Butuh Tindakan Nyata Cegah Korupsi Telekomunikasi dan BUMN

Jum'at, 02 Agustus 2019 - 18:16 WIB
Butuh Tindakan Nyata...
Butuh Tindakan Nyata Cegah Korupsi Telekomunikasi dan BUMN
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan butuh tindakan nyata semua kalangan pada sektor telekomunikasi, perusahaan BUMN, dan perusahaan swasta untuk melakukan pencegahan korupsi.

Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, terbongkarnya kasus dugaan suap pengurusan pekerjaan pengadaan Baggage Handling System (BHS) tahun anggaran 2019 pada PT Angkasa Pura Propertindo (APP), anak perusahaan PT Angkasa Pura II (Persero) Tbk dengan penunjukan langsung oleh PT INTI (Persero) menambah daftar panjang penanganan kasus (perkara) korupsi perusahaan, khususnya BUMN yang ditangani KPK.

Apalagi, lanjut dia, sampai saat ini ada total lima korporasi yang ditangani KPK dengan satu tahun telah menjadi terpidana.

Basaria menggariskan, dari lima korporasi tersebut, salah satu tersangka adalah perusahaan BUMN, yakni PT Nindya Karya (Persero). Dia memaparkan, hakikatnya langkah pencegahan korupsi untuk dunia usaha telah dan terus dilakukan KPK.

Bahkan, sambung dia, KPK telah membuat Panduan Pencegahan Korupsi (CEK) untuk dunia usaha dan berkali-kali menyelenggarakan sosialisasi CEK terkait sejumlah sektor. Bahkan pada Oktober 2016, KPK telah membuat program Profesional Berintegritas dan masih terus berjalan hingga kini.

"Pencegahan korupsi di BUMN ini sebenarnya bukan hanya (bidang-red) telekomunikasi, kita masuk hampir ke semua BUMN dan perusahaan swasta termasuk juga pengusaha-pengusaha di daerah sudah kita lakukan. Harus ada perbaikan serius semua sektor, termasuk juga perbaikan sistem," ujar Basaria saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis 1 Agustus 2019 malam.

Basaria memaparkan, dalam setiap kegiatan pencegahan korupsi, hakikatnya KPK selalu memberikan contoh benchmark sebuah perusahaan dalam menerapkan good corporate governance (GCG), sistem dan manajemen anti-suap, hingga regulasi-regulasi yang harus diperhatikan, dibuat, dan dijalankan perusahaan baik BUMN maupun swasta guna mencegah korupsi.

Kegiatan pencegahan korupsi tersebut, kata dia, baik saat memenuhi undangan perusahaan-perusahaan, kementerian, lembaga, dan instansi terkait maupun berbagai kegiatan yang dilaksanakan KPK.

"Kita inginkan kalangan profesional dan dunia usaha kita berintegritas. Ini yang paling kita utamakan. Jadi harus ada keberanian menolak apabila seseorang memaksa untuk memberikan suap," katanya.

Basaria membeberkan, dari sektor telekomunikasi sebelumnya ada kasus suap pengurusan izin prinsip pemanfaatan ruang (IPPR) dan izin mendirikan bangunan (IMB) serta pembangunan 22 tower atau menara telekomunikasi Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur tahun 2015.

Dua terpidana pemberi suap di antaranya berasal dari PT Tower Bersama Infrastructure (Tower Bersama Group) dan PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo).

Dia menjelaskan, pada Kamis 1 Agustus 2019 KPK menyelenggarakan sosialisasi pencegahan korupsi dan CEK untuk dunia usaha khususnya sektor telekomunikasi.

Menurut dia, tidak ada kesengajaan antara sosialisasi tersebut dengan operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu 31 Juli 2019 malam hingga Kamis 1 Agustus 2019 dini hari disusul penetapan dua orang tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan Baggage Handling System (BHS) tahun anggaran 2019 pada PT Angkasa Pura Propertindo (APP).

"Tidak selalu kalau kita melakukan pencegahan itu kemudian semua orang jadi baik, semua tidak melakukan korupsi. Tapi kita juga tidak akan bosan-bosannya untuk melakukan pencegahan itu," ucapnya.

KPK telah menetapkan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II (Persero) Tbk Andra Agussalam sebagai tersangka penerima suap SGD96.700 dari tersangka pemberi suap pegawai PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI, Persero) Taswin Nur. Suap ini terkait dengan pengurusan pengadaan Baggage Handling System (BHS) tahun anggaran 2019 pada PT Angkasa Pura Propertindo (APP) dengan penunjukan langsung PT INTI (Persero).

Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kemkominfo Ahmad M Ramli mengatakan, untuk mewujudkan pencegahan korupsi di sektor pos, telekomunikasi, dan penyiaran maka pemerintah, khususnya Kemkominfo telah dan terus melakukan perbaikan dan peningkatan layanan publik. Bahkan menurut Ramli, pemerintah melalui Kemkominfo melakukan full service via online, mempermudah persyaratan, hingga membuat dan mengembangkan media informasi untuk pengaduan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), e-mail, media sosial, dan forum-forum perusahaan.

"Mudah-mudahan ini akan menjadi awal yang baik, semoga teman-teman juga mengimbangi dengan good governance," ujar Ramli saat memberikan sambutan di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, gedung lama KPK, Jakarta, Kamis 1 Agustu 2019 pagi.

Ahmad M Ramli hadir dalam sosialisasi Panduan Pencegahan Korupsi (CEK) untuk dunia usaha pada sektor telekomunikasi yang dilaksanakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sosialisasi ini dibuka secara resmi oleh Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang. Sosialisasi juga dihadiri sejumlah pelaku usaha dan perwakilan perusahaan telekomunikasi serta kementerian/lembaga terkait.

Ramli menegaskan, pemerintah melalui Kemkominfo telah dan terus melakukan perbaikan dan peningkatan kerja dan kinerja pada bidang pos, telekomunikasi, dan penyiaran. Selain itu Kemkominfo terus melakukan inovasi dan perbaikan atas sejumlah regulasi khususnya berupa simplifikasi regulasi untuk menunjang pertumbuhan industri dan investasi sektor telekomunikasi.

"Kemkominfo saat ini melakukan simplifikasi regulasi. Untuk simplifikasi ini dua hal yang kami lakukan, yaitu pengurangan kuantitas dari sisi jumlah dan deregulasi untuk penyederhanaan. Dari total 42 peraturan menteri, kami sudah mengurangi menjadi 7 peraturan, harapannya semakin mudah dan tidak repot. Simplifikasi regulasi untuk pertumbuhan investasi sektor telekomunikasi," tegasnya.

Ketua Dewan Pengawas Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kemkominfo ini menggariskan, guna mempermudah perizinan maka Kemenkominfo juga telah memiliki sistem perizinan berbasis online (e-licensing).

Dia memaparkan, dengan adanya e-licensing maka sangat mempermudah proses perizinan dan memangkas waktu pengajuan hingga penerbitan izin pos, telekomunikasi, dan penyiaran.

"Pengajuan izin untuk pos dari 14 hari kerja menjadi satu hari kerja, kemudian untuk telekomunikasi dari 14 hari kerja menjadi satu hari kerja, dan untuk penyiaran dari 60 hari kerja menjadi 14 hari kerja," ucapnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1682 seconds (0.1#10.140)