Revisi UU KPK, Pengamat: Publik Bisa Terlibat dalam Perdebatan 'Super Body'

Jum'at, 06 September 2019 - 10:17 WIB
Revisi UU KPK, Pengamat:...
Revisi UU KPK, Pengamat: Publik Bisa Terlibat dalam Perdebatan 'Super Body'
A A A
JAKARTA - Revisi Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) resmi diusulkan sebagai RUU inisiatif DPR. Meski usulan itu disahkan oleh 77 Wakil Rakyat yang datang dalam Paripurna, namun jika nantinya disahkan menjadi UU, keberadaan aturan baru itu dinilai akan memengaruhi nasib lembaga antirasuah tersebut.

Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus memandang bahwa sebenarnya saat ini waktu yang tepat untuk merevisi UU KPK tersebut. Ada lima poin menurut Sulthan kenapa saat ini waktu yang tepat untuk merevisi.

Pertama, kata dia, dalam negara demokrasi tidak boleh ada lembaga negara yang super body sehingga tidak perlu lagi untuk diawasi. "Ingat di mana ada kekuasaan yang mutlak maka di situ pula potensi penyalahgunaan semakin besar," kata Sulthan saat dihubungi Sindonews, Jumat (6/9/2019).

Kedua, lanjut dia, persoalan penyadapan ini harus diatur lebih jelas dan rigid mekanismenya agar hak-hak warga negara tidak dilanggar. Dengarkan yang perlu didengar, kontrol proses dan tahapannya kemudian musnahkan isi rekaman seketika itu pula jika tidak ditemukan tindak pidana apapun. Jangan sampai negara membiarkan aparaturnya mendengar terlalu lama yang semestinya itu menjadi ranah privasi setiap orang.

Ketiga, Sulthan menilai, sejak UU KPK ini dilahirkan ruh-nya adalah penindakan, meskipun dalam UU jelas disebutkan bahwa KPK berperan aktif dalam melakukan pencegahan. Para pemangku kepentingan disebutnya sudah pernah menguji dan memfokuskan KPK pada penindakan, namun selama 17 tahun UU KPK diterapkan, korupsi bukan semakin berkurang, malah menjadi-jadi.

Untuk itu, ia berfikir sudah waktunya strategi pemberantasan korupsi di Indonesia digeser pada fokus pencegahan. Setiap sistem pengelolalaan keuangan negara harus dibarengi dengan mekanisme dan administrasi serta management yang terukur dan sistematis.

"Apalagi di era teknologi dan keterbukaan saat ini. Kejahatan itu datang kala ada kesempatan, maka kesempatan itu yang harus diminimalisir. Kuncinya ada pada pencegahan, bukan semata-mata penindakan," tutur dia.

Selanjutnya yang keempat, revisi ini menjadi kesempatan terbaik bagi publik untuk melihat secara dekat apa yang sebenarnya terjadi antara KPK, DPR dan Pemerintah. Mengingat sampai saat ini upaya revisi tersebut selalu berakhir deadlock. Di sisi lain, ada opini yang menguat di publik adanya upaya melemahkan KPK, namun di sisi yang lain juga ada opini yang mengatakan bahwa KPK kini mulai berpolitik.

Nah kata Sulthan, untuk menghindari kesimpangsiuran ini, proses revisi UU KPK dan segala jenis dokumen pendukung serta fakta yang terjadi di seputar KPK harus sebesar-besarnya di buka pada masyarakat luas.

"Jika tidak ada revisi maka publik selamanya tidak punya kesempatan untuk memperbaiki KPK. Biarkan kemudian rakyat menilai dan menjadi penentu dengan kesadaran berpikirnya tanpa harus dipengaruhi oleh opini yang sudah di framing pada kepentingan tertentu," papar dia.

Kelima, Sulthan berharap, KPK tidak perlu khawatir adanya revisi ini karena takut akan melemahkan KPK. Apalagi khawatir untuk diawasi oleh pengawas eksternal. Menurutnya, selagi setiap penindakan yang dilakukan oleh KPK selama ini sesuai dengan koridor hukum, maka percayalah, rakyat sudah cerdas untuk menilai siapa sebenarnya yang sedang memainkan drama dan menjadi sutradaranya.

"Terakhir sebagai penutup, saya dan kita semua sedang berpikir dan bersama-sama bahu membahu untuk menghilangkan praktek korupsi dan penyalahgunaan kewenangan. Karena Indonesia sedang bergerak maju kedepan mensejahterakan rakyatnya serta untuk duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan negara-negara di dunia. Upaya dan cita-cita luhur tersebut akan lebih mudah dicapai diawali dengan meminimalisir perilaku korupsi dalam management pemerintahan kita dari strata tertinggi hingga terendah," pungkasnya.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1118 seconds (0.1#10.140)