Koalisi Perempuan Indonesia Dorong Pemda Buat Peraturan Cegah Perkawinan Anak

Rabu, 24 Juli 2019 - 04:10 WIB
Koalisi Perempuan Indonesia...
Koalisi Perempuan Indonesia Dorong Pemda Buat Peraturan Cegah Perkawinan Anak
A A A
JAKARTA - Koalisi Perempuan Indonesia mendorong pemerintah daerah (Pemda) untuk membuat peraturan yang bisa mencegah perkawinan anak. Tidak hanya di level provinsi namun juga desa diminta untuk membuat surat edaran yang bisa mengatasi perkawinan anak.

Staf Pokja Reformasi Kebijakan Publik Sekretariat Nasional Koalisi Perempuan Indonesia, Lia Anggiasih mengatakan Koalisi Perempuan Indonesia di tingkat nasional saat ini berupaya untuk mendorong pemerintah pusat dan DPR untuk melakukan perubahan terbatas UU Perkawinan. Namun selain ditingkat pusat, katanya, Koalisi Perempuan juga mendorong adanya peraturan ataupun kebijakan di tingkat daerah untuk mencegah terjadinya perkawinan anak.

"Sambil menunggu advokasi di nasional kami mendorong peraturan-peraturan kebijakan yang harus dilakukan daerah," ujarnya usai diskusi Anak Muda Bicara Perkawinan Anak di Jakarta, Selasa (23/7/2019).

Lia menjelaskan, untuk tingkat desa pihaknya mendorong adanya surat edaran kepala desa yang menggaungkan tentang pembatasan usia perkawinan yang diharmonisasi dengan UU Perlindungan Anak. Dia mengungkapkan, saat ini telah ada 15 surat edaran di lima kabupaten di Jawa Barat yang didorong Koalisi Perempuan untuk pendewasaan usia perkawinan.

Selain itu pihaknya juga mendorong di level kabupaten kota untuk merevisi perda yang sudah ada tentang perlindungan perempuan dan anak ataupun mendorong lahirnya kebijakan baru tentang pembatasan usia perkawinan. Lia menuturkan, pihaknya mengapresiasi antusiasnya pemerintah daerah yang merespons adanya pembatasan usia perkawinan bagi anak.

Selain di Jabar, terang Lia, sudah ada beberapa daerah yang telah melakukan praktek baik untuk pencegahan perkawinan anak. Dia mencontohkan, di Gunung Kidul, Kulonprogo dan juga di Nusa Tenggara Barat dimana gubernur NTB telah menerbitkan surat edaran tersebut.

Sementara, Sekretaris Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Bogor, Mega Puspitasari mengatakan dari segi pendidikan kebanyakan anak perempuan yang melakukan perkawinan anak atau yang menjadi korban perkawinan anak itu mengalami putus sekolah. "Mereka tidak melanjutkan pendidikannya. Ditambah lagi paradigma di masyarakat ketika anak perempuan dinikahkan maka alangkah lebih baik bagi mereka mengurus rumah tangga saja sehingga pendidikan tak dianggap penting bagi anak perempuan,” tuturnya.

Mega memandang, kondisi ini harus ditanggapi serius oleh semua pihak sebab jika perkawinan anak menyebabkan anak perempuan hanya tamatan sekolah baik SD atau SMA saja maka kedepan akan sulit menemukan perempuan yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Oleh karena itu, lanjutnya, agar anak muda memahami dengan betul rentannya dampak negative dari perkawinan anak itu pihaknya pun aktif merangkul anak-anak muda untuk berperan serta dalam penanggulangannya.

Mega mengatakan, pihaknya pun membentuk kelompok anak muda di perkotaan dan pedesaan di Jabar untuk diajak diskusi dan workshop dari potensi terjadinya perkawinan anak. Selain itu juga melakukan konseling anak muda di tingkat balai perempuan. Lalu membuat mural tentang stop perkawinan anak hingga membuat pentas drama bertema pentingnya pencegahan dan penghentian perkawinan anak.

"Kita juga menggugah anak untuk menempuh pendidikan setinggi mungkin," ucapnya.

Ramdan Setiawan dari Kelompok Remaja Agen Komunitas Desa Banjarsari Pangalengan, Bandung menambahkan 30 remaja yang tergabung dalam agen komunitas ini aktif melakukan sosialisasi mengenai bahaya perkawinan anak ke sesama remaja dan sekolah-sekolah. Atas perjuangan yang konsisten mereka pun berhasil mendorong pemerintah desa Banjarsari untuk menerbitkan surat edaran pencegahan perkawinan anak.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1560 seconds (0.1#10.140)