Sindikat Penipuan Online Rp113 Miliar Dibekuk
A
A
A
JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri berhasil mengungkap sindikat internasional pelaku penipuan online yang menggasak Rp113 miliar. Sejumlah barang bukti dari para tersangka pun disita penyidik Subdit II Dittipidsiber senilai Rp5,6 miliar.
"Kejadian diketahui pertama kali pada 31 Mei 2019 ketika sedang melakukan Audit Keuangan Bendahara perusahaan OPAP Investment Limited yang berada di Yunani a.n Zisimos Papaioannou mengetahui bahwa terdapat pembayaran sebesar 4,9 juta Euro pada 16 Mei dan 2 juta Euro pada 23 Mei 2019," ujar Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Pol Rickynaldo Chairul di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (7/8/2019).
Setelah melakukan pemeriksaan menyeluruh ditemukan bahwa email milik Zisimos Papaioannou, warga negara Yunani selaku bendahara perusahaan OPAP Investment Limited diretas. Kemudian pihak perusahaan melaporkan kepada kepolisian Siber Yunani dan Bareskrim Mabes Polri. "Diketahui dugaan tindak pidana ilegal akses pertama kali dilakukan pada 8 Mei 2019," ujarnya.
Menurut dia, pelaku peretas diduga memerhatikan data-data yang disimpan di email Zisimos Papaioannou dan memalsukan form pembayaran ke PPF Banka yang berada di Ceko sehingga berhasil melakukan instruksi kepada PPF Banka untuk mentransfer uang sejumlah 6,9 juta Euro dan ditransfer ke rekening bank di Indonesia a.n CV. OPAP Investment Limited.
"Atas kejadian tersebut korban mengalami kerugian senilai 6,9 juta Euro atau senilai kurang lebih Rp113.000.000.000," ungkapnya.
Dittipidsiber Bareskrim Polri kemudian melakukan koordinasi dengan kepolisian siber negara lain seperti Ceko, Yunani, Inggris, Nigeria, US, dan Malaysia, dan berhasil mendeteksi IP address yang berlokasi dari Nigeria, UAE (Dubai), Inggris, dan Norwegia.
"Untuk tim penyidik melakukan profiling terhadap para terduga pelaku dengan mengikuti aliran dana sindikat ini, kemudian melakukan penangkapan terhadap tersangka atas nama KS, HB, IM, DN,dan BY," katanya.
Dia mengungkapkan, masing - masing tersangka mempunyai peran, tersangka KS sebagai penerima aliran dana hasil kejahatan untuk pembelian valuta asing. Sedangkan tersangka HB, IM, DN, dan BY merupakan kelompok sindikat internasional yang berada di Indonesia, yang berperan menyiapkan segala sesuatu berkaitan dengan penerimaan aliran dana hasil kejahatan.
"Sindikat ini memulai persiapannya dengan membuat akta notaris fiktif, akta pembuatan CV fiktif, Siup Situ fiktif, kemudian membuka beberapa rekening bank atas nama CV yang sama dengan perusahaan korban untuk menampung uang hasil dana transfer," ujarnya.
Adapun modus sindikat itu, kata dia, mulai dari memalsukan dokumen-dokumen fiktif perusahaan yang menjadi syarat untuk pembukaan rekening bank atas nama perusahaan. Kemudian menerima aliran dana, mentransfer ke rekening perusahaan lainnya yang sudah disiapkan, selanjutnya memecah dana tersebut menjadi mata uang asing US dollar dan Euro dengan cara mentransfer ke beberapa money changer.
Kemudian mata uang asing tersebut diserahkan ke beberapa jaringan sindikat lainnya. "Adapun motif sindikat ini adalah mencari keuntungan dengan melakukan kejahatan pembajakan email untuk menstransfer sejumlah dana ke money mulse (si penampung dana) dari beberapa perusahaan internasional di beberapa negara," katanya.
Dia menambahkan, Dittipidsiber Bareskrim Polri telah menetapkan DPO dan mengeluarkan red notice terhadap tersangka berinisial IR atau NR dan BV yang merupakan master minds dari sindikat internasional penipuan online itu.
Sedangkan barang Bukti yang telah diamankan antara lain 7 unit Kendaraan mobil berikut BPKB; 31 dokumen pendirian CV; 7 sertifikat tanah dan bangunan; 5 KTP; 11 kartu debit ATM bank; 7 buah handphone; 13 buah stample perusahaan; 10 kartu NPWP; uang sebesar Rp742.600.000. "Dari keseluruhan barang bukti di atas yang telah disita oleh penyidik Subdit II Dittipidsiber senilai kurang lebih 5,6 miliar rupiah," imbuhnya.
