Kilas Balik Sejarah Soal Soeharto Gugat Majalah Time
A
A
A
JAKARTA - Tanggal 31 Agustus dalam catatan sejarah mengungkap perseteruan antara Majalah Time dan Mantan Presiden Soeharto. Kala itu, pemberitaan Majalah Time edisi Asia berjudul 'Suharto Inc. How Indonesia's Longtime Boss Built a Family Fortune' menghebohkan negeri ini.
Majalah Time edisi Asia Volume 153 Nomor 20 tertanggal 24 Mei 1999 pada halaman 16-19 itu mengupas tentang kekayaan Soeharto dan keluarganya senilai US$ 9 miliar yang ditransfer dari Swiss ke Austria.
Namun, mantan Presiden Soeharto membantah pemberitaan Majalah Time tersebut. Pada 22 Mei 1999, Soeharto menyatakan berita tersebut bohong dan fitnah.
"Itu berita bohong. Jika Time tidak dapat membuktikan fakta-fakta dari pemberitaannya, maka itu fitnah. Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan," ujar Soeharto pada 21/5/1999.
Soeharto juga membantah bahwa dia sama sekali tidak memiliki kekayaan seperti yang diberitakan oleh Time. Penasihat hukum Sigit Harjojudanto, Juan Felix Tampubolon menuturkan, dari pemberitaan tersebut hanya tulisan mengenai rumah di Inggris yang benar.
Juan Felix mengatakan, kliennya memiliki dua rumah di Inggris, satu milik Sigit Harjojudanto dan lainnya milik istrinya, Ilsye Harjojudanto.
Sementara Kepala Humas Kejagung RJ Soehandoyo yang turut memeriksa Sigit mengungkapkan, Sigit tidak memiliki saham di perusahaan kerja sama PT Petrokimia Nusantara Intendo dengan PT Nusamba. Ia juga disebut tidak menjadi bagian dari pengurus di PT Nusamba.
Merespons pemberitaan tersebut, Kepala Biro Time di Hongkong, John Colmey mengatakan, apa yang tertulis di Time telah menjelaskan segalanya. "Kami tidak punya motif apa pun atau niat apa pun terhadap Soeharto," katanya.
Namun pemberitaan ini membuat presiden kedua RI tersebut memperkarakan Majalah Time ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam gugatan tersebut dicantumkan tujuh pihak tergugat, yakni Time Inc. Asia (tergugat I), editor Time Donald Morrison (tergugat II), penulis Time untuk Jakarta, John Colmey (tergugat III).
Kemudian penulis Time untuk Jakarta, David Liebhold (tergugat IV), reporter Time untuk Jakarta, Lisa Rose Weaver (tergugat V), reporter Time untuk Jakarta, Zamira Lubis (tergugat VI), dan reporter Time untuk Jakarta, Jason Tedjasukmana (tergugat VII).
Hasilnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui putusannya pada 9 November 1999 dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta melalui putusannya pada 6 Juni 2000 memenangkan majalah Time. Pada akhir Agustus 2007, Mahkamah Agung (MA) memberikan keputusan berbeda.
Harian Kompas 11 September 2007 menyebutkan, MA menghukum Time edisi Asia bersama enam tergugat lainnya untuk membayar ganti rugi materiil senilai Rp1 triliun kepada mantan Presiden Soeharto.
Selain itu, Majalah Time juga diperintahkan meminta maaf secara terbuka di media nasional, serta pada Time edisi Asia, Eropa, Atlanta, dan AS.
MA menilai, Time edisi Asia telah melakukan perbuatan melawan hukum yang mencemarkan nama mantan Presiden Soeharto dengan mengeluarkan pemberitaan dan gambar yang melampaui batas kepatutan, ketelitian, dan sikap hati-hati.
Setelah putusan tersebut, kuasa hukum Time, Todung Mulya Lubis mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Upaya ini membuahkan hasil. Pada pertengahan April 2009, MA memutuskan perkara peninjauan kembali (PK) yang diajukan pihak Time.
