DPR Ingatkan Anggaran Pembangunan Ibu Kota Baru Tunggu UU Rampung
A
A
A
JAKARTA - Anggaran pembangunan ibu kota baru bisa dialokasikan dalam APBN jika Undang-Undang (UU) tentang ibu kota baru telah rampung. Untuk itu, diperlukan kesamaan pandangan dari semua fraksi yang ada di DPR agar UU ibu kota baru itu bisa dirampungkan setelah pemerintah mengirimkan draf dan naskah akademiknya.
Ketua Komisi XI DPR, Melchias Markus Mekeng memaparkan, pembangunan ibu kota baru ini dilakukan dalam jangka panjang. Dan kalau pembangunan dianggarkan Rp460 triliun dan 30% bersumber dari APBN jumlahnya sekitar Rp150 triliun.
Tentu saja jumlah tersebut tidak dikeluarkan sekaligus dalam kurun satu tahun tetapi multi years mengingat banyaknya beban APBN. Dan lagi, belum adanya nomenklatur ibu kota baru ini dalam APBN.
"Jadi menurut hemat saya memang harus dibagi-bagi. Dan kalau memang ini sudah ada undang-undang tentang ibu kotanya ya dibikin multi years anggaran. Jadi pemerintah yang mengatur, dan tentunya harus disesuikan dengan time table yang dibuat rencana pembangunan ini," kata Mekeng di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (27/8/2019).
(Baca juga: Pemindahan Ibu Kota Dorong Migrasi Angkatan Kerja)
Karena itu lanjut politikus Golkar ini, UU tentang ibu kotanya harus segera dirampungkan agar alokasi anggarannya memiliki payung hukum. Kalau sekedar desain saja, itu bisa masuk ke dalam anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU) atau Badan Perencanaan Nasional (Bappenas). Tapi untuk pembangunan butuh payung hukum berupa UU.
"Enggak bisa main anggarkan tanpa ada undang-undang. Kalau enggak nanti tinggal penggunaannya kan menyalahi aturan," terangnya.
Menurut Mekeng, yakin bahwa jika semua fraksi di DPR sudah sepakat dengan rencana pemindahan ibu kota ini ditambah pasal-pasal yang tidak banyak, maka pengesahan UU-nya pun tidak akan sulit dan target pemerintah pada 2024 bisa dipenuhi selagi proyek ini dikerjakan secara serius.
"Kalau proses pembangunan lima tahun di Korea lima tahun juga jadi. Selama kerjaannya itu dijalanin benar-benar dan anggarannya disiapkan gitu lho. Jadi tinggal kesepakatan bersama aja. Dan menurut hemat saya enggak akan lama," jelas Mekeng.
Ketua Komisi XI DPR, Melchias Markus Mekeng memaparkan, pembangunan ibu kota baru ini dilakukan dalam jangka panjang. Dan kalau pembangunan dianggarkan Rp460 triliun dan 30% bersumber dari APBN jumlahnya sekitar Rp150 triliun.
Tentu saja jumlah tersebut tidak dikeluarkan sekaligus dalam kurun satu tahun tetapi multi years mengingat banyaknya beban APBN. Dan lagi, belum adanya nomenklatur ibu kota baru ini dalam APBN.
"Jadi menurut hemat saya memang harus dibagi-bagi. Dan kalau memang ini sudah ada undang-undang tentang ibu kotanya ya dibikin multi years anggaran. Jadi pemerintah yang mengatur, dan tentunya harus disesuikan dengan time table yang dibuat rencana pembangunan ini," kata Mekeng di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (27/8/2019).
(Baca juga: Pemindahan Ibu Kota Dorong Migrasi Angkatan Kerja)
Karena itu lanjut politikus Golkar ini, UU tentang ibu kotanya harus segera dirampungkan agar alokasi anggarannya memiliki payung hukum. Kalau sekedar desain saja, itu bisa masuk ke dalam anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU) atau Badan Perencanaan Nasional (Bappenas). Tapi untuk pembangunan butuh payung hukum berupa UU.
"Enggak bisa main anggarkan tanpa ada undang-undang. Kalau enggak nanti tinggal penggunaannya kan menyalahi aturan," terangnya.
Menurut Mekeng, yakin bahwa jika semua fraksi di DPR sudah sepakat dengan rencana pemindahan ibu kota ini ditambah pasal-pasal yang tidak banyak, maka pengesahan UU-nya pun tidak akan sulit dan target pemerintah pada 2024 bisa dipenuhi selagi proyek ini dikerjakan secara serius.
"Kalau proses pembangunan lima tahun di Korea lima tahun juga jadi. Selama kerjaannya itu dijalanin benar-benar dan anggarannya disiapkan gitu lho. Jadi tinggal kesepakatan bersama aja. Dan menurut hemat saya enggak akan lama," jelas Mekeng.
(maf)