Ditjenpas Percepat Revitalisasi Pemasyarakatan
A
A
A
JAKARTA - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan HAM segera mempercepat revitalisasi pemasyarakatan guna meningkatkan kualitas hidup warga binaan. Kebijakan tersebut dirumuskan dalam rencana strategis (renstra) Ditjenpas 2020-2024 yang ditetapkan pada Jumat, 19 Juli 2019 lalu.
"Ditjenpas Kementerian Hukum dan HAM berhasil merumuskan dan menetapkan renstra yang mengakomodasi Visi Indonesia Presiden Joko Widodo dengan menerjemahkannya secara praksis untuk segera diimplementasikan dalam kegiatan kerja sehari-hari," ujar Dirjen Pemasyarakatan Sri Puguh Budi Utami saat menggelar kelompok diskusi terfokus (FGD) di Wisma Pengayoman, Cisarua, Bogor, Sabtu (20/7/2019).
Dalam kesempatan itu, Utami mengingatkan jajarannya saat ini semua hidup dalam lingkungan global, sangat dinamis, kompetitif dan sukar terprediksi, penuh risiko dan kejutan perubahan. Karena itulah, kata Dirjen Utami, siapa pun termasuk aparat Ditjenpas, harus senantiasa memiliki pola pikir adaptif, produktif, inovatif dan kompetitif. “Kalau kita tak mempersiapkan diri, kita bisa terlempar ke pinggiran,” kata Dirjen.
Mengutip pidato Presiden Jokowi, Utami juga mengajak jajarannya untuk terus berupaya mewujudkan Ditjenpas sebagai birokrasi yang kian sederhana, simple, lincah, cepat dan responsif dalam memberikan layanan sesuai tugas dan fungsi yang diemban. Dengan target itu, Utami dengan sungguh-sungguh mengajak jajarannya untuk senantiasa inovatif dan tak ragu mengubah metode, pola kerja bahkan bila perlu nilai yang dipegang.
“Misalnya, selama ini kita terpaku memandang over crowded, over capacity (di Lapas dan Rutan) itu hanya sebagai masalah, sebagai persoalan. Kita sudah harus menganggap itu bukan sekadar masalah, tapi tantangan yang melecehkan eksistensi institusi kita. Pola pikir kita harus positif thinking agar tekun, sungguh-sungguh namun gembira, menjawab tantangan itu dengan solusi yang paling tepat,” kata Utami.
Terkait pola pikir positif tersebut, Utami juga sempat menyoal visi pemasyarakatan selama ini yang dianggapnya kurang optimistis. “Visi pemasyarakatan sejak lama hanya sebatas menyoal pemulihan kesatuan hidup, kehidupan dan penghidupan. Cuma dipulihkan? Kenapa kita tidak bicara peningkatan kualitas hisup, kehidupan dan penghidupan warga binaan pemasyarakatan? Mari kita ubah menjadi lebih optimistis dengan meningkatkan dan tak sekadar memulihkan. Bukankah dalam ajaran Islam dikatakan bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan esok harus lebih baik dari hari ini? Orang yang hari ini-nya sama dengan hari kemarin saja sudah disebut rugi, dan mereka yang hari ini lebih buruk kdari kemarin itu bahkan tergolong orang yang celaka,” kata Utami.
Melalui Renstra yang telah tersusun itu, Utami mengajak jajaran Ditjenpas untuk optimistis bahwa kerja keras yang fokus pada pelaksanaan revitalisasi pemasyarakatan itu akan segera berbuah manis. Dirjen Utami menegaskan agar jajarannya mewariskan sesuatu yang baik kepada lingkungan kerja dan masyarakat.
“Kita harus meninggalkan legacy yang baik. Sebab itu yang akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah, kelak di Hari Akhir. Sekaranglah kita harus berbuat, bukan besok atau kapan nanti,” katanya.
