Soal Papua, Moeldoko: Harus Dituntaskan lewat Pendekatan Politik
A
A
A
JAKARTA - Tokoh separatisme Papua, Benny Wenda, disebut-sebut ikut menunggangi kerusuhan di Papua. Dia turut memobilisasi informasi yang tidak benar. Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko di kantornya di Jakarta, kemarin. Menurutnya, Benny telah mobilisasi diplomatik dan memobilisasi informasi yang keliru.
“Itu yang dia lakukan di Australia dan di Inggris. Karena itu, persoalan tersebut Papua harus dituntaskan lewat pendekatan politik, nggak bisa dengan pendekatan militer. Sebab masalah separatisme merupakan persoalan politik. Jadi, ini persoalan politik harus diatasi dengan pendekatan politik. Ini juga lebih politik karena dia (Benny) bergerak di front politik,” tuturnya.
Maka itu, dia mengatakan, pemerintah telah melakukan pendekatan politik melalui jalur diplomasi mengingat Benny tinggal di luar negeri. “Itulah seperti diplomasi,” ujarnya. Moeldoko juga mengatakan kondisi Papua saat ini berangsur membaik. Namun, terkait jumlah korban akibat kerusuhan, dia akan segera melakukan pengecekan. “Segera kita cek itu, otoritas kan di tangan Kapolri cukup,” katanya.
Sebelum itu, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani meminta pemerintah menyelidiki secara tuntas soal pernyataan Kapolri tentang adanya “Penumpang Asing” dalam konflik di Papua. Dia meminta Kapolri sebagai penegak hukum tidak berspekulasi. “Bagi saya, kalau Pak Kapolri menangkap indikasi adanya ‘penumpang asing’, itu harus diselidiki secara tuntas. Kalau itu kemudian bisa diproses hukum harus ditingkatkan ke penyidikan,” kata Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) PPPA Yohana Susana Yembise mengaku menerima beberapa laporan terkait perempuan dan anak yang terdampak kerusuhan di Papua. Dia menyebut masalah perempuan dan anak terdampak kerusuhan Papua adalah trauma. “Yang jelas, mungkin masalah trauma ya. Trauma saja dalam keadaan ketakutan. Saya sudah terima itu,” katanya di Kantor Kepala Staf Presiden (KSP), kemarin.
Terkait jumlah perempuan dan anak yang terdampak kerusuhan, Yohana belum bisa memastikannya. Hingga kini dia masih mengumpulkan data tersebut. “Kami sudah menugaskan staf khusus kami untuk menyelidiki, mengumpulkan data-data. Kira-kira berapa banyak perempuan dan anak yang menjadi korban,” ungkapnya.
Dia juga berencana akan mengundang tokoh adat dan kepala suku Papua untuk berbicara tentang perempuan dan anak. Menurutnya dialog seperti ini sebenarnya sudah berjalan sejak 2016. “Jadi, dengan cara menggandeng mereka termasuk akademisi tokoh perempuan, kemudian tokoh-tokoh mahasiswa kita bisa lihat kira-kira bagaimana caranya untuk menurunkan atau menghilangkan trauma perempuan dan anak,” katanya.
Polda Tetapkan 20 Tersangka Kerusuhan
Sementara itu, Polda Papua Barat merilis hasil terbaru penyelidikan kerusuhan disertai penjarahan saat unjuk rasa menolak rasisme di tiga kota, Manokwari, Sorong, dan Fakfak. Dari hasil penyelidikan sudah ditetapkan 20 tersangka kerusuhan dari tiga kota tersebut di antaranya tersangka pembakaran kantor DPRD Papua Barat, Abon Gulung Hawai Bakery, dan Dailer Daihatsu di Manokwari.
Secara keseluruhan, ada 10 tersangka dari aksi 19 Agustus lalu di Manokwari. Polda Papua Barat juga menetapkan tujuh tersangka di Sorong, di antaranya pembakar lapas, perusak Bandara DEO, dan pembakar kantor DPRD. Sedangkan tiga tersangka di Fakfak adalah pembakar Pasar Tamburuni. “Bisa saja jumlah tersangka bertambah dari kerusuhan di Papua Barat,” kata Kabid Humas Polda Papua Barat AKBP Mathias Y Krey di Manokwari, kemarin.
