Tiga Alasan Pentingnya Peran Perempuan di Parlemen

Minggu, 08 September 2019 - 15:24 WIB
Tiga Alasan Pentingnya...
Tiga Alasan Pentingnya Peran Perempuan di Parlemen
A A A
JAKARTA - Beberapa pihak mendorong adannya keterwakilan perempuan pada pimpinan dan alat kelengkapan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Sebab, kehadiran dalam posisi tersebut menjadi sebuah keniscayaan padahal kehadiran perempuan sangat penting dalam keterwakilan di parlemen.

Direktur PUSaKO FH UNAND, Feri Amsari menyebut, setidaknya ada 3 alternatif menunjukan betapa pentingnya peran perempuan di parlemen. Pertama sebagai alternatif aspirasi publik kepada perwakilan rakyat.

"Biasanya selama ini anggota DPR DPD itu yang mengarusutamakan pria, laki laki, selalu gagal menampung aspirasi publik dengan baik," ujar Feri dalam diskusi di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (8/9/2019).

"Contoh misalnya beberapa UU yang akhir akhir ini kita bicarakan, itu kan tidak menampung aspirasi publik. Mestinya perempuan di parlemen tampil menjadi alternatif lain untuk menampung aspirasi," tambahnya.

(Baca juga: Komposisi Menteri Alot, Pengamat Sebut Cacat dari Presidensial Multipartai)

Kedua lanjut Feri, perempuan menjadi alternatif kegagalan kinerja parlemen memenuhi fungsi tugas. Sebab, banyak undang-undang di Prolegnas selalu gagal, apalagi prioritas.

"Yang prioritas gagal dipenuhi, tiba tiba yang tidak prioritas naik di tengah jalan hanya untuk menghancurkan sebuah lembaga. Mestinya kekuatan perempuan di parlemen tampil untuk mengisi kekosongan itu," jelasnya.

Alternatif ketiga, yakni perempuan harus menjadi alternatif pimpinan di parlemen. Sebab, jika tidak ada keterwakilan perempuan maka tidak akan ada keseimbangan, tak ada alternatif suara berbeda.

"Misal, Kalau menyuarakan pelemahan KPK, perempuan harus menyuarakan penguatan KPK. Naik BBM, perempuan menyuarakan tidak naik BBM. Abai terhadap keselamatan perempuan pekerja, perempuan harus tampil sebaliknya," ungkapnya.

Kalau perlu kata Feri, harus ada alternatif, misal di DPR diisi mayoritas laki-laki dan di DPD seharusnya diisi mayoritas perempuan ataupun sebaliknya.

"Kenapa harus ada alternatif itu, karena konsekuensinya bagi publik berbeda. Kalau perempuan, publik menangis saja, dia sudah mengerti. Bagaimana menggagasnya, sudah ada putusan MK. Saya pikir itu, mudah-mudahan DPR mematuhi putusan MK," tuturnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1576 seconds (0.1#10.140)