IHW: Berpijak UU, Sertifikasi Halal Efektif 17 Oktober 2019

Jum'at, 09 Agustus 2019 - 17:57 WIB
IHW: Berpijak UU, Sertifikasi Halal Efektif 17 Oktober 2019
IHW: Berpijak UU, Sertifikasi Halal Efektif 17 Oktober 2019
A A A
JAKARTA - Menjelang 17 oktober 2019, saat dimulainya implementasi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) sudah di depan mata.Muncul berbagai pendapat dan informasi yang menimbulkan kesimpangsiuran di masyarakat, khususnya di dunia usaha dan industri.
Sebagai contoh, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dalam pernyataannya di berbagai pertemuan menyampaikan bahwa UU JPH akan di berlakukan secara bertahap.Dimulai dari makanan dan minuman, selanjutnya kan memberikan kesempatan lima tahun hingga 10 tahun lagi kepada pelaku usaha untuk menyesuaikan ketentuan UU JPH yakni wajib sertifikasi halal, akan tetapi pendaftaran Sertifikasi halal tetap dilakukan oleh BPJPH mulai Oktober tahun ini.
Kementerian lain berpendapat bahwa BPJPH harus tetap dapat berfungsi sebagai lembaga sertifikasi halal yang menerima permohonan sertifikasi halal dengan keadaan apapun, artinya upaya ini akan dipaksakan dalam waktu saty setengah bulan menuju 17 Oktober 2019 dari saat ini.
Indonesia Halal Watch (IHW) berpandangan agar semua pihak berpijak pada UU JPH yang jelas mengatur dengan gamblang bahwa semua produk yang beredar wajib bersertifikat halal, sebagaimana ketentuan Pasal 4 UU JPH.

"Kewajiban bersertifikasi halal dimulai terhitung lima tahun sejak di undangkannya UU JPH, artinya dengan mengacu pada kedua pasal tersebut di atas berarti pembuat undang-undang telah mengatur bahwa UU JPH ini harus berlaku efektif dimulai pada tanggal 17 Oktober 2019 dengan mengingat bahwa UU JPH di undangkan pada tanggal 17 Oktober 2014," kata Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah kepada SINDOnews, Jumat (9/8/2019).

Menurut dia, BPJPH tidak dapat memberi tafsir sendiri mengenai pemberlakuan undang-undang. Dalihnya melalui pentahapan pemberlakuan atas produk dengan menggunakan instrument Permenag. (Baca juga: IHW Optimstis Kiai Ma'ruf Bentuk Lembaga Industri Halal dan Keuangan Syariah )

Ikhsan menegaskan ketentuan undang-undang bersifat lebih tinggi atau superior dibandingkan dengan Permenag. Dia lalu mengutip pernyataan Wakil Presiden terpilih Ma'ruf Amin saat bertemu dengannya beberapa waktu lalu.

"Apa yang disampaikan Prof Dr KH Ma’ruf Amin ketika menerima pengurus IHW dan berdiskusi secara informal mengenai bagaimana mengimplementasikan UU JPH, beliau menyampaikan apabila terjadi perbedaan pemahaman dalam menerapkan Undang-undang maka agar dikembalikan kepada ketentuan undang-undang, tidak membuat tafsir sendiri-sendiri," tutur Ikhsan.

Sejalan dengan pemikira Ma’ruf Amin yang dinilainya maestro peletak dasar Sistem Jaminan Halal di Indonesia, Ikhsan menegaskan perlu musyawarah semua stakeholder untuk bersama-sama ikut berperan serta bagaimana UU JPH dapat dilaksanakan dengan baik.

Selanjutnya, kata dia, Ma'ruf menyampaikan halal itu adalah hukum. Batas halal dan haram sudah sangat jelas. Lembaga yang diberikan otoritas untuk menentukan kehalalan produk sudah jelas, yakni MUI melalui Komisi Fatwa MUI.

"BPJPH tidak akan dapat berjalan sendiri tanpa MUI, melainkan harus bekerja sama dengan baik dan harmonis karena tanpa fatwa produk halal dari MUI maka tidak pernah ada sertifikasi halal, yang berarti tidak ada produk halal yang bersertifikat," tuturnya.

Ikhsan memaparkan kondisi nyata saat ini sampai dengan tanggal 9 Agustus 2019, belum satupun terbentuk Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang mendapatkan akreditasi dari BPJPH dan MUI sebagaimana Pasal 13 UU JPH, bahwa keberadaan LPH harus di akreditasi oleh BPJPH dan MUI.

Selanjutnya untuk mendapatkan akreditasi, kata dia, LPH wajib memiliki auditor halal. Minimal tiga orang Auditor halal. Sebagaimana yang diketahui hingga saat ini belum ada satu pun auditor halal yang dilahirkan semasa BPJPH dibentuk pada 14 Oktober 2017.

"Auditor halal yang ada saat ini berjumlah 1.061 orang yang telah bersertifikasi MUI dan merupakan auditor halal LPPOM MUI yang tersebar di 34 LPPOM MUI Wilayah," tutur Ikhsan.

Menurut dia, untuk dapat menjalankan fungsi sebagai badan sertifikasi halal, BPJPH semestinya menyiapkan sistem pendaftaran, perwakilan BPJPH di tingkat provinsi, tarif sertifikasi halal disamping yang disebutkan di atas yakni auditor halal dan LPH.

Mengenai persiapan BPJPH yang sampai hari ini belum satu pun terpenuhi sebagai Badan Sertifikasi Halal, Ikhsan menandaskan keadaan ini tidak dapat dipaksakan apa pun alasan atau legal reason yang dibangun.

"Karena akan dapat menimbulkan keadaan yang tidak menguntungkan bagi dunia usaha dan pemerintah, sebaliknya justru akan menimbulkan ketidakpastian bagi dunia usaha yang akan merugikan perekonomian nasional," tuturnya.

Menurut dia, sertifikasi halal itu sudah bukan lagi merupakan isu karena telah dijalankan dengan baik oleh LPPOM MUI selama 30 tahun dengan memberikan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat dengan mengkonsumsi produk halal.

"Yang difokuskan saat ini adalah bagaimana kita memperoleh manfaat dari perdagangan produk halal tersebut bagi masyarakat dan pemerintah untuk mendongkrak devisa. Bila kita masih terjebak pada bagaimana melakukan sertifikasi halal itu artinya kita mundur 30 tahun," tuturnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5713 seconds (0.1#10.140)