Indonesia Belum Miliki Peta Tsunami Darat dan Laut
A
A
A
JAKARTA - Indonesia dan Jepang memiliki karakteristik yang sama yakni sama-sama berada di lempeng tektonik yang sering menimbulkan gempa dan berpotensi tsunami.
"Potensi tsunami di Indonesia hampir sama dengan Jepang. Kita perlu belajar sejauh mana Jepang menyiapkan dan mengantisipasinya," ungkap Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, Bernardus Wisnu Widjaja saat konferensi pers Evaluasi Bencana bulan Juli, di Graha BNPB, Jakarta (31/7/2019).
Menurut dia, ancaman bencana seperti ini tidak hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia. ”Kebetulan kita mirip ancamannya dengan Jepang. Ancamannya, besarannya mirip,” katanya.
Ahli tsunami dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Abdul Muhari mengungkapkan kendala dalam upaya mitigasi bencana tsunami di Indonesia karena belum ada peta potensi tsunami.
"Peta gempa kita sudah ada, tapi peta gempa yang menimbulkan tsunami ini belum ada. Kemarin LIPI juga sudah membuat dan KKP juga sudah mulai melakukan kajian. Kita harapkan akhir tahun Indonesia akan memiliki peta gempa yang berpotensi tsunami sehingga nanti lengkap. Karena apa? Kalau sudah punya informasinya, akan mudah melakukan mitigasinya," ungkapnya.
Abdul mengatakan, dalam upaya mitigasi bencana saat ini Indonesia telah memiliki regulasi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2010.
"Regulasi yang kita punya khususnya di pesisir dan pulau kecil. Kalau kita sudah tahu potensi dan risikonya, maka kita akan tahu upaya mitigasnya seperti apa. Daerah yang beresiko tinggi akan berbeda penanganannya dibandingkan dengan daerah yang beresiko rendah. Upaya mitigasi struktur kah atau non struktur," katanya.
Abdul menekankan, Indonesia harus memiliki peta tsunami darat dan laut karena Indonesia memiliki lebih dari 500 pelabuhan maupun perikanan dengan total aset lebih dari Rp500 triliun. ”Ini juga harus mulai kita perlu kaji lagi kedepannya, dan salah satunya belajar dari Jepang," katanya
Tenaga Ahli Bidang Pencegahan Bencana dari Japan International Coperation Agency (JICA) Naoto Tada menceritakan tsunami pada 2011 membuat Jepang belajar mitigasi.
Bahkan, Jepang telah mengeluarkan regulasi bahwa dalam kurun waktu 10 tahun, jumlah korban bencana akibat tsunami harus berkurang hingga 80%.
"Ada beberapa cara-cara mitigasi tsunami Jepang seperti bikin rumah tahan gempa, bikin tanggul laut ataupun pendidikan bencana. Kalau di Jepang pembuatan tanggul laut adalah hal yang umum," ungkap Tada.
Tada meyakini, Indonesia mampu menghadapi bencana tsunami yang bisa datang kapan saja. Indonesia mempunyai pengalaman seperti bencana besar tsunami Aceh sehingga Indonesia pasti bisa menghadapi ancaman tsunami berikutnya.
"Potensi tsunami di Indonesia hampir sama dengan Jepang. Kita perlu belajar sejauh mana Jepang menyiapkan dan mengantisipasinya," ungkap Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, Bernardus Wisnu Widjaja saat konferensi pers Evaluasi Bencana bulan Juli, di Graha BNPB, Jakarta (31/7/2019).
Menurut dia, ancaman bencana seperti ini tidak hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia. ”Kebetulan kita mirip ancamannya dengan Jepang. Ancamannya, besarannya mirip,” katanya.
Ahli tsunami dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Abdul Muhari mengungkapkan kendala dalam upaya mitigasi bencana tsunami di Indonesia karena belum ada peta potensi tsunami.
"Peta gempa kita sudah ada, tapi peta gempa yang menimbulkan tsunami ini belum ada. Kemarin LIPI juga sudah membuat dan KKP juga sudah mulai melakukan kajian. Kita harapkan akhir tahun Indonesia akan memiliki peta gempa yang berpotensi tsunami sehingga nanti lengkap. Karena apa? Kalau sudah punya informasinya, akan mudah melakukan mitigasinya," ungkapnya.
Abdul mengatakan, dalam upaya mitigasi bencana saat ini Indonesia telah memiliki regulasi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2010.
"Regulasi yang kita punya khususnya di pesisir dan pulau kecil. Kalau kita sudah tahu potensi dan risikonya, maka kita akan tahu upaya mitigasnya seperti apa. Daerah yang beresiko tinggi akan berbeda penanganannya dibandingkan dengan daerah yang beresiko rendah. Upaya mitigasi struktur kah atau non struktur," katanya.
Abdul menekankan, Indonesia harus memiliki peta tsunami darat dan laut karena Indonesia memiliki lebih dari 500 pelabuhan maupun perikanan dengan total aset lebih dari Rp500 triliun. ”Ini juga harus mulai kita perlu kaji lagi kedepannya, dan salah satunya belajar dari Jepang," katanya
Tenaga Ahli Bidang Pencegahan Bencana dari Japan International Coperation Agency (JICA) Naoto Tada menceritakan tsunami pada 2011 membuat Jepang belajar mitigasi.
Bahkan, Jepang telah mengeluarkan regulasi bahwa dalam kurun waktu 10 tahun, jumlah korban bencana akibat tsunami harus berkurang hingga 80%.
"Ada beberapa cara-cara mitigasi tsunami Jepang seperti bikin rumah tahan gempa, bikin tanggul laut ataupun pendidikan bencana. Kalau di Jepang pembuatan tanggul laut adalah hal yang umum," ungkap Tada.
Tada meyakini, Indonesia mampu menghadapi bencana tsunami yang bisa datang kapan saja. Indonesia mempunyai pengalaman seperti bencana besar tsunami Aceh sehingga Indonesia pasti bisa menghadapi ancaman tsunami berikutnya.
(cip)