Nasib Pemindahan Ibu Kota Tergantung Proses Politik di DPR
A
A
A
JAKARTA - Proses politik di DPR lah yang akan menentukan nasib pemindahan Ibu Kota negara. Meskipun pemerintah sudah mengumumkan lokasi pemindahan tidak serta merta hal tersebut dapat direalisasikan tanpa persetujuan DPR.
“Kemarin setelah diumumkan seolah-olah Ibu Kota sudah pasti pindah. Padahal itu baru dari sisi pemerintah. Penetapan harus ada persetujuan DPR juga,” ujar Direktur Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng saat dihubungi, Kamis (29/8/2019).
Dia mengatakan proses memindahkan Ibu Kota harus melalui proses legislasi yang tidak sebentar. “Jadi prosesnya agak panjang. Kan baru kirim surat dan kajiannya saja. Belum naskah akademik. Lalu belum juga draf undang-undangnya. Jadi memang ini ibaratnya masih konsultasi ke DPR. Belum proses legislasinya,” jelasnya.
Tidak hanya itu, Endi mengingatkan pemerintah bahwa dukungan politik di DPR tidak bisa dihitung secara matematika semata.
“Meskipun memang secara hitung-hitungan dukungan partai kepada pemerintah mencapai 60%. Tapi DPR kan bukan soal fraksi atau partai semata. Bahkan individu bisa membuat karter tersendiri. Ini yang harus diperhatikan Presiden Jokowi (Joko Widodo),” tuturnya.
Tentunya dia menilai pemerintah harus menyiapkan startegi agar proses politik di DPR berjalan sesuai yang ditargetkan.
“Proses politik bisa terkelola sedikit jika kualitas naskah akademik dan rancangan akademis sangat matang. Kerja politik dan akademis yang menentukan,” pungkasnya.
“Kemarin setelah diumumkan seolah-olah Ibu Kota sudah pasti pindah. Padahal itu baru dari sisi pemerintah. Penetapan harus ada persetujuan DPR juga,” ujar Direktur Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng saat dihubungi, Kamis (29/8/2019).
Dia mengatakan proses memindahkan Ibu Kota harus melalui proses legislasi yang tidak sebentar. “Jadi prosesnya agak panjang. Kan baru kirim surat dan kajiannya saja. Belum naskah akademik. Lalu belum juga draf undang-undangnya. Jadi memang ini ibaratnya masih konsultasi ke DPR. Belum proses legislasinya,” jelasnya.
Tidak hanya itu, Endi mengingatkan pemerintah bahwa dukungan politik di DPR tidak bisa dihitung secara matematika semata.
“Meskipun memang secara hitung-hitungan dukungan partai kepada pemerintah mencapai 60%. Tapi DPR kan bukan soal fraksi atau partai semata. Bahkan individu bisa membuat karter tersendiri. Ini yang harus diperhatikan Presiden Jokowi (Joko Widodo),” tuturnya.
Tentunya dia menilai pemerintah harus menyiapkan startegi agar proses politik di DPR berjalan sesuai yang ditargetkan.
“Proses politik bisa terkelola sedikit jika kualitas naskah akademik dan rancangan akademis sangat matang. Kerja politik dan akademis yang menentukan,” pungkasnya.
(kri)