Sidang Sengketa Pileg 2019, MK Ungkap Jumlah Saksi Pihak Terkait

Senin, 22 Juli 2019 - 21:14 WIB
Sidang Sengketa Pileg...
Sidang Sengketa Pileg 2019, MK Ungkap Jumlah Saksi Pihak Terkait
A A A
JAKARTA - Usai memutuskan sebanyak 58 perkara tidak ditindaklanjuti dan 122 dilanjutkan dari permohonan PHPU Pileg 2019, Mahkamah Konstitusi (MK) bakal menggelar persidangan lanjutan persidangan pemeriksaan saksi dan ahli.

Juru Bicara Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengungkapkan, bahwa saksi yang dihadirkan dalam sidang lanjutan tersebut baik pemohon dan termohon hanya diberi jatah 3 orang sedangkan terkait 1 orang.

Hal tersebut telah sesuai dengan PMK Nomor 2 tahun 2018 tentang tatacara dalam perkara PHPU anggota DPR dan DPRD pasal 47. Dimana dalam pasal tersebut Mahkamah dapat membatasi jumlah saksi dan ahli yang diajukan oleh pemohon, termohon, dan pihak terkait.

"Pihak pemohon termohon itu 3, pihak terkait 1, dan kalau mengajukan ahli cuma satu, biasanya kan pemohon termohon dan pihak terkait satu," ujar Palguna di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/7/2019).

Palguna menyebut, pihaknya tak membebani terkait hak pemohon dalam mengajukan saksi. MK pun mempersilahkan jika nantinya pihak pemohon menghadirkan saksi ahli terkait perhitungan angka hasil sengketa pileg yang digugat.

"Misalnya permohonan itu kan angka angka, makanya secara bergurau sering kami katakan ya anda mau mengajukan itu memang hak, kami tidak bisa melarang, tapi kalau menghitung angka-angka kecuali anda curiga bahwa nilai matematika hakim konstitusi itu lemah sekali ya bolehlah," jelasnya.

Dihadirkannya saksi ahli dari pemohon, kata Palguna dapat mempermudah dalam mengkroscek angka-angka hasil pileg yang digugat. Namun hal itu tidak berjalan mulus, jikalau ada faktor lain yang mempengaruhi hasil pileg PHPU yang dimohonkan.

"Kecuali ada hal-hal lain di luar itu misalnya satu hal yang bisa mempengaruhi jumlah suara yang tidak masuk kerangka penghitungan seperti tadi itu. Misalnya seperti contoh ada putusan atau rekomendasi Bawaslu yang belum sempat dilaksanakan padahal itu dibenarkan karena perkaranya sudah keburu dibawa ke MK, nah itu contohnya," jelasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1443 seconds (0.1#10.140)