Menkominfo Sebut Digitalisasi TV Terganjal Regulasi
A
A
A
NUNUKAN - - Pemerintah dan ekosistem penyiaran Tanah Air pada dasarnya sudah sangat siap melakukan migrasi siaran analog ke digital (digitalisasi). Hanya saja, langkah ini terganjal oleh regulasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) yang revisinya tak kunjung terlaksana.
Karena itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memberanikan diri dengan meluncurkan siaran digital secara simulcast (simultaneous casting) di mana siaran analog dan digital disiarkan berbarengan dan itu dimulai di daerah perbatasan.
“Kalau saya satu sisi regulasi, tadi saya sampaikan ini kalau lama-lama, padahal masyarakat sudah membutuhkan dan kalau kita sudah kehilangan peluang yang sangat banyak kenapa tidak. Wong ojek online saja tidak ada diatur undang-undang. Kalau kita mengatur UU, bukan saya melanggar UU, tapi kita harus berpikir progresif. Kenapa digital tidak?” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara di sela-sela Peluncuran Digitalisasi Perbatasan di Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), Sabtu (31/8/2019).
Menurut pria yang akrab disapa Chief RA itu, pada dasarnya pemerintah juga ingin melakukan digitalisasi secara nasional hanya saja, payung hukum berupa UU Penyiaran belum direvisi. Dan ini juga bergantung pada kreativitas LPS (Lembaga Penyiaran Swasta) atau TV swasta serta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk ikut mensukseskan ini.
“Semuanya bergerak kita lakukan model yang kreatif yaitu Simulkas, berbarengan jadi analog dan digital. Jadi kalau kebijakan digital semua, analognya ditinggalkan,” katanya.
Bahkan, kata Chief, sempat ada wacana untuk memgeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk merubah UU Penyiaran. Namun, Perppu itu harus memenuhi syarat kegentingan dan kegawatan. Untuk itu, pemerintah masih dalam tahap menunggu sampai akhir DPR periode 2014-2019 ini dan DPR periode selanjutnya Kominfo siap mengambil alih usulan revisi UU Penyiaran ini.
“Ini yang sedang dibicarakan dengan Komisi I, kalau sampai enggak (direvisi) tahun depan kita ubah prolegnasnya jadi inisiatif pemerintah. Toh kita semua ekosistem juga sudah siap, bukan hanya pemerintah yang siap tetapi lembaga penyiaran juga sudah siap, ekosistem lain juga sudah siap,” tegasnya.
Senada, Direktur Utama (Dirut) TVRI Helmi Yahya sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP) meminta dukungan anggaran dari pemerintah dan juga publik sebagai konsumen agar TVRI bisa tampil juga di negara lain. TVRI juga menegaskan bahwa sebagai LPP tentu pihaknya tidak bersaing dengan LPS karena TVRI tidak mencari keuntungan. Pihaknya juga berharap bahwa UU Penyiaran bisa segera direvisi demi kepentingan digitalisasi.
“Harapannya regulasi digitalisasi bisa terealisasi. Karena, malu juga kita negara dengan populasi terbesar keempat di dunia masih analog,” kata Helmi di kesempatan sama.
Di sisi lain, Anggota Komisi I DPR Roy Suryo juga mendukung digitalisasi siaran TV. Untuk itulah sejumlah stakeholder bersusah payah ke daerah perbatasan ini agar rakyat mendapatkan haknya untuk mendapatkan informasi lewat siaran TV dan transformasi digital ini pada dasarnya suatu yang lumrah seiring dengan perkembangan zaman.
“Jadi insya Allah kami di DPR akan terus mengawal Kominfo, TVRI, KPI, agar bisa membawa Indonesia ke era digital yang sehat dan benar,” kata Roy di kesempatan sama.
Selain itu, lanjut Politikus Partai Demokrat itu, pihaknya juga mendukung KPI untuk mengawasi konten siaran di media baru seperti Youtube dan Netflix. Hanya saja, tidak bisa dilakukan sekarang karena belum ada payung hukumnya dan DPR akan menyiapkan itu lewat revisi UU Penyiaran yang juga dibutuhkan untuk program digitalisasi.