Dalam kesempatan berbeda, Sekretaris Ditjenpas Ibnu Chuldun menegaskan bahwa FGD yang digelar tiga hari itu berawal dari kehendak untuk menerjemahkan Visi Indonesia yang digagas dan dilontarkan Presiden dalam pidatonya, pertengahan Juli lalu.
Menurut Ibnu, renstra didasarkan pada perubahan pola pikir yang selama ini mengungkung dan membatasi jajarannya untuk berpikir lebih optimistis yang memungkinkan kinerja yang lebih baik. “Jadi, kami terus berupaya mengubah pola pikir yang selama ini membebani dan menghambat kreativitas tersebut,” kata Ibnu.
Ibnu menunjuk upaya Dirjenpas membangun Lapas Ciangir dengan klasifikasi minimum security, sebagai bagian buah dari pola pikir yang berubah tadi. Tempat itu ke depan bukan hanya akan menjadi tempat pembinaan para WBP (napi), tetapi juga menjadi tempat edukasi dan agrowisata. “Ibu Dirjen telah menggandeng kalangan professional, antara lain Dr Sriwahyuni, seorang ahli agrowisata dan agrobisnis, menjadi konsultan,” kata dia.
Selain itu, dalam kerangka revitalisasi pemasyarakatan, sebuah langkah strategis yakni melakukan klasifikasi warga binaan terus dilakukan. “Kami terus melakukannya. Dari WBP berisiko tinggi (high risk) yang ditempatkan di lapas dengan tingkat pengamanan tinggi, terus ke bawah. Kami juga terus memantau dan melakukan assessment perubahan perilaku para WBP. Kalau ada perubahan perilaku menjadi lebih baik, maka kami turunkan penempatannya ke hunian Lapas yang lebih rendah. Ke medium lalu pada saatnya Lapasminimum security,” kata Ibnu.
Idealnya, menurut Ibnu, ke depan itu lapas dengan pengamanan minimum itulah yang harus lebih banyak. Katakanlah saat ini jumlah warga binaan di seluruh Indonesia itu sekitar 192 ribuan orang. Harusnya ke depan lebih dari setengahnya berada di laps minimum. Dia juga menegaskan renstra tersebut disusun agar percepatan implementasi revitalisasi penyelenggaraan pemasyarakatan bisa lebih cepat terealisasi.
"Ditjenpas Kementerian Hukum dan HAM berhasil merumuskan dan menetapkan renstra yang mengakomodasi Visi Indonesia Presiden Joko Widodo dengan menerjemahkannya secara praksis untuk segera diimplementasikan dalam kegiatan kerja sehari-hari," ujar Dirjen Pemasyarakatan Sri Puguh Budi Utami saat menggelar kelompok diskusi terfokus (FGD) di Wisma Pengayoman, Cisarua, Bogor, Sabtu (20/7/2019).
Dalam kesempatan itu, Utami mengingatkan jajarannya saat ini semua hidup dalam lingkungan global, sangat dinamis, kompetitif dan sukar terprediksi, penuh risiko dan kejutan perubahan. Karena itulah, kata Dirjen Utami, siapa pun termasuk aparat Ditjenpas, harus senantiasa memiliki pola pikir adaptif, produktif, inovatif dan kompetitif. “Kalau kita tak mempersiapkan diri, kita bisa terlempar ke pinggiran,” kata Dirjen.
Mengutip pidato Presiden Jokowi, Utami juga mengajak jajarannya untuk terus berupaya mewujudkan Ditjenpas sebagai birokrasi yang kian sederhana, simple, lincah, cepat dan responsif dalam memberikan layanan sesuai tugas dan fungsi yang diemban. Dengan target itu, Utami dengan sungguh-sungguh mengajak jajarannya untuk senantiasa inovatif dan tak ragu mengubah metode, pola kerja bahkan bila perlu nilai yang dipegang.
“Misalnya, selama ini kita terpaku memandang over crowded, over capacity (di Lapas dan Rutan) itu hanya sebagai masalah, sebagai persoalan. Kita sudah harus menganggap itu bukan sekadar masalah, tapi tantangan yang melecehkan eksistensi institusi kita. Pola pikir kita harus positif thinking agar tekun, sungguh-sungguh namun gembira, menjawab tantangan itu dengan solusi yang paling tepat,” kata Utami.