Selain tersangka, Polda Papua Barat juga merilis bangunan dan fasilitas serta kendaraan yang menjadi sasaran amuk massa saat kerusuhan di Manokwari di antaranya 21 gedung pemerintah/swasta, 20 bangunan tempat usaha, delapan mesin ATM, satu sekolah taman kanak-kanak, tiga motor, dan 31 mobil.
“Itu yang dia lakukan di Australia dan di Inggris. Karena itu, persoalan tersebut Papua harus dituntaskan lewat pendekatan politik, nggak bisa dengan pendekatan militer. Sebab masalah separatisme merupakan persoalan politik. Jadi, ini persoalan politik harus diatasi dengan pendekatan politik. Ini juga lebih politik karena dia (Benny) bergerak di front politik,” tuturnya.
Maka itu, dia mengatakan, pemerintah telah melakukan pendekatan politik melalui jalur diplomasi mengingat Benny tinggal di luar negeri. “Itulah seperti diplomasi,” ujarnya. Moeldoko juga mengatakan kondisi Papua saat ini berangsur membaik. Namun, terkait jumlah korban akibat kerusuhan, dia akan segera melakukan pengecekan. “Segera kita cek itu, otoritas kan di tangan Kapolri cukup,” katanya.
Sebelum itu, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani meminta pemerintah menyelidiki secara tuntas soal pernyataan Kapolri tentang adanya “Penumpang Asing” dalam konflik di Papua. Dia meminta Kapolri sebagai penegak hukum tidak berspekulasi. “Bagi saya, kalau Pak Kapolri menangkap indikasi adanya ‘penumpang asing’, itu harus diselidiki secara tuntas. Kalau itu kemudian bisa diproses hukum harus ditingkatkan ke penyidikan,” kata Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) PPPA Yohana Susana Yembise mengaku menerima beberapa laporan terkait perempuan dan anak yang terdampak kerusuhan di Papua. Dia menyebut masalah perempuan dan anak terdampak kerusuhan Papua adalah trauma. “Yang jelas, mungkin masalah trauma ya. Trauma saja dalam keadaan ketakutan. Saya sudah terima itu,” katanya di Kantor Kepala Staf Presiden (KSP), kemarin.
Terkait jumlah perempuan dan anak yang terdampak kerusuhan, Yohana belum bisa memastikannya. Hingga kini dia masih mengumpulkan data tersebut. “Kami sudah menugaskan staf khusus kami untuk menyelidiki, mengumpulkan data-data. Kira-kira berapa banyak perempuan dan anak yang menjadi korban,” ungkapnya.
Dia juga berencana akan mengundang tokoh adat dan kepala suku Papua untuk berbicara tentang perempuan dan anak. Menurutnya dialog seperti ini sebenarnya sudah berjalan sejak 2016. “Jadi, dengan cara menggandeng mereka termasuk akademisi tokoh perempuan, kemudian tokoh-tokoh mahasiswa kita bisa lihat kira-kira bagaimana caranya untuk menurunkan atau menghilangkan trauma perempuan dan anak,” katanya.
Polda Tetapkan 20 Tersangka Kerusuhan
Sementara itu, Polda Papua Barat merilis hasil terbaru penyelidikan kerusuhan disertai penjarahan saat unjuk rasa menolak rasisme di tiga kota, Manokwari, Sorong, dan Fakfak. Dari hasil penyelidikan sudah ditetapkan 20 tersangka kerusuhan dari tiga kota tersebut di antaranya tersangka pembakaran kantor DPRD Papua Barat, Abon Gulung Hawai Bakery, dan Dailer Daihatsu di Manokwari.
Secara keseluruhan, ada 10 tersangka dari aksi 19 Agustus lalu di Manokwari. Polda Papua Barat juga menetapkan tujuh tersangka di Sorong, di antaranya pembakar lapas, perusak Bandara DEO, dan pembakar kantor DPRD. Sedangkan tiga tersangka di Fakfak adalah pembakar Pasar Tamburuni. “Bisa saja jumlah tersangka bertambah dari kerusuhan di Papua Barat,” kata Kabid Humas Polda Papua Barat AKBP Mathias Y Krey di Manokwari, kemarin.
Selain tersangka, Polda Papua Barat juga merilis bangunan dan fasilitas serta kendaraan yang menjadi sasaran amuk massa saat kerusuhan di Manokwari di antaranya 21 gedung pemerintah/swasta, 20 bangunan tempat usaha, delapan mesin ATM, satu sekolah taman kanak-kanak, tiga motor, dan 31 mobil.
(don)