MA dalam putusan dengan nomor 273/PK/PDT/2008 itu memenangkan Majalah Tim. Pertimbangan majelis memutuskan hal tersebut karena menilai berita yang dimuat majalah yang bermarkas di New York tersebut bukanlah perbuatan yang melawan hukum.
Majalah Time edisi Asia Volume 153 Nomor 20 tertanggal 24 Mei 1999 pada halaman 16-19 itu mengupas tentang kekayaan Soeharto dan keluarganya senilai US$ 9 miliar yang ditransfer dari Swiss ke Austria.
Namun, mantan Presiden Soeharto membantah pemberitaan Majalah Time tersebut. Pada 22 Mei 1999, Soeharto menyatakan berita tersebut bohong dan fitnah.
"Itu berita bohong. Jika Time tidak dapat membuktikan fakta-fakta dari pemberitaannya, maka itu fitnah. Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan," ujar Soeharto pada 21/5/1999.
Soeharto juga membantah bahwa dia sama sekali tidak memiliki kekayaan seperti yang diberitakan oleh Time. Penasihat hukum Sigit Harjojudanto, Juan Felix Tampubolon menuturkan, dari pemberitaan tersebut hanya tulisan mengenai rumah di Inggris yang benar.
Juan Felix mengatakan, kliennya memiliki dua rumah di Inggris, satu milik Sigit Harjojudanto dan lainnya milik istrinya, Ilsye Harjojudanto.
Sementara Kepala Humas Kejagung RJ Soehandoyo yang turut memeriksa Sigit mengungkapkan, Sigit tidak memiliki saham di perusahaan kerja sama PT Petrokimia Nusantara Intendo dengan PT Nusamba. Ia juga disebut tidak menjadi bagian dari pengurus di PT Nusamba.
Merespons pemberitaan tersebut, Kepala Biro Time di Hongkong, John Colmey mengatakan, apa yang tertulis di Time telah menjelaskan segalanya. "Kami tidak punya motif apa pun atau niat apa pun terhadap Soeharto," katanya.
Namun pemberitaan ini membuat presiden kedua RI tersebut memperkarakan Majalah Time ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam gugatan tersebut dicantumkan tujuh pihak tergugat, yakni Time Inc. Asia (tergugat I), editor Time Donald Morrison (tergugat II), penulis Time untuk Jakarta, John Colmey (tergugat III).
Kemudian penulis Time untuk Jakarta, David Liebhold (tergugat IV), reporter Time untuk Jakarta, Lisa Rose Weaver (tergugat V), reporter Time untuk Jakarta, Zamira Lubis (tergugat VI), dan reporter Time untuk Jakarta, Jason Tedjasukmana (tergugat VII).
Hasilnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui putusannya pada 9 November 1999 dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta melalui putusannya pada 6 Juni 2000 memenangkan majalah Time. Pada akhir Agustus 2007, Mahkamah Agung (MA) memberikan keputusan berbeda.
Harian Kompas 11 September 2007 menyebutkan, MA menghukum Time edisi Asia bersama enam tergugat lainnya untuk membayar ganti rugi materiil senilai Rp1 triliun kepada mantan Presiden Soeharto.
Selain itu, Majalah Time juga diperintahkan meminta maaf secara terbuka di media nasional, serta pada Time edisi Asia, Eropa, Atlanta, dan AS.
MA menilai, Time edisi Asia telah melakukan perbuatan melawan hukum yang mencemarkan nama mantan Presiden Soeharto dengan mengeluarkan pemberitaan dan gambar yang melampaui batas kepatutan, ketelitian, dan sikap hati-hati.
Setelah putusan tersebut, kuasa hukum Time, Todung Mulya Lubis mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Upaya ini membuahkan hasil. Pada pertengahan April 2009, MA memutuskan perkara peninjauan kembali (PK) yang diajukan pihak Time.
MA dalam putusan dengan nomor 273/PK/PDT/2008 itu memenangkan Majalah Tim. Pertimbangan majelis memutuskan hal tersebut karena menilai berita yang dimuat majalah yang bermarkas di New York tersebut bukanlah perbuatan yang melawan hukum.
(maf)