Ketenangan Pemerintah

Kamis, 05 September 2019 - 08:00 WIB
Ketenangan Pemerintah
Ketenangan Pemerintah
A A A
PEMINDAHAN ibu kota dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur, tepatnya di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, terus mengundang perdebatan. Persoalan lahan, persiapan, pendanaan, dan lain-lain terus menjadi perbincangan di media massa ataupun media sosial.

Pendanaan menjadi sorotan yang tajam. Angka Rp466 triliun dianggap nilai yang cukup besar. Beberapa berpendapat itu akan membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) di tengah utang pemerintah yang dianggap besar. Kelompok yang mengkritik nilai Rp466 triliun, berpendapat dana tersebut bisa digunakan untuk membiayai hal lain. Misalnya, ketika ramai-ramai soal isu defisit dana BPJS Kesehatan, dana tersebut bisa digunakan untuk menambalnya.

Namun, kalau dicermati, kritikan itu juga kurang mendasar karena pemerintah mengaku hanya 19% dari Rp466 triliun yang akan digunakan untuk biaya pemindahan ibu kota. Jadi, totalnya sekitar Rp90 triliun. Itu pun tampaknya dilakukan multiyears atau tidak dalam satu periode APBN.

Lalu sisanya? Ada yang dikerjasamakan dengan swasta atau hanya swasta. Nah, ini sebenarnya yang harus bisa dijelaskan secara rinci oleh pemerintah. Apakah dalam bentuk investasi ataupun dalam skema lain? Pemerintah harus bisa menjawab ini.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani, ketika bertemu beberapa pemimpin redaksi media massa nasional, juga belum menjawab secara gamblang tentang pembiayaan ini. Sri berdalih masih menunggu kementerian lain melakukan pemetaan, baru keluar nilai biaya. Selain itu, biaya seperti pembangunan jalan atau infrastruktur yang lain sudah masuk usulan anggaran pada APBN 2020.

Tentang pembiayaan ini, tampaknya pemerintah sangat percaya diri bahwa itu bisa diatasi dengan mudah. Sinyal pertama datang dari Sri Mulyani. Ketika ditanya tentang pembiayaan, selain menjawab di atas, juga menjawab tentang valuasi aset pemerintah yang ada di DKI Jakarta.

Kemenkeu telah selesai melakukan revaluasi terhadap aset pemerintah. Hasilnya, aset yang dimiliki pemerintah hingga Desember 2015 nilainya sekitar Rp6.000 triliun. Itu aset tanah atau tanah dengan gedung. Aset yang mempunyai nilai historis dan tidak. Memang Sri Mulyani tidak secara langsung menjawab bahwa nilai Rp90 triliun atau bahkan Rp466 triliun tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan nilai aset Rp6.000 triliun. Sri Mulyani, menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), juga cukup percaya diri ketika ditanya tentang pendanaan ini.

Ketenangan soal pendanaan juga disampaikan Presiden Jokowi kepada awak media. Saat bertemu jajaran pemimpin redaksi media massa nasional, Presiden Jokowi menjelaskan jumlah lahan yang digunakan untuk pemindahan ibu kota. Luas areal 180.000 hektare tidak akan digunakan semua oleh pemerintah.
Bahkan hanya sekitar 40.000 yang akan digunakan. Itu pun pemerintah hanya akan menggunakan 10.000 untuk pemerintahan (istana dan gedung kementerian-lembaga). Sisanya 30.000 hektare bisa dijual oleh pemerintah. Kenapa bisa dijual? Presiden Jokowi mengaku bahwa lahan sekitar 180.000 hektare adalah milik pemerintah dan saat ini sudah dibekukan alias tidak bisa diperjualbelikan.
Jokowi berandai-andai jika satu meter persegi tanah di ibu kota baru tersebut dijual dengan harga Rp2 juta. Jika ada sekitar 30.000 hektare jatuhnya menjadi Rp600 triliun. Itu kalau Rp2 juta per meter persegi. Kalau Rp3 juta tentu nilainya menjadi Rp900 triliun. Tentu nilai tersebut sudah cukup menutupi pembiayaan perpindahan ibu kota.

Pemerintah memang cukup mudah “mematahkan” kritikan tentang pendanaan. Namun, ini adalah hal yang sensitif. Secara teori mungkin akan sangat mudah. Namun, mekanisme jual beli tanah ini bisa menjadi polemik. Maka, akan muncul kritikan baru kepada pemerintah. Jika tidak menggunakan mekanisme yang transparan, tentu pemerintah akan banjir kritik. Apalagi jika ada kepentingan lain yang menunggangi.

Toh tuduhan tentang transparansi lahan di ibu kota baru juga sudah ada. Tuduhan ada pihak swasta di balik lahan ibu kota baru atau spekulasi negosiasi politik juga telah muncul. Apalagi nanti pengelolaan ibu kota baru akan diserahkan ke badan otorita. Ini juga bisa menjadi celah untuk dikritik.

Jika pemerintah bisa dengan tenang menjawab kritik soal pendanaan pemindahan ibu kota, untuk mekanisme jual beli, sewa, pembangunan lahan di ibu kota baru pemerintah harus lebih hati-hati. Namun, jika tidak ada kepentingan-kepentingan lain selain untuk kemajuan bangsa, pemerintah akan mudah menjawab kritikan itu.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4697 seconds (0.1#10.140)