Jokowi Sindir Eksekutif-Legislatif Soal Kunker Luar Negeri
A
A
A
JAKARTA - Banyak hal yang menarik perhatian dari Pidato Kenegaraan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Rapat Bersama DPR dan DPD di Ruang Rapat Paripurna MPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019).
Salah satunya, Jokowi menyindir soal kunjungan kerja (kunker) luar negeri yang sering dilakukan legislatif yakni anggota DPR dan DPD, serta eksekutif dari kementerian/lembaga untuk melakukan studi banding.
Awalnya, Jokowi menyinggung soal ancaman kejahatan siber termasuk kejahatan penyalahgunaan data. Menurutnya, data adalah jenis kekayaan baru bangsa Indonesia di mana data lebih berharga dari minyak. Karena itu kedaulatan data harus diwujudkan hak warga negara atas data pribadi harus dilindungi. Jokowi meminta regulasi yang tegas.
“Regulasinya harus segera disiapkan tidak boleh ada kompromi!!,” tegas Jokowi dalam pidatonya.
Jokowi juga meminta agar inti dari regulasi adalah untuk melindungi kepentingan rakyat, serta melindungi kepentingan bangsa dan negara, regulasi harus mempermudah rakyat mencapai cita-citanya, memberikan rasa aman dan memudahkan semua orang untuk berbuat baik, mendorong semua pihak untuk berinovasi menuju Indonesia Maju.
“Oleh karena itu ukuran kinerja para pembuat peraturan perundang-undangan harus diubah. Bukan diukur dari seberapa banyak UU, PP, Permen atau pun Perda yang dibuat. Tetapi sejauh mana kepentingan rakyat, kepentingan negara dan bangsa bisa dilindungi,” pinta Jokowi.
Kemudian, tiba-tiba Jokowi menyindir eksekutif dan legislatif soal kunker luar negeri untuk studi banding. Dia mengingatkan seharusnya bisa bekerja lebih efisien.
“Saya ingatkan kepada jajaran eksekutif agar lebih efisien. Untuk apa studi banding jauh-jauh sampai ke luar negeri padahal informasi yang kita butuhkan bisa diperoleh dari smart phone kita. Mau ke Amerika, Rusia, Jerman, di sini sudah ada semuanya. Saya kira, ini juga relevan utuk bapak ibu anggota dewan,” kata Jokowi sembari menunjuk-nunjuk smartphone di tangannya dan tersenyum. Lalu disambut tepuk tangan anggota DPR, DPD dan tamu yang hadir.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, pesan efesiensi yang disampaikan Jokowi dengan tidak melakukan kunjungan kerja atau studi banding ke luar negeri tersebut lebih banyak ditujukan kepada eksekutif.
”Saya kira itu singgungan kepada eksekutif lebih banyak ya. Sebab, kalau DPR itu kan fungsinya fungsi politik diplomasi. Kalau eksekutif itu kan studi banding, kalau DPR berdiplomasi. Jadi saya kira beda fungsi. Lobi-lobi internasional itu dilakukan oleh lembaga politik seperti DPR. Tapi kalau pemerintah itu kan pelajaran teknis. Saya setuju itu pelajaran teknis itu ada banyak di handphone, enggak perlu ke luar negeri,” paparnya.
Dikatakan Fahri, pernyataan Jokowi tersebut menjadi teguran bagi eksekutif. Termasuk dalam hal kinerja yang harus lebih cepat dan tidak bertele-tele. ”Jadi gini ya, Presiden bilang kita harus cepat, kita harus cepat, tapi ada keadaan orang kita lamban. Loh, itu bukan address-nya kepada wakil rakyat, kepada kabinet. Harusnya yang kaget ini kabinet. Karena kabinetnya yang dikritik oleh Pak Jokowi tadi. Lebih banyak itu saya lihat,” katanya.
Salah satunya, Jokowi menyindir soal kunjungan kerja (kunker) luar negeri yang sering dilakukan legislatif yakni anggota DPR dan DPD, serta eksekutif dari kementerian/lembaga untuk melakukan studi banding.
Awalnya, Jokowi menyinggung soal ancaman kejahatan siber termasuk kejahatan penyalahgunaan data. Menurutnya, data adalah jenis kekayaan baru bangsa Indonesia di mana data lebih berharga dari minyak. Karena itu kedaulatan data harus diwujudkan hak warga negara atas data pribadi harus dilindungi. Jokowi meminta regulasi yang tegas.
“Regulasinya harus segera disiapkan tidak boleh ada kompromi!!,” tegas Jokowi dalam pidatonya.
Jokowi juga meminta agar inti dari regulasi adalah untuk melindungi kepentingan rakyat, serta melindungi kepentingan bangsa dan negara, regulasi harus mempermudah rakyat mencapai cita-citanya, memberikan rasa aman dan memudahkan semua orang untuk berbuat baik, mendorong semua pihak untuk berinovasi menuju Indonesia Maju.
“Oleh karena itu ukuran kinerja para pembuat peraturan perundang-undangan harus diubah. Bukan diukur dari seberapa banyak UU, PP, Permen atau pun Perda yang dibuat. Tetapi sejauh mana kepentingan rakyat, kepentingan negara dan bangsa bisa dilindungi,” pinta Jokowi.
Kemudian, tiba-tiba Jokowi menyindir eksekutif dan legislatif soal kunker luar negeri untuk studi banding. Dia mengingatkan seharusnya bisa bekerja lebih efisien.
“Saya ingatkan kepada jajaran eksekutif agar lebih efisien. Untuk apa studi banding jauh-jauh sampai ke luar negeri padahal informasi yang kita butuhkan bisa diperoleh dari smart phone kita. Mau ke Amerika, Rusia, Jerman, di sini sudah ada semuanya. Saya kira, ini juga relevan utuk bapak ibu anggota dewan,” kata Jokowi sembari menunjuk-nunjuk smartphone di tangannya dan tersenyum. Lalu disambut tepuk tangan anggota DPR, DPD dan tamu yang hadir.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, pesan efesiensi yang disampaikan Jokowi dengan tidak melakukan kunjungan kerja atau studi banding ke luar negeri tersebut lebih banyak ditujukan kepada eksekutif.
”Saya kira itu singgungan kepada eksekutif lebih banyak ya. Sebab, kalau DPR itu kan fungsinya fungsi politik diplomasi. Kalau eksekutif itu kan studi banding, kalau DPR berdiplomasi. Jadi saya kira beda fungsi. Lobi-lobi internasional itu dilakukan oleh lembaga politik seperti DPR. Tapi kalau pemerintah itu kan pelajaran teknis. Saya setuju itu pelajaran teknis itu ada banyak di handphone, enggak perlu ke luar negeri,” paparnya.
Dikatakan Fahri, pernyataan Jokowi tersebut menjadi teguran bagi eksekutif. Termasuk dalam hal kinerja yang harus lebih cepat dan tidak bertele-tele. ”Jadi gini ya, Presiden bilang kita harus cepat, kita harus cepat, tapi ada keadaan orang kita lamban. Loh, itu bukan address-nya kepada wakil rakyat, kepada kabinet. Harusnya yang kaget ini kabinet. Karena kabinetnya yang dikritik oleh Pak Jokowi tadi. Lebih banyak itu saya lihat,” katanya.
(cip)