Terkait pola pikir positif tersebut, Utami juga sempat menyoal visi pemasyarakatan selama ini yang dianggapnya kurang optimistis. “Visi pemasyarakatan sejak lama hanya sebatas menyoal pemulihan kesatuan hidup, kehidupan dan penghidupan. Cuma dipulihkan? Kenapa kita tidak bicara peningkatan kualitas hisup, kehidupan dan penghidupan warga binaan pemasyarakatan? Mari kita ubah menjadi lebih optimistis dengan meningkatkan dan tak sekadar memulihkan. Bukankah dalam ajaran Islam dikatakan bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan esok harus lebih baik dari hari ini? Orang yang hari ini-nya sama dengan hari kemarin saja sudah disebut rugi, dan mereka yang hari ini lebih buruk kdari kemarin itu bahkan tergolong orang yang celaka,” kata Utami.
Melalui Renstra yang telah tersusun itu, Utami mengajak jajaran Ditjenpas untuk optimistis bahwa kerja keras yang fokus pada pelaksanaan revitalisasi pemasyarakatan itu akan segera berbuah manis. Dirjen Utami menegaskan agar jajarannya mewariskan sesuatu yang baik kepada lingkungan kerja dan masyarakat.
“Kita harus meninggalkan legacy yang baik. Sebab itu yang akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah, kelak di Hari Akhir. Sekaranglah kita harus berbuat, bukan besok atau kapan nanti,” katanya.
Dalam kesempatan berbeda, Sekretaris Ditjenpas Ibnu Chuldun menegaskan bahwa FGD yang digelar tiga hari itu berawal dari kehendak untuk menerjemahkan Visi Indonesia yang digagas dan dilontarkan Presiden dalam pidatonya, pertengahan Juli lalu.
Menurut Ibnu, renstra didasarkan pada perubahan pola pikir yang selama ini mengungkung dan membatasi jajarannya untuk berpikir lebih optimistis yang memungkinkan kinerja yang lebih baik. “Jadi, kami terus berupaya mengubah pola pikir yang selama ini membebani dan menghambat kreativitas tersebut,” kata Ibnu.
Ibnu menunjuk upaya Dirjenpas membangun Lapas Ciangir dengan klasifikasi minimum security, sebagai bagian buah dari pola pikir yang berubah tadi. Tempat itu ke depan bukan hanya akan menjadi tempat pembinaan para WBP (napi), tetapi juga menjadi tempat edukasi dan agrowisata. “Ibu Dirjen telah menggandeng kalangan professional, antara lain Dr Sriwahyuni, seorang ahli agrowisata dan agrobisnis, menjadi konsultan,” kata dia.
Selain itu, dalam kerangka revitalisasi pemasyarakatan, sebuah langkah strategis yakni melakukan klasifikasi warga binaan terus dilakukan. “Kami terus melakukannya. Dari WBP berisiko tinggi (high risk) yang ditempatkan di lapas dengan tingkat pengamanan tinggi, terus ke bawah. Kami juga terus memantau dan melakukan assessment perubahan perilaku para WBP. Kalau ada perubahan perilaku menjadi lebih baik, maka kami turunkan penempatannya ke hunian Lapas yang lebih rendah. Ke medium lalu pada saatnya Lapasminimum security,” kata Ibnu.
Idealnya, menurut Ibnu, ke depan itu lapas dengan pengamanan minimum itulah yang harus lebih banyak. Katakanlah saat ini jumlah warga binaan di seluruh Indonesia itu sekitar 192 ribuan orang. Harusnya ke depan lebih dari setengahnya berada di laps minimum. Dia juga menegaskan renstra tersebut disusun agar percepatan implementasi revitalisasi penyelenggaraan pemasyarakatan bisa lebih cepat terealisasi.
(cip)