan/atau masyarakat.
(2) Pendirian Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. berkomitmen mengamalkan nilai Islam rahmatan lilalamin, dan berlandaskan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Bhinneka Tunggal Ika;
Pasal 8
(1) Penyelenggaraan Pesantren wajib mengembangkan nilai Islam rahmatan lilalamin dan berlandaskan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Bhinneka Tunggal Ika.
(2) Penyelenggaraan Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tetap menjaga kekhasan atau keunikan tertentu yang mencerminkan tradisi, kehendak dan cita-cita, serta ragam dan karakter Pesantren.
Guna meningkatkan kualitas pesantren dan agar lulusan pesantren diakui, RUU ini menerapkan sistem penjaminan mutu pesantren yang dimuat pada Pasal 26. Majelis Masyayikh dibentuk guna merumuskan sistem jaminan mutu dan ditetapkan oleh menteri terkait.
Pasal 26
(1) Untuk menjamin mutu pendidikan Pesantren disusun sistem penjaminan mutu.
(2) Sistem penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi:
a. melindungi kemandirian dan kekhasan pendidikan Pesantren;
b. mewujudkan pendidikan yang bermutu; dan
c. memajukan penyelenggaraan pendidikan Pesantren.
(3) Sistem penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diarahkan pada aspek:
a. peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya Pesantren;
b. penguatan pengelolaan Pesantren; dan
c. peningkatan dukungan sarana dan prasarana Pesantren.
(4) Sistem penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Majelis Masyayikh.
(5) Rumusan penjaminan mutu yang disusun oleh Majelis Masyayikh sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 28
(1) Majelis Masyayikh merupakan perwakilan dari Dewan Masyayikh.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan Majelis Masyayikh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 29
Majelis Masyayikh memiliki tugas:
a. menetapkan kerangka dasar dan struktur kurikulum Pesantren;
b. memberi pendapat kepada Dewan Masyayikh dalam menentukan kurikulum Pesantren;
c. merumuskan kriteria mutu lembaga dan lulusan Pesantren;
d. merumuskan kompetensi dan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan;
e. melakukan penilaian dan evaluasi serta pemenuhan mutu; dan
f. memeriksa keabsahan setiap syahadah atau ijazah Santri yang dikeluarkan oleh Pesantren.
Pesantren juga mendapatkan sumber pendanaan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, di samping bantuan dari masyarakat. Serta, anggaran lewat dana abadi pesantren yang bersumber dari dana abadi pendidikan.
Pasal 48
(1) Sumber pendanaan penyelenggaraan Pesantren berasal dari masyarakat.
(2) Pemerintah Pusat membantu pendanaan penyelengaraan Pesantren melalui anggaran pendapatan dan belanja negara sesuai kemampuan keuangan negara dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemerintah Daerah membantu pendanaan penyelenggaraan Pesantren melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah sesuai kewenangannya dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Sumber pendanaan penyelenggaraan Pesantren dapat berasal dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Sumber pendanaan Pesantren yang berasal dari hibah luar negeri diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Pasal 49
(1) Pemerintah menyediakan dan mengelola dana abadi Pesantren yang bersumber dari dana abadi pendidikan.
(2) Ketentuan mengenai dana abadi Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Pesantren juga diperbolehkan melakukan kerja sama dengan pihak lain baik di tingkat nasional maupun internasional guna meningkatkan peran dan mutu pesantren.
Pasal 50
(1) Dalam rangka meningkatkan peran dan mutu, Pesantren dapat melakukan kerja sama yang bersifat nasional dan/atau internasional.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk:
a. pertukaran peserta didik;
b. olimpiade;
c. sistem pendidikan;
d. kurikulum;
e. bantuan pendanaan;
f. pelatihan dan peningkatan kapasitas; dan/atau
g. bentuk kerja sama lainnya.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(pur)