Dia menjelaskan, tersangka melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana, kemudian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan/atau Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 263 KUHP. "Dengan ancaman hukuman pidana 20 tahun penjara," katanya.
"Kejadian diketahui pertama kali pada 31 Mei 2019 ketika sedang melakukan Audit Keuangan Bendahara perusahaan OPAP Investment Limited yang berada di Yunani a.n Zisimos Papaioannou mengetahui bahwa terdapat pembayaran sebesar 4,9 juta Euro pada 16 Mei dan 2 juta Euro pada 23 Mei 2019," ujar Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Pol Rickynaldo Chairul di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (7/8/2019).
Setelah melakukan pemeriksaan menyeluruh ditemukan bahwa email milik Zisimos Papaioannou, warga negara Yunani selaku bendahara perusahaan OPAP Investment Limited diretas. Kemudian pihak perusahaan melaporkan kepada kepolisian Siber Yunani dan Bareskrim Mabes Polri. "Diketahui dugaan tindak pidana ilegal akses pertama kali dilakukan pada 8 Mei 2019," ujarnya.
Menurut dia, pelaku peretas diduga memerhatikan data-data yang disimpan di email Zisimos Papaioannou dan memalsukan form pembayaran ke PPF Banka yang berada di Ceko sehingga berhasil melakukan instruksi kepada PPF Banka untuk mentransfer uang sejumlah 6,9 juta Euro dan ditransfer ke rekening bank di Indonesia a.n CV. OPAP Investment Limited.
"Atas kejadian tersebut korban mengalami kerugian senilai 6,9 juta Euro atau senilai kurang lebih Rp113.000.000.000," ungkapnya.
Dittipidsiber Bareskrim Polri kemudian melakukan koordinasi dengan kepolisian siber negara lain seperti Ceko, Yunani, Inggris, Nigeria, US, dan Malaysia, dan berhasil mendeteksi IP address yang berlokasi dari Nigeria, UAE (Dubai), Inggris, dan Norwegia.
"Untuk tim penyidik melakukan profiling terhadap para terduga pelaku dengan mengikuti aliran dana sindikat ini, kemudian melakukan penangkapan terhadap tersangka atas nama KS, HB, IM, DN,dan BY," katanya.
Dia mengungkapkan, masing - masing tersangka mempunyai peran, tersangka KS sebagai penerima aliran dana hasil kejahatan untuk pembelian valuta asing. Sedangkan tersangka HB, IM, DN, dan BY merupakan kelompok sindikat internasional yang berada di Indonesia, yang berperan menyiapkan segala sesuatu berkaitan dengan penerimaan aliran dana hasil kejahatan.
"Sindikat ini memulai persiapannya dengan membuat akta notaris fiktif, akta pembuatan CV fiktif, Siup Situ fiktif, kemudian membuka beberapa rekening bank atas nama CV yang sama dengan perusahaan korban untuk menampung uang hasil dana transfer," ujarnya.
Adapun modus sindikat itu, kata dia, mulai dari memalsukan dokumen-dokumen fiktif perusahaan yang menjadi syarat untuk pembukaan rekening bank atas nama perusahaan. Kemudian menerima aliran dana, mentransfer ke rekening perusahaan lainnya yang sudah disiapkan, selanjutnya memecah dana tersebut menjadi mata uang asing US dollar dan Euro dengan cara mentransfer ke beberapa money changer.
Kemudian mata uang asing tersebut diserahkan ke beberapa jaringan sindikat lainnya. "Adapun motif sindikat ini adalah mencari keuntungan dengan melakukan kejahatan pembajakan email untuk menstransfer sejumlah dana ke money mulse (si penampung dana) dari beberapa perusahaan internasional di beberapa negara," katanya.
Dia menambahkan, Dittipidsiber Bareskrim Polri telah menetapkan DPO dan mengeluarkan red notice terhadap tersangka berinisial IR atau NR dan BV yang merupakan master minds dari sindikat internasional penipuan online itu.
Sedangkan barang Bukti yang telah diamankan antara lain 7 unit Kendaraan mobil berikut BPKB; 31 dokumen pendirian CV; 7 sertifikat tanah dan bangunan; 5 KTP; 11 kartu debit ATM bank; 7 buah handphone; 13 buah stample perusahaan; 10 kartu NPWP; uang sebesar Rp742.600.000. "Dari keseluruhan barang bukti di atas yang telah disita oleh penyidik Subdit II Dittipidsiber senilai kurang lebih 5,6 miliar rupiah," imbuhnya.
Dia menjelaskan, tersangka melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana, kemudian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan/atau Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 263 KUHP. "Dengan ancaman hukuman pidana 20 tahun penjara," katanya.
(cip)