Revisi UU 30/2002, Jangan Jadi Ajang Penjinakan KPK
A
A
A
JAKARTA - Polemik tentang revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan DPR terus menimbulkan pro kontra. Diharapkan, revisi UU KPK ini tidak dijadikan DPR untuk ajang penjinakan lembaga antirasuah tersebut.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional, Robi Nurhadi mengatakan, keinginan masyarakat melalui DPR yang ingin merevisi UU KPK merupakan reaksi atas keberadaan UU KPK saat ini dan implementasinya oleh KPK dengan segala tafsirnya.
"Karena itu, wajar kalau terjadi feed back, terutama terhadap dampak yang ditimbulkannya," kata Robi Nurhadi dalam siaran persnya, Minggu (8/9/2019).
Robi setuju, jika pembangunan itu, keberhasilannya tidak hanya dilihat dari tercapainya tujuan fisik dan nonfisiknya, melainkan juga dilihat dari integritas para pelaku pembangunan.
"Namun saya lebih setuju lagi apabila proses penindakan oleh KPK terhadap masalah KKN dalam pelaksanaan pembangunan ini tetap mengedepankan stabilitas pembangunan," jelasnya.
"Kemudian stabilitas keamanan dan stabilitas pembangunan sumber daya manusia. Pelaksanaannya yang harus berkembang tanpa rasa takut untuk mengerjakan program-programnya, juga tanpa merasa khawatir untuk dibidik oleh lawan-lawan politiknya," sambungnya.
Mengenai keberadaan dewan pengawas KPK lanjutnya, jika memang mampu mewujudkan rasa keadilan para pelaksana pembangunan, serta dianggap mampu membangun check and balances dalam masalah tersebut, maka itu bisa dipertimbangkan sebagai solusi.
"Tapi ingat bukan sebagai ajang kolusi baru atau sebagai ajang penjinakan KPK," katanya.
Robi juga sependapat, bahwa penegakan hukum harus memberikan kepastian hukum. Oleh karenanya, kewenangan pemeriksaan tanpa SP3 oleh KPK dengan tanpa batas waktu, menjadi wajar untuk dikaji ulang dalam revisi UU KPK saat ini.
Intinya kata Robi, kembalikan tujuan akhir dari pembangunan KPK ini sebagai salah satu lembaga yang menertibkan penyelewengan anggaran pembangunan atau mencegah KKN.
"KPK jangan merasa ingin menjadi superbody. Tanpa ada yang bisa mengoreksi. Di sisi lain juga, pemerintah dan DPR jangan merasa ingin menjinakan KPK atau bahkan ingin bisa mengendalikannya melalui kelembagaan Dewan Pengawas KPK," pungkasnya.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional, Robi Nurhadi mengatakan, keinginan masyarakat melalui DPR yang ingin merevisi UU KPK merupakan reaksi atas keberadaan UU KPK saat ini dan implementasinya oleh KPK dengan segala tafsirnya.
"Karena itu, wajar kalau terjadi feed back, terutama terhadap dampak yang ditimbulkannya," kata Robi Nurhadi dalam siaran persnya, Minggu (8/9/2019).
Robi setuju, jika pembangunan itu, keberhasilannya tidak hanya dilihat dari tercapainya tujuan fisik dan nonfisiknya, melainkan juga dilihat dari integritas para pelaku pembangunan.
"Namun saya lebih setuju lagi apabila proses penindakan oleh KPK terhadap masalah KKN dalam pelaksanaan pembangunan ini tetap mengedepankan stabilitas pembangunan," jelasnya.
"Kemudian stabilitas keamanan dan stabilitas pembangunan sumber daya manusia. Pelaksanaannya yang harus berkembang tanpa rasa takut untuk mengerjakan program-programnya, juga tanpa merasa khawatir untuk dibidik oleh lawan-lawan politiknya," sambungnya.
Mengenai keberadaan dewan pengawas KPK lanjutnya, jika memang mampu mewujudkan rasa keadilan para pelaksana pembangunan, serta dianggap mampu membangun check and balances dalam masalah tersebut, maka itu bisa dipertimbangkan sebagai solusi.
"Tapi ingat bukan sebagai ajang kolusi baru atau sebagai ajang penjinakan KPK," katanya.
Robi juga sependapat, bahwa penegakan hukum harus memberikan kepastian hukum. Oleh karenanya, kewenangan pemeriksaan tanpa SP3 oleh KPK dengan tanpa batas waktu, menjadi wajar untuk dikaji ulang dalam revisi UU KPK saat ini.
Intinya kata Robi, kembalikan tujuan akhir dari pembangunan KPK ini sebagai salah satu lembaga yang menertibkan penyelewengan anggaran pembangunan atau mencegah KKN.
"KPK jangan merasa ingin menjadi superbody. Tanpa ada yang bisa mengoreksi. Di sisi lain juga, pemerintah dan DPR jangan merasa ingin menjinakan KPK atau bahkan ingin bisa mengendalikannya melalui kelembagaan Dewan Pengawas KPK," pungkasnya.
(maf)