Dinilai Tak Libatkan DPD, Proses Seleksi Anggota BPK Dipertanyakan
A
A
A
JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terpilih, Abdul Rachman Thaha menyesalkan langkah DPR yang tidak melibatkan DPD dalam seleksi anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menurut dia, langkah DPR bertentangan dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK.
“Dalam UU Nomor 15/2006 Pasal 14 jelas disebutkan bahwa anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Dalam UU itu disebutkan pertimbangan DPD disampaikan secara tertulis yang memuat semua nama calon secara lengkap, dan diserahkan kepada DPR,” kata Rachman, Kamis (12/9/2019).
Karena DPR tidak melaksanakan UU 15/2006 ini, menurut Rachman, anggota BPK hasil seleksi DPR tahun 2019 ini cacat secara hukum. Konsekuensinya, produk BPK yang akan dihasilkan oleh anggota yang terpilih dalam seleksi ini juga bisa dipermasalahkan di kemudian hari.
“Tidak ada satu instansi pun yang boleh mengabaikan undang-undang, termasuk DPR. Masih ada kesempatan bagi DPR untuk mengevaluasi proses seleksi anggota BPK ini, karena belum ada calon anggota BPK yang terpilih,” tutur Rachman.
Legislator terpilih asal Sulawesi Tengah ini berharap agar DPR dan DPD saling menghormati kewenangan yang ada, termasuk dalam seleksi BPK. Sehingga ke depannya diharapkan kedua lembaga ini bisa lebih bersinergi mengawal bangsa Indonesia ke depannya.
“DPR dan DPD merupakan dua lembaga tinggi negara yang dibentuk dan bekerja berdasarkan konstitusi yang ada. Maka keduanya harus saling menghormati dan melengkapi,” jelas Rachman.
Sebelumnya, Komisi XI DPR sudah melakukan uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test terhadap 32 calon anggota BPK yang belum mendapatkan pertimbangan dari DPD. Hal itu dianggap menyalahi UU MD3 Pasal 191 Ayat 1.
Menurut dia, langkah DPR bertentangan dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK.
“Dalam UU Nomor 15/2006 Pasal 14 jelas disebutkan bahwa anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Dalam UU itu disebutkan pertimbangan DPD disampaikan secara tertulis yang memuat semua nama calon secara lengkap, dan diserahkan kepada DPR,” kata Rachman, Kamis (12/9/2019).
Karena DPR tidak melaksanakan UU 15/2006 ini, menurut Rachman, anggota BPK hasil seleksi DPR tahun 2019 ini cacat secara hukum. Konsekuensinya, produk BPK yang akan dihasilkan oleh anggota yang terpilih dalam seleksi ini juga bisa dipermasalahkan di kemudian hari.
“Tidak ada satu instansi pun yang boleh mengabaikan undang-undang, termasuk DPR. Masih ada kesempatan bagi DPR untuk mengevaluasi proses seleksi anggota BPK ini, karena belum ada calon anggota BPK yang terpilih,” tutur Rachman.
Legislator terpilih asal Sulawesi Tengah ini berharap agar DPR dan DPD saling menghormati kewenangan yang ada, termasuk dalam seleksi BPK. Sehingga ke depannya diharapkan kedua lembaga ini bisa lebih bersinergi mengawal bangsa Indonesia ke depannya.
“DPR dan DPD merupakan dua lembaga tinggi negara yang dibentuk dan bekerja berdasarkan konstitusi yang ada. Maka keduanya harus saling menghormati dan melengkapi,” jelas Rachman.
Sebelumnya, Komisi XI DPR sudah melakukan uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test terhadap 32 calon anggota BPK yang belum mendapatkan pertimbangan dari DPD. Hal itu dianggap menyalahi UU MD3 Pasal 191 Ayat 1.
(dam)