Atasi Kemiskinan, Ketua DPP PKB Ida Fauziyah Sodorkan Empat Terobosan

Kamis, 25 Juli 2019 - 22:46 WIB
Atasi Kemiskinan, Ketua DPP PKB Ida Fauziyah Sodorkan Empat Terobosan
Atasi Kemiskinan, Ketua DPP PKB Ida Fauziyah Sodorkan Empat Terobosan
A A A
JAKARTA - Ketua DPP PKB, Ida Fauziyah menawarkan empat hal yang harus dilakukan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Hal ini menjadi salah satu tema yang akan dibahas dalam Muktamar PKB yang berlangsung pada 20 Agustus mendatang.

"Salah satu tema Muktamar PKB yang akan diselenggarakan pada 20 Agustus adalah pembelaan terhadap mustadh'afin (kelompok lemah). Kalau dulu slogannya PKB ‘membela yang benar’, tetapi membela yang benar saja tidak cukup, kita akan melengkapinya dengan membela mustadh'afin," ungkapnya saat menghadiri Focus Group Discussion (FGD) ‘Refleksi Kebijakan Pengentasan Kemiskinan’ yang diselenggarakan oleh Fraksi PKB DPR RI, Kamis (25/7/2019).

Menurut Ida, mustadh'afin memang sepertinya terbaca sebagain terminologi agama. Tetapi sesungguhnya terminologi ini bisa diterjemahkan bukan hanya seseorang yang lemah, tetapi mereka yang dilemahkan secara struktural. "Jadi kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia membela yang lemah itu tidak cukup, tetapi ada proses yang terstruktur yang memang menjadi lemah," jelasnya.

Mantan Ketua Fraksi PKB DPR ini bersyukur atas kenaikan jumlah kursi anggota PKB di parlemen. Namun hal tersebut harus berdampak signifikan terhadap problem dasar masyarakat, terlebih yang kategori mustadh'afin.

"Jadi (anggota FPKB) bagaimana menterjemahkan tasorruful imam 'ala ro'iyyah manutun bil maslahah, bagaimana men-tasarruf-kan, bagaimana mendistribusikan kekuasaaan itu memberikan dampak pada kemaslahatan bagi masyarakat," ucapnya.

Ketua Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) ini mengatakan, pihaknya sedang mensosialisasikan konsep keluarga maslahah, yaitu keluarga yang di dalamnya berisi anak-anak yang saleh, orang tua yang saleh dan salehah. Kemudian keluarga itu tercukupi ekonominya dengan rizki yang halal dan bisa membangun kebaikan bagi keluarganya dan bagi lingkungannya.

"Jadi konsep ini sesungguhnya ingin meletakan bahwa keluarga itu adalah bagian penting dari kita untuk merubah sosial masyarakat. Kemiskinan itu basisnya dimana, di keluarga kan?" katanya.

Mantan anggota DPR RI 4 periode ini melanjutkan, dasar perjuangan menyelesaikan persolanan kemiskinan itu sudah diperintahkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Namun, hingga kini penurunan kemiskinan tersebut sangat lambat. Hal ini yang membuatnya merasa geram.

Ia menilai pendataan orang miskin itu sangat gampang, karena sudah jelas alamat, tempat, orang, dan kondisinya. Bahkan semua sudah punya konsepsi tentang orang miskin. Namun, kata ida, penurunannya sangat lambat dari tahun ke tahun.

"Sepanjang kita merdeka, berada pada posisi yang sangat lambat, hingga Pak Jokowi berhasil menurunkan kemiskinannya. Tapi penurunan kemiskinan itu hanya 850 ribu. Bayangkan APBN kita 5 tahun pemerintahan Pak Jokowi ini sekitar Rp2.000 triliun per tahun," tukasnya.

"Jika dikali 5 tahun pemerintahan kan ada Rp10.000 triliun. Kalau kita mau breakdown dialokasikan kepada orang-orang miskin yang alamatnya jelas, orangnya jelas, tapi tidak jelas-jelas nasibnya, tidak sampai lima tahun kemiskinan sudah tuntas," sambungnya.

Untuk itu, menurut Ida, terdapat ada empat persoalan yang perlu diselesaikan pemerintah. Pertama, pemerintah belum bisa merampungkan pendataan. Namun, pihaknya menyambut baik inisiatif Presiden Joko Widodo yang ingin mencanangkan program Satu Data Nasional.

"Saya rasa ini pintu masuk yang cukup baik untuk mengidentifikasi persoalan data. Mudah-mudahan Pemerintah Daerah (Pemda) juga aware terhadap data ini," harap Ida.

Kedua, problem selama ini adalah tidak terintegrasikannya program dan kegiatan di kementerian. "Jangankan antar kementerian dan lembaga, dalam satu kementerian saja kita juga belum mampu mengintegrasikan itu," katanya.

Ketiga, integrasi dan keterlibatan dunia usaha terhadap pengentasan kemiskinan melalui Corporate Social Responsibility (CSR). "Ada BUMN besar dan ada korporasi besar, tapi kemiskinan ada di depan mata di daerah korporasai atau BUMN tersebut. Kenapa? karena persolaan CSR itu bukan menjadi bagian pengentasan kemiskinan di daerah tersebut," terang Ida.

Keempat, partisipasi masyarakat. "Kelihatannnya sepele, tapi kita hampir kesulitan merumuskan partisipasi masyarakat. Yang perlu dilakukan oleh negara adalah me-manage bagaimana partisippasi itu dilakukan. Saya yakin masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang guyub rukun, dan itu tugasnya pemerintah bagaimana menumbuhkannya. Harusnya itu menjadi sebuah program," pungkasnya.

Selain Ida Fauziyah, FGD ini juga menghadirkan beberapa nara sumber, yaitu Wakil Ketua Komisi VIII DPR H Marwan Dasopang, Kepala Biro Perencanaan Kementerian Sosial Adhy Karyonno, Direktur Smeru Research Institute Asep Suryahadi, Sekretaris Dewan Nasional KKIPK Fakhrulsyah Mega, dan Dewan Pakar Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Indonesia Suratman.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5781 seconds (0.1#10.140)