“Kami akan bersama dengan rakyat. Mari kita kawal digitalisasi ini agar target pak Jokowi untuk masuk era industri 4.0 bahkan 5.0 akan tercapai. Langkah-langkah bersama dengan yang lain, kita akan kawal Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Miangan sampai pulau Rote,” tandasnya.
Karena itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memberanikan diri dengan meluncurkan siaran digital secara simulcast (simultaneous casting) di mana siaran analog dan digital disiarkan berbarengan dan itu dimulai di daerah perbatasan.
“Kalau saya satu sisi regulasi, tadi saya sampaikan ini kalau lama-lama, padahal masyarakat sudah membutuhkan dan kalau kita sudah kehilangan peluang yang sangat banyak kenapa tidak. Wong ojek online saja tidak ada diatur undang-undang. Kalau kita mengatur UU, bukan saya melanggar UU, tapi kita harus berpikir progresif. Kenapa digital tidak?” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara di sela-sela Peluncuran Digitalisasi Perbatasan di Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), Sabtu (31/8/2019).
Menurut pria yang akrab disapa Chief RA itu, pada dasarnya pemerintah juga ingin melakukan digitalisasi secara nasional hanya saja, payung hukum berupa UU Penyiaran belum direvisi. Dan ini juga bergantung pada kreativitas LPS (Lembaga Penyiaran Swasta) atau TV swasta serta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk ikut mensukseskan ini.
“Semuanya bergerak kita lakukan model yang kreatif yaitu Simulkas, berbarengan jadi analog dan digital. Jadi kalau kebijakan digital semua, analognya ditinggalkan,” katanya.
Bahkan, kata Chief, sempat ada wacana untuk memgeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk merubah UU Penyiaran. Namun, Perppu itu harus memenuhi syarat kegentingan dan kegawatan. Untuk itu, pemerintah masih dalam tahap menunggu sampai akhir DPR periode 2014-2019 ini dan DPR periode selanjutnya Kominfo siap mengambil alih usulan revisi UU Penyiaran ini.
“Ini yang sedang dibicarakan dengan Komisi I, kalau sampai enggak (direvisi) tahun depan kita ubah prolegnasnya jadi inisiatif pemerintah. Toh kita semua ekosistem juga sudah siap, bukan hanya pemerintah yang siap tetapi lembaga penyiaran juga sudah siap, ekosistem lain juga sudah siap,” tegasnya.
Senada, Direktur Utama (Dirut) TVRI Helmi Yahya sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP) meminta dukungan anggaran dari pemerintah dan juga publik sebagai konsumen agar TVRI bisa tampil juga di negara lain. TVRI juga menegaskan bahwa sebagai LPP tentu pihaknya tidak bersaing dengan LPS karena TVRI tidak mencari keuntungan. Pihaknya juga berharap bahwa UU Penyiaran bisa segera direvisi demi kepentingan digitalisasi.
“Harapannya regulasi digitalisasi bisa terealisasi. Karena, malu juga kita negara dengan populasi terbesar keempat di dunia masih analog,” kata Helmi di kesempatan sama.
Di sisi lain, Anggota Komisi I DPR Roy Suryo juga mendukung digitalisasi siaran TV. Untuk itulah sejumlah stakeholder bersusah payah ke daerah perbatasan ini agar rakyat mendapatkan haknya untuk mendapatkan informasi lewat siaran TV dan transformasi digital ini pada dasarnya suatu yang lumrah seiring dengan perkembangan zaman.
“Jadi insya Allah kami di DPR akan terus mengawal Kominfo, TVRI, KPI, agar bisa membawa Indonesia ke era digital yang sehat dan benar,” kata Roy di kesempatan sama.
Selain itu, lanjut Politikus Partai Demokrat itu, pihaknya juga mendukung KPI untuk mengawasi konten siaran di media baru seperti Youtube dan Netflix. Hanya saja, tidak bisa dilakukan sekarang karena belum ada payung hukumnya dan DPR akan menyiapkan itu lewat revisi UU Penyiaran yang juga dibutuhkan untuk program digitalisasi.
“Kami akan bersama dengan rakyat. Mari kita kawal digitalisasi ini agar target pak Jokowi untuk masuk era industri 4.0 bahkan 5.0 akan tercapai. Langkah-langkah bersama dengan yang lain, kita akan kawal Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Miangan sampai pulau Rote,” tandasnya.
(kri)