Mawaqif: Sebuah Upaya Komprehensif Menghadirkan Ilmu Kalam

Senin, 02 September 2019 - 17:28 WIB
Mawaqif: Sebuah Upaya...
Mawaqif: Sebuah Upaya Komprehensif Menghadirkan Ilmu Kalam
A A A
Mohammad Syam'un Salim, M. Ag
Peneliti INSISTS

BERBICARA tradisi intelektual di dalam Islam tidak akan pernah lepas dari tiga tradisi besar yakni Kalam, Filsafat dan Tasawuf. Pertama, lewat diskursus yang dominan lewat penelaahan teks-teks wahyu. Kedua, lebih kepada penalaran rasional. Ketiga, diskusinya didominasi oleh pengalaman mistis ‘mukasyafah’.

Tetapi meskipun dominasi kajiannya berbeda-beda, ketiganya punya misi yang serupa yaitu pembuktian atas kekuasaan dan keesaan Tuhan. Tentu upaya itu, bila ditelaah lagi, ketiganya tetap tidak sekalipun keluar dari koridor wahyu.

Yang menjadi menarik adalah, tradisi yang beragam ini. Utamanya tradisi Kalam mendapat penolakan yang cukup kuat oleh beberapa oknum dari umat Islam sendiri, dengan pelbagai alasannya. Misalnya saja, pernyataan bahwa ilmu Kalam itu mengantarkan kepada syubhat, dikarenakan kerapkali mempertanyakan persoalan agama yang telah mapan.

Pernyataan ini, sayangnya berhenti, tanpa klarifikasi yang cukup. Menolak, karena satu dua hal, lalu berhenti sampai di situ. Bagaimana lebih dalamnya ilmu Kalam itu, acapkali dilewatkan begitu saja.

Mulai bagaimana latarbelakang dan sejarahnya, apa saja yang menjadi diskursus juga basis epistemologinya menguap tanpa upaya penalaran lebih dalam lagi. Bahkan, tanpa angin dan hujan, ilmu Kalam tiba-tiba saja distigma buruk. Mempelajarinya dianggap sebagai kategori haram dan dilarang.

Dari itu, Melalui bukunya “Mawaqif; Beriman dengan Akal Budi”, Dr Henri Shalahuddin berupaya untuk menjawab beberapa persoalan mendasar dalam ilmu Kalam. Apa dan bagaimana sebetulnya ilmu Kalam itu. Dr Henri berhasil menghadirkan argumentasi ilmiah bagaimana seharusnya para cendikia melihat ilmu Kalam ini; tidak dalam posisi menolak mentah-mentah, ataupun menerima begitu saja tanpa sikap kritis.

Di dalam bukunya, Dr Henri mengklarifikasi lebih dalam apa yang menjadi perdebatan dalam isu-isu Kalam, tanpa terjebak pada perdebatan itu sendiri. Di tangan Dr Henri, ilmu Kalam menjadi sangat rasional di satu sisi, tanpa sedikitpun keluar dari koridor dalil di sisi lainnya.

Termasuk, pembuktian atas kekeliruan dalam melihat Imam al-Ghazali yang dituduh sebagai biang keladi kemunduran sains dan menolak filsafat secara total. Dengan fakta yang ada, Dr Henri justru membuktikan, bahwa Imam Ghazali menempatkan filsafat dan Kalam, fiqih dan tasawuf dalam satu kotak yang sama.

Pedekatan integratif ini juga yang sebetulnya menjadi ciri khas ahlu sunnah wa al-jama’ah. Misalnya saja “al-tawassut baina aql wa naql”, keseimbangan antara penggunaan rasionalitas dan dalil.

Di sini Dr Henri memperlihatkan pandangan, yang selama ini dilewatkan oleh cerdik cendekia, khususnya muslim dewasa ini. Di mana seolah-olah kebenaran wahyu tidak dapat diafirmasi oleh rasionalitas, begitu juga sebaliknya.

Hal yang menarik lainnya dalam buku ini adalah Dr Henri dapat meramu diskursus Kalam menjadi semakin menarik dan kaya dengan menghadirkan persoalan kontemporer yang belakangan ramai di kanal-kanal berita, baik televisi hingga jejaring sosial. Isu-isu madzahib haddamah, semisal aliran-aliran menyimpang hingga menyangkut persoalan liberalisasi pemikiran juga tidak lewat dalam pembahasan.

Dr Henri secara head to head membandingkan Islam Liberal yang konon disebut-sebut sebagai neo-mu’tazilah dengan Mu’tazilah yang sebenarnya. Nyatanya, argumen juga basis epistemologi Mu’tazilah punya muatan lebih berbobot dengan Islam yang mengaku dirinya liberal itu.

Akhir kata, buku “Mawaqif: Beriman dengan Akal Budi” milik Dr Henri ini memberikan sebuah pandangan bahwa ilmu Kalam nyatanya tidak sesempit pada soal perdebatan “jadal” tanpa makna. Yang hanya berkisar pada Mu’tazilah, Asyariyyah, Maturidiyah, Khawarij, Qadariyyah dan Jabariyyah. Tetapi muatannya justru sangat beragam dan kaya.

Maka tidak mengherankan bila buku ini diberi nama “Mawaqif” (pandangan-pandangan) sebab isinya merangkum begitu banyak argumen, pandangan dan basis epistemologis mulai dari yang paling klasik hingga yang paling kontemporer sekalipun. Segala seluk beluk kelompok dijelaskan hingga pada basis epistemologis yang paling dalam.

Selain itu, kelebihan dari buku ini, pemilihan sumber referensi yang keseluruhannya adalah referensi induk, tidak dengan mengutip beberapa sumber sekunder. Alhasil buku ini semakin besar nilai objektif dan daya nilai ilmiahnya. Maka, dengan itu semua, buku “mawaqif” ini tidak hanya cocok sebagai pengantar diskursus Kalam, tetapi juga cocok bagi mereka yang ingin terjun lebih medalam pada persoalan umat di abad milenial ini. Wallahu a’lam
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6666 seconds (0.1#10.140)