Pengawasan KPK Harus Melekat di Struktur

Selasa, 10 September 2019 - 20:12 WIB
Pengawasan KPK Harus Melekat di Struktur
Pengawasan KPK Harus Melekat di Struktur
A A A
JAKARTA - Revisi UU No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi perlu dibentuk pengawasan terhadap KPK. Pengawas itu harus melekat di struktur.

“Revisi UU KPK itu harus. Pembentukan pengawas harus. Namanya apa kek, mau dewan atau lainnya, tapi harus ada pengawasan yang melekat nempel di struktur, bukan di luar struktur,” kata Pakar Hukum Pidana Romli Atmasasmita saat dihubungi wartawan di Jakarta, Selasa (10/9/2019).

Siapa yang duduk mengisi sebagai pengawas tentu perlu dibicarakan lagi. Hanya saja jangan sampai orang yang duduk sebagai pengawas tugas KPK justru diawasi.

“Jangan nanti pengawas itu orangnya harus diawasi. Jadi ada bahasa who control, the controlers. Pertanyaannya sekarang siapa? Apa malaikat lagi atau setengah malaikat?” ujarnya.

Pada prinsipnya, Romli mengatakan, revisi UU KPK itu sudah suatu kenicayaan. Ibarat mobil tidak bisa dipakai terus menerus selama 17 tahun. Perlu diperbaiki onderdil dan lainnya.

“Gubernur saja tuh Anies Baswedan mobil di atas 10 tahun tidak boleh masuk Jakarta. Kenapa? Karena bisa kecelakaan. Nah ini sama, perilaku pimpinan KPK sudah terbiasa megang mobil yang butut, kemudian dianggap seperti biasa,” jelasnya.

Di samping itu, Romli juga menyoroti tentang penyadapan. Menurut dia, penyadapan perlu direvisi prosedurnya. Ada beberapa syarat terkait KPK bisa melakukan penyadapan.

“Siapa objeknya, siapa subjek, apa masalahnya, berapa lama disadap, kepada siapa harus bertanggung jawab. Nah, mekanisme ini tidak ada di KPK. Ini blong,” ujarnya.

Kemudian operasi tangkap tangan (OTT) juga menjadi polemik. Menurut dia, OTT itu dimulai dari penyadapan. Padahal apabila KPK sudah menyadap seseorang dan tahu akan terjadi suatu tindak pidana korupsi maka harusnya KPK langsung menghubungi pimpinannya agar bisa dicegah dan berhenti.

Akan tetapi, Romli melihat koordinasi KPK sangat buruk sehingga menunggu sampai terjadinya suatu peristiwa tindak pidana korupsi. “Misal nih sadapan gue, berhentiin dong, kalau enggak gue tangkap. Nah ini enggak, koordinasi tidak ada tungguin kali aja dapat kakap. KPK tidak begitu, lembaga terhormat dibikin tidak terhormat. Kenapa tidak dikasih tahu? Harusnya pencegahannya, makanya saya bilang pencegahannya amburadul. Tidak paham,” jelasnya.

Ia menjelaskan penyadapan itu sebetulnya dalam dunia criminal justice system menjadi the last tool atau alat terakhir di semua negara. “Biasanya penyelidikan itu turun cari peristiwa. Penyadapan itu paling enak, duduk diem terima laporan masyarakat lalu disadap. Jadi penyelidikannya di belakang meja, turun itu kalau dia gerebek,” tandasnya.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5370 seconds (0.1#10.140)